Narasi

Dinilai dari Segi Manapun, Dalam Konteks Indonesia Pancasila Jauh Lebih Baik dari Khilafah

Berbagai sorot mata ketika mengetik Pancasila dan khilafah di gadget pastinya akan ditawarkan dengan pro dan kontra antara keduanya. Terlepas dari politik yang dimainkan oleh pendukung khilafah yang berusaha merebut kekokohan Ideologi Pancasila, sebenarnya masyarakat juga lebih banyak pro dengan Pancasila. Sedangkan khilafah hanya segelintir manusia yang kebetulan eksis di media sosial dengan pemikirannya yang kontra dengan keragaman yang ada di bangsa Indonesia.

Hal ini bisa dilihat dari konteks sejarahnya yang sudah ada sejak razim Soeharto. Di mana partai-partai politik yang berlandaskan Islam dinilai sebagai suatu kekuatan yang potensial untuk merobohkan landasan negara yang nasionalis. Faktanya pada perdebatan majelis konstitusi mengenai masa depan Indonesia, yang pada masa itu HTI dan aktivis pro Khilafah gagal untuk menjadikan Islam sebagai dasar Ideologi bangsa. Mereka pun harus menerima disebut sebagai kelompok minoritas atau disebut kelompok luar.

Hal ini dikarenakan Ideologi politik Khilafah bertentangan dengan sila ketiga (nasionalisme) atau persatuan dan keempat (demokrasi) dalam Pancasila. Itulah yang menjadi titik mengapa Khilafah tidak gampang masuk dalam bangsa Indonesia. Di sisi lain kita juga sudah memiliki ideologi yang kuat yaitu ideologi Pancasila, yang di dalamnya memuat sebuah konsep kerukunan dalam perbedaan. Fitrah perbedaan itulah yang kemudian menjadikan negara dengan demokrasi baik nan disegani bangsa lain.

Lebih jauh lagi, Pancasila juga memiliki makna dan nilai-nilai kemanusiaan yang tidak dimiliki oleh ideologi Khilafah. Misalnya dalam demokrasi yang ditawarkannya lebih menekankan kepada bangsa Indonesia. Sebagaimana yang tercantum dalam sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam hal ini seluruh masyarakat yang berada di Indonesia diajak untuk menjadi insan yang bisa menghormati, mengasihi, mencintai, dan menyanyi sesama

 Hal ini kemudian dikuatkan dengan sila ketiga yang menekankan persatuan Indonesia. Bisa kita lihat dari sejarah, bahwa persatuan Indonesia tidak mengenal dari suku mana kita berangkat, dari agama apa kita belajar. Semua serentak untuk menumpas penjajah dan mengusirnya dari Indonesia, dan persatuan inilah yang seharusnya digerakkan dan disuarakan kembali. Agar bangsa ini tidak gampang dimasuki ideologi ataupun paham baru yang berusaha menerobos tatanan persatuan bangsa Indonesia.

Dalam jurnal filsafat Pancasila, yang diterbitkan Desember 1998 ditulis oleh Sastraprateja, juga mengatakan bahwa fungsi utama Pancasila adalah menjadi dasar negara dan kalau disebut filsafat yang dimaksud adalah dasar filsafat hidup kenegaraan atau ideologi negara. Pancasila adalah dasar politik yang mengatur dan mengarahkan segala kegiatan yang berkaitan dengan hidup kenegaraan.

Hal ini mengindikasikan Pancasila menjadi pengelola sekaligus jalan panjang bangsa Indonesia untuk membingkai kerukunan dalam berbangsa dan bernegara. Tentu dengan mengamalkan konsep demokrasi Pancasila kita akan menjadi manusia yang pandai menghormati sesama manusia. Sebagaimana yang diajarkan oleh Gus Dur dalam menyuarakan perdamaian, bahwa ia tidak pernah mengedepankan agama, suku, dan perbedaan-perbedaan, melainkan yang paling utama adalah kemanusiaan.

Maka, dengan adanya Pancasila, orang-orang yang ada di Indonesia, baik yang beragama Islam, Hindu, Budha, Kristen, dan beberapa agama lainya, ataupun mereka yang ber-suku Jawa, Madura, Bugis, dan suku-suku yang lainnya, bisa hidup berdampingan dengan penuh perdamaian. Sebab, mereka paham betul, bahwa perdamaian tidak bisa diusung dari egoisme dari beragama, melainkan dapat diusung dengan ajaran dan memahami apa yang diajarkan agama dengan benar dan baik, yaitu memanusiakan manusia, menjunjung nilai persaudaraan dan mengedepankan sikap menolong.

Pancasila sejatinya mengajarkan kepada setiap insan, bagaimana menjadi manusia yang bisa menghargai orang lain. tanpa memandang kultur agama, budaya, ras, suku ataupun kebudayaan. Sebab mencintai yang ada di Indonesia adalah seni menghargai sesama, dan selalu mengedepankan solidaritas kemanusiaannya.  Dari sini, bisa diambil kesimpulan tidak mungkin konsep khilafah diterapkan di Indonesia, karena landasan Pancasila dan cinta NKRI sudah mendarah daging di bumi Pertiwi ini.

This post was last modified on 7 Juni 2023 3:41 PM

Sudiyantoro

Penulis adalah Penikmat Buku dan Pegiat Literasi Asli Rembang

Recent Posts

Dari Papan Kapur sampai Layar Sentuh: Mengurai Materialitas Intoleransi

Perubahan faktor-faktor material dalam dunia pendidikan merefleksikan pergeseran ruang-ruang temu dan arena toleransi masyarakat. Jarang…

3 jam ago

Pengajaran Agama yang Inklusif sebagai Konstruksi Sekolah Damai

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Duta Damai BNPT telah berinisiasi untuk membangun Sekolah…

4 jam ago

Hari Pendidikan Nasional dan Upaya Membangun Sekolah yang Damai dari Intoleransi, Bullying dan Kekerasan

Hari Pendidikan Nasional yang akan diperingati pada tanggal 2 Mei 2024 menjadi momentum penting untuk…

4 jam ago

Role Model Pendidikan Karakter Anti-Kekerasan Ala Pesantren

Al-Qur’an merupakan firman Allah azza wa jalla yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya, yang…

4 jam ago

Merdeka Belajar; Merdeka dari Tiga Dosa Besar Pendidikan

Sekolah idealnya menjadi rumah kedua bagi anak-anak. Namun, ironisnya belum semua sekolah memberikan rasa aman…

1 hari ago

Fitrah Indonesia dan Urgensi Sekolah Ramah Perbedaan

Di tengah dinamika keragaman Indonesia, konsep sekolah ramah perbedaan menjadi semakin penting untuk dikedepankan guna…

1 hari ago