Selama ini, gempuran kelompok radikal selalu mengklaim Pancasila tidak islami dan dianggap tidak sejalan dengan Islam dibanding khilafah. Anggapan yang semacam ini tentu tidak bisa kita biarkan sebagai kebenaran doktrin teologis terhadap masyarakat. Jadi, Saya rasa penting sekali untuk meninjau nilai-nilai pokok dalam membangun negara di dalam Al-Qur’an. Lalu, kita bangun tolak-ukur penilaian (membandingkan) seberapa islami Pancasila dengan khilafah itu?
Di dalam Al-Qur’an sendiri, tidak ada satu-pun ayat yang menjelaskan perihal “Negara Islam” atau-pun “negara Khilafah”. Al-Qur’an tidak pernah berbicara tentang konsep bernegara, melainkan banyak berbicara tentang nilai etis bernegara. Karena ketika Al-Qur’an berbicara konsep, maka ini sama-halnya akan meruntuhkan kebenaran-Nya yang akan selalu shahih/relevan di setiap zaman.
Kalau kita lihat di dalam Al-Qur’an, hal yang paling pokok-penting dalam membangun sebuah bangsa/negara yang etis. Seyogianya mengacu kepada konteks baldatun tayyibatun (negara yang baik). Orientasinya mengacu terhadap: perilaku kolektif yang bisa terhindar dari konflik pertumpahan darah, terhindar dari permusuhan, menjunjung tinggi perdamaian, kemanusiaan yang adil dan saling mengenal (hidup rukun bersama).
Nilai etis di atas, ada di dalam (Qs. Al-Hujurat:13) “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui Maha Teliti”.
Kalau kita mengacu terhadap ayat di atas, apa yang ditawarkan ideologi khilafah perihal itu? Jika dilihat dari peranannya selama ini, ideologi khilafah bukan membangun pola hubungan yang saling kenal (harmonis) di tengah perbedaan. Melainkan justru memecah-belah, membangun sikap memusuhi dan membawa dampak perpecahan terhadap keragaman. Ideologi khilafah tidak memiliki nilai etis yang mendasari kebenaran etis Al-Qur’an dalam membangun sebuah bangsa yang bermoral itu.
Maka, kalau kita bandingkan dengan nilai Pancasila yang selama ini telah kita jadikan prinsip hidup berbangsa dan bernegara. Jelas, Pancasila memiliki nilai etis yang merangkul perbedaan agama, suku, etnis dan segala perbedaan ke dalam spirit (saling menghargai) di atas persatuan dan kebersamaan. Tidak berpihak dan tidak condong ke dalam identitas mana-pun, karena acuannya adalah keadilan dan kemanusiaan yang tak pilih-kasih semua sama sebagai masyarakat Indonesia.
Dari satu konteks saja, kita bisa melihat perbandingan drastis kadar teologis antara Pancasila dan khilafah itu. Sebab, yang disebut sistem bernegara yang mengacu terhadap nilai Islam itu bukan hanya perkara “nama” yang ber-embel-embel “Negara Islam/Khilafah”. Tetapi nilai-nilai yang mendasari sistem bernegara itu memiliki dasar teologis yang etis di dalamnya seperti yang kita lihat perbandingannya di atas.
Selain itu, Nabi Muhammad SAW di masa membangun kota Madinah. Hal yang paling pokok Beliau jaga adalah melindungi dan membangun sistem bernegara yang jauh dari perilaku yang bisa merusak. Baik merusak tatanan, merusak hubungan sosial dan bahkan merusak kemanusiaan dengan perilaku buruk dan zhalim.
Acuan yang dimiliki tentu berkaitan dengan (Qs. Al-A’raf: 56) “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya”. Secara subtansial, ayat ini memang bersifat penekanan tentang bagaimana sebuah negara/bangsa itu dapat terbentuk dengan mempertimbangkan perilaku yang tidak merusak di muka bumi.
Kalau ayat di atas kita jadikan pembacaan terhadap ideologi khilafah dengan peranannya dalam kehidupan sosial masyarakat. Mereka mudah mengklaim orang lain kafir, sesat/syirik dan dianggap layak untuk dihancurkan. Lalu, segala yang tidak sejalan dengan ideologi mereka itu dianggap keliru dan perlu dibasmi. Sehingga yang terjadi adalah kehancuran akibat konflik di tengah perbedaan.
Lantas, bagaimana dengan Pancasila dalam melihat ayat di atas? Kalau kita renungkan, ideologi bangsa kita sejatinya memiliki semangat yang disebut berbeda-beda tetapi memiliki satu tujuan yang sama. Bagaimana di tengah perbedaan, Pancasila tegak di tengah-tengah sebagai nilai eksklusif dalam menyikapi perbedaan, baik agama, aliran, pikiran atau tradisi/budaya ke dalam wilayah menghargai karena prinsipnya kita saudara dalam se-tanah air.
Dari beberapa perbandingan dalam beberapa konteks Al-Qur’an dalam membicarakan nilai etis membangun bangsa. Saya rasa, dari memaparkan dan tinjauan teologis di atas, kita bisa menilai bahwa Pancasila jauh lebih tampak islami dibanding khilafah. Pancasila memuat unsur-unsur moralitas dalam membangun sebuah negara yang membawa maslahat bagi tatanan dengan mempertimbangkan nilai-nilai etis di atas.
This post was last modified on 8 Juni 2023 1:17 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…