Tokoh

Kyoichiro Sugimoto dan Urgensi mencabut Akar Islamuphobia

Islamuphobia/kebencian atas Islam dan umat Islam sejatinya tidak terlepas dari akar yang mendasari hal itu muncul. Dalam konteks yang semacam ini, tampaknya kita perlu belajar dari Kyoichiro Sugimoto.

Kyoichiro Sugimoto adalah seorang mualaf asal Jepang yang berupaya berdakwah. Memperbaiki citra Islam di mata masyarakat Jepang. Sebab, telah begitu banyak media yang menyebarkan pandangan, bahwa Islam itu penuh dengan kezhaliman.

 membuka mata non-muslim di Jepang agar mengubah pemahaman keliru tentang Islam yang selalu dianggap keras dan jahat itu. Tentu, Kebencian terhadap Islam dan Muslim di beberapa negara di dunia itu bukan karena sebab.

Maka, di sinilah pentingnya mencabut akar Islamuphobia itu. Seperti Kyoichiro Sugimoto menampilkan Islam dengan pendekatan-pendekatan yang inklusif, egalitarian dan menekankan aspek cinta-kasih. Bagaimana ajaran Islam dan bagaimana Islam sebagai ajaran bisa diterima sebagai kebenaran Tuhan yang benar-benar membawa rahmat.

Mencerminkan Islam Cinta-Kasih Pasca Ramadhan

Sebagaimana yang Saya sebutkan di atas. Bahwa, gerakan Islamuphobia/kebencian atas Islam itu tidak terlepas dari ulah kelompok radikal-teroris. Maka, pasca Ramadhan ini, kita seharusnya memiliki bekal untuk mencerminkan Islam cinta-kasih.

Utamanya di negeri ini, untuk bisa belajar kepada Kyoichiro Sugimoto. Dengan mencerminkan sikap-sikap ber-Islam yang penuh dengan toleransi, perdamaian, persaudaraan dan penuh cinta-kasih atas sesama di tengah keragaman. Ini adalah cara kita membuka pandangan dunia tentang Islam yang tidak zhalim dan tidak benar mengajarkan keburukan.

Citra Islam menjadi buruk juga tidak terlepas dari perbuatan kita dalam beragama. Seperti sikap intolerant, brutal dan penuh anarkisme. Perilaku-perilaku yang semacam ini harus kita hilangkan saat ini. Tanamkan sublimasi puasa yang kita telah lakukan dengan menampakkan Islam yang penuh cinta kasih.

Cobalah kita sadari, tentu sebagai umat Islam tidak terima. Jika agama kita dipandang sebagai agama pembunuh, agama pembantai, agama zhalim dan agama penghilang nyawa umat manusia. Kita tentu marah jika agama Islam diklaim seperti itu.

Maka, ketidakterimaan itu seharusnya mengacu ke dalam dua sikap. Pertama, memerangi dan memberantas kelomlok radikal-teroris dengan ajarannya yang membuat citra Islam buruk. Kedua, kita menunjukkan (sikap berislam) yang mencerminkan nilai-nilai Islam yang penuh cinta-kasih dan penuh rahmat.

Kita tidak bisa memperbaiki citra Islam dengan melakukan tindakan intoleran atas agama lain. Sebab, perilaku yang semacam itulah yang membuat citra Islam buruk. Maka, dari sinilah alasan penting  Kyoichiro Sugimoto dalam mengubah citra Islam di jepang menjadi baik. Utamanya dalam mengubah pandangan non-muslim Jepang terhadap Islam.

Jika kita tidak bisa berdakwah layaknya Kyoichiro Sugimoto dalam mengubah citra Islam agar lebih baik. Maka, kita cukup menampilkan/mencerminkan ajaran Islam yang penuh cinta-kasih. Pasca Ramadhan ini harus kita jadikan momentum memperbaiki citra Islam yang penuh rahmat.

Kyoichiro Sugimoto adalah mualaf Jepang yang layak untuk kita teladani. Utamanya bagi kita di Indonesia untuk berjuang mengembalikan citra Islam yang penuh rahmat. Yaitu dengan menberantas kelompok radikal-teroris dan mencerminkan citra Islam yang penuh dengan cinta-kasih.

This post was last modified on 27 April 2023 3:15 PM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Euforia Kemerdekaan Rakyat Indonesia Sebagai Resistensi dan Resiliensi Rasa Nasionalisme

Kemerdekaan Indonesia setiap tahun selalu disambut dengan gegap gempita. Berbagai pesta rakyat, lomba tradisional, hingga…

12 jam ago

Pesta Rakyat dan Indonesia Emas 2045 dalam Lensa “Agama Bermaslahat”

Setiap Agustus tiba, kita merayakan Pesta Rakyat. Sebuah ritual tahunan yang ajaibnya mampu membuat kita…

12 jam ago

Bahaya Deepfake dan Ancaman Radikalisme Digital : Belajar dari Kasus Sri Mulyani

Beberapa hari lalu, publik dikejutkan dengan beredarnya video Menteri Keuangan Sri Mulyani yang seolah-olah menyebut…

12 jam ago

Malam Tirakatan 17 Agustus Sebagai Ritus Kebangsaan Berbasis Kearifan Lokal

Momen peringatan Hari Kemerdekaan selalu tidak pernah lepas dari kearifan lokal. Sejumlah daerah di Indonesia…

2 hari ago

Dialog Deliberatif dalam Riuh Pesta Rakyat

Di tengah riuh euforia Kemerdekaan Republik Indonesia, terbentang sebuah panggung kolosal yang tak pernah lekang…

2 hari ago

Pesta Rakyat, Ritual Kebangsaan, dan Merdeka Hakiki

Tujuh Belasan atau Agustusan menjadi istilah yang berdiri sendiri dengan makna yang berbeda dalam konteks…

2 hari ago