Literatur tentang Pancasila sebagai dasar atau ideologi negara Indonesia sudah sering menjadi makanan sehari-hari pendidikan kita. Semenjak SD, kita disuruh menghafal butir-butir yang ada dalam Pancasila. Saat SMP dan SMA, Pancasila masih melenggang menjadi syarat wajib setiap kali upacara. Entah, saat menjadi mahasiswa, kita mendengarnya hanya sebatas bahan kajian atau sudah menjadikan sebagai konsep diri hingga membentuk identitas sosial yang Pancasilais.
Untuk membendung radikalisme di kampus dengan ideologi Pancasila, sudah selayaknya tidak hanya menjadikan Pancasila sebagai bahan kajian, melainkan dijadikan sebagai konsep diri setiap kampus. Ketika Pancasila dijadikan sebagai konsep diri, ia akan menjadi harga diri. Harga diri ini nantinya akan menciptakan identitas sosial, yang bisa mendorong kita untuk memperoleh harga diri dari relasi dengan orang lain.
Konsep Diri Pancasialis
Kenrick et al. (2002:42) dalam “Pengantar Psikologi Sosial” karya Suryanto, dkk, memandang bahwa konsep diri adalah a mental representation capturing our views and beliefs about ourselves. Berdasarkan pandangan Kenrick tersebut, konsep diri merupakan representasi mental. Dalam proses berpikir seseorang tergambar suatu sifat atau atribut yang menonjol tentang diri. Atribut atau sifat tersebut sebagai perwujudan seseorang sebagai suatu kebanggaan bagi dirinya.
Baca juga : Melahirkan Generasi Cinta Tanah Air, Melalui Gerakan Literasi di Kampus
Apabila Pancasila dijadikan sebagai konsep diri setiap kampus, akan menjadi sebuah keyakinan (belief) tentang atribut yang melekat pada diri. Pancasila dijadikan sebagai suatu hal yang diyakini, setelah individu menyadari dirinya dengan sifat-sifat yang melekat baik melalui pengalaman pribadi, atau interaksi sosial yang dilakukan individu tersebut. Dari pengalaman hingga menjadikan interaksi sosial, akan menimbulkan proses perenungan atas konsep diri yang dimilikinya.
Pancasila sebagai konsep diri tidak sebatas dijadikan kajian di kampus, dan mengadakan agenda yang berbau Pancasila. Lebih dalam daripada hanya sebatas event, Pancasila seharusnya dijadikan sebagai prinsip hidup atau sifat seseorang yang berlandaskan prinsip Pancasila. Apakah bertentangan dengan agama, kalau Pancasila dijadikan sebagai prinsip hidup, kok malah bukan Al-Qur’an dan Hadis?
Nahdlatul Ulama (NU), pernah mendeklarasikan hubungan Islam dan Pancasila pada Musyawarah Nasional (munas) NU pada tahun 1983. Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia bukanlah agama. Pancasila tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Penerimaan an pengalaman Pancasila, pada munas tersebut juga dinyatakan sebagai perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agama.
Sila pertama misalnya, dalam munas NU dijelaskan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar Negara Republik Indonesia yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam. Butir-butir dalam Pancasila juga terkandung dalam Al-Qur’an, misalnya perintah untuk adil, persatuan dan lain sebagainya. Saat ini bagi mereka yang mempermasalahkan hubungan antara Pancasila dan agama, harus kembali memahami butir-butir Pancasila.
Butir-butir Pancasila dijadikan atribut dan sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu di dalam kampus hingga menjadi harga dirinya. Brigham (1991:104) berpendapat bahwa harga diri adalah the evaluative part of the self concept. Orang yang menjadikan Pancasila sebagai konsep diri, akan melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri setelah memahami konsep dirinya. Untuk melakukan evaluasi, orang tersebut harus memiliki standar penilaian yang digunakan sebagai patokan, apakah ia sudah baik atau belum berdasarkan self idealnya.
Ketika konsep diri berdasarkan Pancasila sudah tertanam dalam diri seseorang atau kelompok, ia akan mempunyai identitas sosial. Masing-masing orang akan berusaha untuk meningkatkan rasa percaya diri, yang didasarkan dua komponen, identitas personal dan identitas sosial atau kolektif sesuai dengan keberadaan diri kita. Seseorang atau kelompok akan meningkat percaya dirinya apabila pencapaiannya berhasil melalui keberhasilan diri atau kelompok.
Teori identitas sosial terdapat dua prediksi menurut Suyanto dkk dalam Pengatar Psikologi Sosial (2012). Pertama, ancaman terhadap harga diri seseorang akan menambah kebutuhan favoritisme ingorup. Kedua, ekspresi dari favoritisme ingroup akan menambahkan harga diri seseorang.
Apabila konsep yang berbasis Pancasila diri dimiliki setiap orang atau kelompok hingga memiliki harga diri, ia menjadikan Pancasila bukan sekadar kata sifat. Pancasila dijadikan sebagai kata kerja. Artinya, Pancasila menjadi inspiratif untuk kehidupan sehari-hari. Menjadi insan yang beragama, dan mengamalkan perdamaian, menyukai persatuan daripada keributan antar kelompok. Serta banyak hal lain yang terkandung dalam Pancasila untuk dijadikan sebagai identitas personal hingga menjadi identitas kelompok, hingga menjadikan kelompok tersebut sebagai kelompok yang favorit.
This post was last modified on 14 November 2018 10:46 AM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…
View Comments