Politik itu baik, yang buruk terkadang caranya. Sebab, ada begitu banyak fakta tentang cara “politik kotor” di dalam perhelatan demokrasi kita yang bersifat eksploitatif lalu destruktif. Memanfaatkan suara masyarakat dengan membangun polarisasi antar kelompok/etnis/agama. Lalu, menebar berbagai macam dis-informasi berwatak kebencian, fitnah dan adu-domba, agar masyarakat semakin berjarak, berpecah, serta penuh konflik.
Lantas, bagaimana cara kita agar selamat dari cara politik kotor layaknya polarisasi dan disinformasi di tahun politik itu? Utamanya di sosial media. Tentu, ada beberapa tips di dalam Al-Qur’an yang secara implementasi. Kita akan memiliki cara berpikir logis dan ber-pacu pada nilai maslahat di tengah kejahatan politik yang bisa memecah-belah tatanan di negeri ini.
Di dalam kemutlakan (Qs. al-Qalam:10-1) “Dan Janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang ke sana kemari menghamburkan fitnah”. Di dalam kata “jangan ikuti” pada dasarnya mengacu ke dalam bentuk fungsi: tidak terpengaruh/menghindari siapa-pun itu, entah (elite politik) lalu banyak ber-sumpah dalam kesaksian. Agar masyarakat percaya lalu benci pada kelompok lain (lawan politik) berbasis identitas primordial yang mengikat.
Penekanan Al-Qur’an tidak mengacu ke dalam standar (status) siapa yang mengatakan, entah ulama/ustadz, elite politik atau siapa-pun dalam kepentingan politik. Lalu menghina dengan persaksian (sumpah) yang secara orientasi ingin mencela dan menebar fitnah. Itu merupakan satu prinsip landasan berpikir Al-Qur’an dalam menghindari polarisasi yang semacam itu, di tengah praktik politik kotor menjelang pesta demokrasi.
Selain konteks ayat di atas, Al-Qur’an tidak pernah membenarkan satu aktivitas provokasi pemecah-belah disebut sebagai (persaingan politik). Sebab, itu adalah bentuk dari cara politik kotor yang disebut oleh Al-Qur’an sebagai (orang fasik). Maka, di sinilah pentingnya kita untuk tidak menaruh sebuah kepercayaan atas satu konteks (kepentingan politik) lalu menaruh kebencian/permusuhan atas lawan politik lain.
Paradigma semacam ini, tertuang di dalam kemutlakan potongan ayat (Qs. Al-Hujurat:6) bahwasanya “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu”
Secara implementasi, ini adalah paradigma moderasi umat beriman di dalam melihat sebuah informasi/narasi yang berkaitan dengan kepentingan politik di tahun politik 2024. Moderasi dalam konteks (umat beriman) berarti mengacu ke dalam prinsip beragama untuk tidak mudah menerima informasi/narasi/pandangan politik/argument reputasi baik atas elite politik. Lalu, secara orientasi itu akan menjerumuskan ke dalam pandangan buruk, penuh permusuhan dan membuat kita semakin berjarak dan penuh kebencian atas kelompok lain.
Orang fasik yang dimaksud dalam Al-Qur’an tidak terikat oleh identitas apa-pun. Artinya, bisa berlaku terhadap siapa-pun yang menyampaikan sebuah informasi/narasi. Di dalamnya secara substansi memiliki propaganda agar kita penuh konflik yang mengacu ke dalam bentuk etis (mencelakakan suatu kaum) merupakan satu panduan Al-Qur’an bagi kita untuk waspada, teliti dan menjauhi segala narasi/informasi yang ber-potensi mengacu ke dalam kemudharatan yang disebutkan di atas.
Cara politik kotor sering-kali mengunggulkan dirinya dengan dalih “membawa kebaikan” bagi tatanan bangsa, lalu membawa provokasi lawan politik akan membawa kerusakan bagi bangsa ini. Polarisasi semacam ini sering-kali melahirkan dis-informasi pemecah-belah masyarakat dan perlu ditinggalkan. Sebab, telah begitu banyak manuver politik kampanye yang mengunggulkan pihaknya dengan menjatuhkan pihak lain yang menyebabkan (konflik antar masyarakat) karena menjadi korban politik kotor adu-domba itu.
Maka, di sinilah panduan di dalam Al-Qur’an yang sifatnya (bantahan) atas pola narasi/informasi untuk unggul dengan cara memecah-belah (menjatuhkan) pihak lain. Sebagaimana di dalam (Qs. Al-Baqarah:11-12 “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di muka bumi!” mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan”, Lalu di sinilah letak bantahan-nya “Ingatlah! Sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari”.
This post was last modified on 6 September 2023 1:44 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…