Narasi

Agustus tentang Luka, Duka dan Arti Sebuah Perjuangan

Dalam catatan sejarah, Agustus merupakan momen yang sangat menggairahkan dalam bangsa ini. masyarakat diingatkan kembali tentang luka. Luka yang pernah menyayat peradaban, yang kemudian melahirkan duka. Tembakan, pemerkosaan, kematian, sampai dengan perbudakan pernah dialami bangsa ini. Dari kezhaliman itulah kemudian lahir sebuah perjuangan, sebuah tekad untuk mengubah peradaban yang awalnya ditindas menjadi bebas. Inilah catatan di bulan Agustus yang tidak bisa dan tidak boleh dilupakan bangsa ini. Karena berawal dari bulan Agustus inilah kita mengawali sebuah pembebasan.

Perjuangan paling krusial bangsa ini dimulai dari tanggal 6 sampai dengan 17 Agustus 19945 yang menjadi puncaknya diikarkannya kemerdekaan. Di mana pada tanggal 6 dan 9 Jepang terporakpandakan oleh aksi pengeboman yang dilakukan sekutu di kota Hirosima dan Nagasaki. Sebelumnya, tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI juga diganti menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Panitia ini berjumlah 21 orang dan tugasnya adalah mempersiapkan kemerdekaan. Hancurnya kota Hirosima dan Nagasaki inilah yang kemudian menyebabkan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu tanggal 15 Agustus 1945. Berita tentang kekalahan ini dengan cepat menyebar ke telinga-telinga lewat radio. Mendengar kabar gembira tersebut Moh. Hatta bersama dengan golongan muda mengadakan rapat di Pegangsaan Timur. Rapat dipimpin oleh Chairul Saleh dan menghasilkan yang menjadi dasar proklamasi Indonesia. Dalam rapat ini juga terjadi perbedaan pendapat antara golongan muda dan tua yang kemudian, golongan muda memutuskan untuk mengasingkan Bung Karno ke luar kota.

Di Rengasdengklok daerah kuningan Jawa barat inilah bung Karno dan Moh. Hatta diasingkan. Mereka di jemput pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 4;30 oleh rombongan para pemuda. Ahmad Soebardjo yang saat itu mencari keberadaan Bung Karno dan Bung Hatta diberangkatkan ke Rengasdengklok untuk berunding dengan kaum muda, yang Soebardjo berjanji dengan jaminan nyawa kepada golongan muda bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada keesokan  harinya selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan itu, akhirnya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta dilepaskan.

Baca Juga : Romantisme Diponegoro dan Anatomi Khilafah di Nusantara

Hingga pada 17 Agustus 1945 tepatnya hari Jum’at Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Soekarno yang didampingi Moh. Hatta. Di mana selain isyarat tentang kebebasan bangsa Indonesia, pembaca Proklamasi ini juga merupakan dimulainya perlawanan problematik dan bersenjata dari Revolusi nasional Indonesia, yang berperang melawan pasukan Belanda dan warga sipil pro-Belanda, hingga Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia Tahun 1949.

Catatan sejarah inilah yang seharusnya menjadi sebuah permata dalam laju perjalanan bangsa ini. Yang mana bisa kita lihat di seluruh Indonesia ketika menginjak tanggal 17 Agustus, seluruh jajaran masyarakat dari lembaga pemerintahan, masyarakat sipil, sampai dengan pondok pesantren dan masyarakat umum lainya, dengan senang hati untuk mengikarkan, mengingat atau mengenang kembali tentang arti sebuah pembebasan. Sebuah perjuangan yang akan selalu menjadi visi dan misi perubahan bangsa Indonesia untuk menjadi negara yang lebih berkemajuaan tanpa melupakan jejak sejarahnya.

Untuk itu, bulan Agustus tidak hanya sebuah peringatan tentang sebuah perjuangan semata. Melainkan sebuah pengingat, bagaimana bangsa ini menjadi besar, bebas, dan aman seperti sekarang ini, merupakan jerih payah manusia-manusia yang rela meneteskan darahnya untuk kepentingan bangsa Indonesia. Harusnya ini menjadi alarm bagi kita semua yang menikmati kebebasan tanpa syarat dalam bumi Pertiwi, bahwa kita harus kembali pada kiblat kebangsaan yaitu menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang sudah dititipkan oleh para pejuang kebebasan dan kemanusiaan. Sejarah itu penting, selain mengingat tentang perjalanan tentang kejadian di masa lalu, juga bisa menjadi spirit untuk diri kita, agar menjadi manusia yang beradab, dan memiliki karakter pejuang sesuai dengan yang diajarkan oleh leluhur kita. Itulah mengapa mengingat dan memahami sejarah sangat penting, karena ini adalah salah satu alasan bagi kita untuk menguatkan karakter bangsa.

This post was last modified on 6 Agustus 2020 12:18 PM

Suroso

Recent Posts

Agama dan Kehidupan

“Allah,” ucap seorang anak di sela-sela keasyikannya berlari dan berbicara sebagai sebentuk aktifitas kemanusiaan yang…

2 hari ago

Mengenalkan Kesalehan Digital bagi Anak: Ikhtiar Baru dalam Beragama

Di era digital, anak-anak tumbuh di tengah derasnya arus informasi, media sosial, dan interaksi virtual…

2 hari ago

Membangun Generasi yang Damai Sejak Dini

Di tengah perkembangan zaman yang serba digital, kita tidak bisa lagi menutup mata terhadap ancaman…

2 hari ago

Rekonstruksi Budaya Digital: Mengapa Budaya Ramah Tidak Bisa Membentuk Keadaban Digital?

Perkembangan digital telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, terutama pada masa remaja. Fase ini kerap…

3 hari ago

Estafet Moderasi Beragama; Dilema Mendidik Generasi Alpha di Tengah Disrupsi dan Turbulensi Global

Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka tidak hidup di zamanmu. Kutipan masyhur dari Sayyidina…

3 hari ago

Digitalisasi Moderasi Beragama: Instrumen Melindungi Anak dari Kebencian

Di era digital yang terus berkembang, anak-anak semakin terpapar pada berbagai informasi, termasuk yang bersifat…

3 hari ago