Narasi

Etika Jurnalistik; Mengklarifikasi Sumber Berita dalam Islam

Sumber berita secara umum digunakan untuk menggali kebenaran suatu peristiwa. Sumber berita bisa diambil dari dokumen, catatan, kliping, buku, dan juga saksi mata. Istilah saksi mata digunakan karena jurnalis tidak berada di tempat saat peristiwa tersebut terjadi. Berbeda dengan dokumen atau catatan, saksi mata lebih banyak kekurangannya. Bisa saja terjadi pengakuan yang tidak tepat karena ada kepentingan pribadi atau kelompok pada kejadian tersebut. Oleh karena itu, mengklarifikasi sumber berita menjadi hal yang sangat penting.

Dalam buku Reporting and Writing, Melvin Mencher seperti dikutip Luwi dalam Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar (2005) menyatakan bahwa manusia terkadang kurang dapat dipercaya dan akurat dibandingkan sumber-sumber seperti dokumen, catatan, referensi dsb. Dalam hal ini, wartawan harus benar-benar mencari narasumber atau saksi mata yang layak dan memenuhi syarat bicara. Sebab karakter manusia juga berbeda-beda. Ada yang tidak amanah dan tidak jujur dalam berkata namun ada juga yang sebaliknya. Oleh karena itu, “tebang pilih” dalam dunia jurnalisme diperlukan.

Memvalidasi informasi yang didapat mesti melalui tahapan cross check dan klarifikasi. Dalam islam dikenal dengan istilah tabayyun. Tabayyun berasal dari kata tabayyana, yatabayyanu, tabayyunan yang berarti mencari kejelasan. Imam ath-Thabari memaknainya: “Endapkanlah dulu sampai kalian mengetahui kebenarannya, jangan terburu-buru menerimanya”. Syaikh al-Jazâ`iri mengatakan, artinya, telitilah kembali sebelum kalian berkata, berbuat atau memvonis.

Allah berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. Q.S Al-Hujurat [49] : 6

Meskipun asbab an-nuzul ayat ini menceritakan tentang al-Walid yang datang dengan membawa berita palsu kepada Rasulullah, namun bisa diambil pelajarannya secara umum menggunakan kaidah al-ibrah bi umum al-lafdzi la bi khusus al-sabab. Artinya dapat diambil pelajaran bukan karena khususnya sebab (asbab an-nuzul ayat) tapi karena umumnya lafadz. Dengan demikian, jelas Allah memerintahkan cross check pada setiap peristiwa, informasi, dan berita yang ada.

Dewasa ini, banyak sekali berita-berita fitnah yang tidak sesuai dengan kebenaran dipublikasikan oleh media-media nasional. Media sering kali kehilangan independensinya ketika sudah bersentuhan dengan uang dan kekuasaan. Juga banyak media yang tidak profesional dengan tidak melakukan proses tabayyun terhadap sebuah berita. Sikap tidak bertanggung jawab terhadap sebuah berita yang dipublikasikan juga banyak kita temukan. Padahal bisa jadi dampak dari berita yang dipublikasan cukup siginifikan terhadap kehidupan masyarakat. Media perlu bertanggung jawab apabila berita yang tidak benar karena kelalaian atau hal lainnya dipublikasikan sehingga meresahkan masyarakat.

Konsep tabayyun dalam tradisi keilmuan Islam telah menghasilkan kontribusi besar pada kajian jurnalistik dalam menciptakan inovasi-inovasi yang monumental. Hal ini menunjukan bahwa tabayyun sangat penting bagi umat Islam dalam upaya heuristika dalam berbagai aspek kehidupan. Tabayyun bisa dikatakan berhasil apabila mampu mengungkapkan fakta yang bisa dijamin akurasinya dan analisis yang jernih.

Kejernihan berfikir dalam menghadapi suatu fakta akan membangun kearifan dalam bertindak, termasuk kearifan dalam menyampaikan suatu berita. Kebenaran-kebenaran informasi yang dihasilkan melalu proses yang objektif, diharapkan juga akan membangun sikap menghargai orang lain, yang sama-sama menjunjung tinggi obyektivitas. Pentingnya bagi wartawan melakukan tabayyun antara lain sebagai upaya menghidari kemungkinan terjadinya fitnah yang dapat menyebabkan pencemaran nama baik yang merupakan tindakan pidana.

This post was last modified on 25 September 2020 7:38 AM

Alwi Husein Al-Habib

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

20 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

20 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

20 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

20 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago