Setiap tanggal 13 Desember bangsa ini memeringati Hari Nusantara. Peringatan yang dikukuhkan melalui Keppres No. 126/2001 ini bertujuan menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar. Penetapan tanggal 13 Desember berkaitan dengan dicetuskannya Deklarasi Djuanda oleh PM Djuanda Kartawidjaja pada tanggal 13 Desember 1957.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa: 1) Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai corak tersendiri; 2) sejak dahulu kepulauan nusantara sudah merupakan satu kesatuan; 3) ketentuan ordonansi 1939 dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia. Maka, deklarasi Djuanda bertujuan mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat; menentukan batas-batas wilayah NKRI sesuai azas negara kepulauan; serta untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselataman NKRI (Eko Sulistyo: 2015)
Deklarasi yang membuat luas wilayah negara kita bertambah 2,5 kali lipat tersebut sebelumnya telah melalui perjuangan yang tak mudah. Setelah puluhan tahun, baru akhirnya kita mendapatkan pengakuan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang pulau-pulaunya dihubungkan oleh laut. Wilayah laut kita baru diakui secara internasinal pada Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982. Di sini, Hari Nusantara diperingati untuk mengenang keberhasilan tersebut (Silvana Taemon: 2017).
Secara historis, deklarasi Djuanda bisa dilihat sebagai satu tonggak sejarah dimulainya perjuangan bangsa Indonesia sebagai bangsa kepulauan terbesar di dunia. Maka, Hari Nusantara mengajak kita menyadari betapa pentingnya menjaga pertahanan wilayah, termasuk wilayah lautan nusantara yang amat luas. Diharapkan, kita bisa membangun sistem pertahanan yang kuat, sehingga dapat mempertahankan kedaulatan wilayah dan menjaga keutuhan wilayah NKRI. Setiap jengkal tanah dan laut Nusantara mesti dijaga demi kedaulatan kita sebagai negara kepulauan. Semua kekayaan alam yang terhampar di dalamnya mesti dijaga dari ancaman-ancaman yang datang dari luar, demi mempertahankan dan memenuhi kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia.
Baca Juga : Pancasila: Pilar Ideologi Inklusif dan Wawasan Nusantara
Tak berhenti sampai di sana, ancaman kedaulatan tak sekadar berupa ancaman fisik. Lebih jauh, bangsa ini juga sedang menghadapi ancaman non-fisik berupa ancaman ideologi. Di antaranya tergambar dari berkembangnya paham radikalisme-terorisme atau ideologi-ideologi lainnya yang tak sesuai dengan ideologi Pancasila. Ancaman non-fisik tersebut juga mesti diwaspadai demi menjaga tegaknya kedaulatan bangsa ini secara ideologis. Sebab, Pancasila sebagai ideologi negara di antaranya berfungsi sebagai pemersatu bangsa. Jika Pancasila tak dijaga, dalam arti nilai-nilainya diperkuat di masyarakat, maka kedaulatan negara akan terancam dan bisa membuat kita terpecah belah.
Di sinilah, momentum Hari Nusantara diharapkan tak sekadar dimaknai sebagai saat untuk menguatkan kedaulatan wilayah Nusantara secara fisik, namun juga penting dijadikan momentum untuk menguatkan ideologi bangsa lewat penguatan wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa, dan wilayah NKRI yang meliputi darat, laut, dan udara sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan. Wawasan Nusantara dikembangkan berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara Indonesia. Cara pandang ini penting untuk selalu ditanamkan dan diperkuat, demi menjaga bangsa Indonesia dari ancaman penyebaran paham-paham yang tak sesuai dengan Pancasila.
Laut dan Pancasila
Hari Nusantara membawa imajinasi kita pada luasnya wilayah Indonesia, terutama wilayah lautan yang terbentang luas. Jutaan masyarakat Indonesia hidup mendiami ribuan pulau, yang antara satu pulau dengan pulau lain dipisahkan oleh lautan. Di sinilah, Hari Nusantara mengajak kita untuk mengubah pandangan bahwa laut adalah pemisah kita. Deklarasi Djuanda secara historis menjadi tonggak perjuangan kita sebagai bangsa kepulauan, di mana antara satu pulau dan pulau yang lain dihubungkan oleh laut. Maka, laut tak lagi dimaknai sebagai pemisah, melainkan pemersatu.
Lautan Indonesia mesti dipandang sebagai pemersatu antarpulau dalam wilayah Indonesia. Dalam pidato resminya pada peringatan Hari Nusantara 2010, Wapres saat itu, Bediono mengatakan, “Laut bagi kita bukanlah pemisah wilayah. Perairan antarpulau justru menjadi pemersatu Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku yang mendiami lebih dari 17.000 pulau-pulau besar dan kecil di Nusantara”. Dengan menyeberangi lautan, bangsa kita saling mengenal. Dengan mengarungi lautan, bangsa kita membangun persaudaraan sehingga menguatkan ikatan kebangsaan.
Cara pandang laut sebagai pemersatu tersebut selaras dengan semangat Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara kita. Jika wilayah Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang disatukan oleh lautan, segala kemajumukan dan perbedaan di antara bangsa Indonesia disatukan oleh Pancasila.
Pancasila ibarat lautan yang menyatukan kita. Nilai-nilainya merupakan titik temu yang bisa diterima seluruh kelompok masyarakat Indonesia. Pancasila juga ibarat lautan yang menyediakan kebutuhan bangsa Indonesia agar sejahtera. Jika nilai-nilainya dijalankan dengan baik, niscaya akan membawa bangsa ini menuju kemakmuran.
Pancasila juga ibarat samudera yang menampung segala yang masuk ke dalamnya, namun itu semua tak pernah sanggup mengubah dirinya. Masyarakat yang memegang teguh Pancasila akan bersikap ramah dan terbuka, namun punya karakter yang khas, toleran, dan tak mudah dipecah belah. Pancasila juga seperti lautan yang mendamaikan kita. Di dalamnya, terkandung semangat kemanusiaan dan kebangsaan pencipta keharmonisan antarwarga bangsa.
Hari Nusantara mengajak kita menguatkan kedaulatan wilayah, menjaga dan memaksimalkan lautan kita yang luas terhampar. Melalui hamparan lautan tersebutlah, kita bisa merenungi dan melihat gambaran sifat-sifat Pancasila, yang kuat, mendalam, luas, terbuka, menghidupi, sekaligus menyatukan, dan mendamaikan. Mari jaga lautan kita. Mari jaga Pancasila sebagai ideologi bangsa. Selamat Hari Nusantara!
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments