Keagamaan

Indikator Takwa sesuai Dalil Al-Qur’an

Puasa merupakan ibadah khusus, yang dengannya, para pelaku puasa akan mendapatkan derajat muttaqin (orang-orang bertakwa). Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).

Meski puasa merupakan ibadah hamba kepada Tuhan namun memiliki dampak sosial yang tinggi. Puasa mengajarkan manusia untuk bisa merasakan haus-dahaganya orang lain yang kekurangan harta. Puasa menjadi madrasah agar anggota tubuh tidak menjadi penyebab kerusakan lingkungan. Begitu seterusnya.

Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menerangkan ketakwaan seseorang kepada Tuhan. Pun demikian, terdapat satu ayat yang paling sering dibaca, bahkan dibahas manakala seseorang telah selesai menjalankan ibadah puasa dan mengadakan kegiatan halal bihalal. Selain perintah untuk bersegera mendapatkan ampunan, ayat ini juga menerangkan indikator takwa seseorang. Allah SWT berfirman:

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran [3]: 133-134).

Dalam ayat ini setidaknya ada 3 (tiga) indikator seorang manusia dikatakan bertakwa. Menariknya, ketiga indikator yang ada erat kaitannya dengan dampak sosial yang lebih baik (hablum minannas). Pertama, orang-orang yang selalu berinfak, baik diwaktu lapang maupun sempit. Infak ataupun sedekah memiliki dampak sosial yang sangat besar. Dengan berinfak, orang lain yang secara ekonomi kurang beruntung akan tetap eksis dalam menjalani kehidupan dengan nyaman. Dengan adanya infak yang cukup dan tepat sasaran, dipastikan tidak ada lagi masyarakat yang tidak bisa memenuhi kebutuhan primer diri dan keluarga.

Ada sederet dalil perintah dan motivasi sehingga manusia gemar berinfak ataupun sedekah. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata; “Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya”, sedangkan yang satunya lagi berkata; “Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil) “. (HR. Bukhari).

Allah SWT mengumpamakan orang bersedekah dengan firman-Nya, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 261).

Begitu penting berinfak meski saat dalam kondisi sempit, hingga Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jagalah diri kalian dari api neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma.” Kemudian beliau berpaling dan menyingkir, kemudian beliau bersabda lagi: “jagalah diri kalian dari neraka”, kemudian beliau berpaling dan menyingkir (tiga kali) hingga kami beranggapan bahwa beliau melihat neraka itu sendiri, selanjutnya beliau bersabda: “Jagalah diri kalian dari neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma, kalaulah tidak bisa, lakukanlah dengan ucapan yang baik.” (HR. Bukhari).

Kedua, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya. Indikator takwa kedua ini merupakan upaya menahan diri untuk tidak memperturutkan angkara murka. Dampaknya bukan saja kesehatan diri akan semakin baik namun juga orang lain akan terasa nyaman. Sebagai makhluk sosial, dipastikan manusia memiliki harapan yang kadang tidak bisa terturuti lantaran terhalang oleh orang lain ataupun makhluk lain. Jika kemurkaan yang dituruti, tentu masalah baru yang lebih besar akan mudah terjadi. Keharmonisan dalam hidup bersama pun akan sulit tercapai. Namun demikian, dengan mengendalikan kemurkaan akan menjadikan permasalahan cepat selesai. Bahkan, bisa jadi kenyamanan-kenyamanan dalam hidup bersama akan semakin dapat dirasakan secara langsung.

Ketiga, orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Indikator ketiga ini sangat jelas berhubungan dengan orang lain. Salah, bahkan salah paham sering kali terjadi antara satu orang dengan yang lainnya. Jika kesalahan ditanggapi dengan kemarahan maka akan timbul masalah yang lebih besar. Namun, jika memaafkan menjadi pilihan, maka masalah akan dapat dengan mudah terselesaikan. Keharmonisan dalam hidup bersama akan dengan mudah tercapai.

Memaafkan bukan perbuatan hati yang mudah dilakukan. Memaafkan membutuhkan ikhtiar yang ekstra. Karena, memaafkan harus mengikhlaskan. Semua sulit dilakukan dan hanya karena bersandar kepada-Nya sifat pemaaf akan dengan mudah dilakukan.

Wallahu a’lam.

This post was last modified on 28 April 2023 4:22 PM

Anton Prasetyo

Pengurus Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

6 jam ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

6 jam ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

6 jam ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

1 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

1 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

1 hari ago