Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang semakin canggih mengantarkan umat manusia di seluruh dunia pada era baru media sosial. Indonesia tanpa terkecuali, memiliki perkembangan penggunaan media sosial yang kian pesat. Dari anak-anak sampai orang lanjut usia turut memiliki akun-akun di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan Path.
Situasi ini wajar karena karakter masyarakat Indonesia sendiri yang dikenal ramah dan mudah sosialisasi. Dengan medsos, mereka lebih mudah berkomunikasi, berinteraksi, saling kirim pesan dan berbagi pengalaman serta membentuk jaringan.
Membentuk Opini
Fungsi utama medsos adalah menjalin persahabatan. Hanya saja, akhir-akhir ini medsos juga dimanfaatkan oleh interest group (kelompok berkepentingan) untuk membentuk opini publik. Tak ayal, opini yang disebarkan melalui medsos bisa mengubah sikap dan cara pandang seseorang. Hal ini karena opini tersebut cenderung memberdaya emosi publik, yang menjadi karakteristik mendasar kemanusiaan.
Opini yang dibangun medsos cenderung sulit dibedakan yang mana fakta atau hoaks. Ironinya, dari jutaan informasi yang tersebar di medsos, hoaks terus saja bertebaran di timeline pengguna medsos. Parahnya lagi, informasi hoaks tersebut cenderung ditelan mentah-mentah oleh penerima.
Di tengah penggunaan medsos yang kian meluas dipandang perlu upaya lebih berhati-hati mempergunakan medsos. Data We Are Social menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 175,4 juta orang. Dari jumlah tersebut 94% menggunakan internet untuk mengakses medsos. Sebagian besar pengguna Facebook dengan persentase 50,7%.
Dengan luasnya penggunaan medsos, seharusnya pengawasan terhadap penyalahgunaan harus dilakukan. Paulus Mujiran (2016) menyebutkan bahwa terdapat dua alasan mengapa perlu bersiaga memerangi potensi provokasi dan penyalahgunaan medsos.
Baca Juga : Siaga dari Provokasi yang Memecah Belah Persatuan
Pertama, medsos merupakan media komunikasi yang sangat personal. Unggahan di medsos berbeda dengan produk jurnalistik yang diproduksi oleh media mainstream karena memiliki jajaran redaksi untuk memfilter informasi sebelum dipublikasikan. Pemilik akun medsos bebas mengunggah foto, video, berita kapan pun dan dimana pun. Minimnya kesempatan untuk memfilter atau sensor informasi menyebabkan sajian medsos menjadi bebas dan seringkali disalahgunakan untuk kepentingan pemiliki akun.
Kedua, keterbukaan informasi menyebabkan medsos yang tujuan semula untuk berbagi informasi, menjalin persahabatan disalahgunakan untuk tujuan-tujuan tertentu seperti menghasut, provokasi dan mempengaruhi pihak lain. Bahkan menjadi sarana kampanye hitam untuk menjatuhkan lawan dalam kampanye pilkada.
Ditambah lagi, medsos dapat menjadi sara jurnalisme warga yang gratis. Tentu saja, ini menjadi salah satu alasan animo luar biasa masyarakat terhadap penggunaan medsos. Namun mempergunakan medsos tetaplah harus memperhatikan kaidah jurnalistik agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Karena apabila ditemukan pengguna medsos yang melakukan bullying, fitnah, atau penghinaan yang menebar kebencian kepada orang lain, maka dapat dikenakan jeratan hukum yang tertuang pasal dalam UU ITE.
Upaya
Kebiasaan begitu mudah tergerak menyebarkan informasi merupakan realitas masyarakat Indonesia yang perlu dibenahi. Sebab, tanpa adanya upaya memfilter informasi atau tabayyun, niscaya informasi berpotensi besar menyesatkan publik. Bahkan, apabila informasi tersebut sengaja dibuat untuk menghasut dan provokasi, niscaya dapat mengancam persatuan dan kesatuan NKRI.
Maka itu, kita perlu lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Perlu dipahami, provokasi dan adu domba di medsos hanya menciptakan keresahan, ketidaknyamanan bahkan sikap saling permusuhan. Sungguh teramat mahal apabila kedamaian yang telah dibangun dengan beragam cara dipertaruhkan akibat ulah tidak bertanggungjawab. Jangan terprovokasi oleh sebaran-sebaran segelintir orang di medsos yang sebenarnya berkamuflase mencintai Pancasila dan NKRI tapi justru memecah-belahnya. Menggiring opini publik agar saling membenci satu sama lain kemudian bertengkar dengan saudara sesama warga bangsa.
Dalam konteks tersebut, upaya bersiaga memerangi provokasi di medsos harus dimulai dari komunitas terkecil seperti keluarga, sekolah dan masyarakat, dimana orang-orang dekat diajak untuk mempergunakan medsos untuk tujuan-tujuan yang positif. Diperlukan upaya saling mengingatkan dengan langsung menegur, ketika ada kawan mengunggah berita palsu/hoax atau provokatif. Atau berani menghapus tayangan-tayangan bernuansa provokasi.
Dengan demikian, masyarakat akan saling berbenah diri serta tidak bersikap gegabah dan reaktif terhadap peristiwa kontroversial yang nyata ingin menggiring pada kericuhan dan kegaduhan. Tidak saling tuduh dan saling menebar ujaran kebencian karena perbedaan persepsi terhadap peristiwa. Semua dihadapi dengan kepala dingin. Semua bahu-membahu menciptakan perdamaian di media sosial dan jagat nyata. Inilah resep penting dalam bersiaga memerangi provokasi dan adu domba di medsos. Agar, persatuan dan kesatuan sebagaimana amanah Pancasila dapat terwujud secara nyata. Wallahu a’lam bish-shawaab.
This post was last modified on 6 Juli 2020 3:29 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments