Keagamaan

Melawan Doktrin Intoleransi

Sejumlah kelompok intoleran yang melakukan aksi kekerasan dengan mengatasnamakan agama semakin meresahkan masyarakat. Di satu sisi, kelompok intoleran ingin mencegah kemungkaran (berdasar versi mereka). Namun sayangnya, mereka justru melakukan aksi kekerasan. Bahkan, aparat pun harus turun tangan demi menjaga keamanan. Keamanan dan kenyamanan pun tercederai oleh sikap intoleransi yang semakin menjadi-jadi. Padahal, intoleransi merupakan komponen yang sangat berdaya dalam merongrong persatuan di tengah kemajemukan Indonesia.

Islam merupakan agama yang menjamin rasa aman. Bahkan, Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.’ Para sahabat bertanya, ‘Siapa wahai Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘Yang tidak memberi rasa aman tetangganya dari gangguannya” (H.R. Bukhari).

Seyogianya, value toleransi-lah yang dipegang kuat oleh muslim sehingga tercipta keamanan. Perlu diwaspadai, intoleransi yang menjangkiti ormas Islam dapat merusak citra Islam yang damai dan harmonis. Sebab sangat bisa jadi, intoleransi merupakan bagian dari strategi proxy war (perang proksi). Apabila intoleransi sudah semakin kronis, maka persatuan dan kesatuan pun rapuh. Dengan begitu, penjajahan modern pun dapat dilakukan. Dan, ini merupakan bahaya besar bagi negara.

Dalam iklim intoleransi yang semakin pekat, Indonesia mendapat ancaman perang proksi dari berbagai sudut. Bahkan sejak Indonesia merdeka, ancaman perang proksi tanpa senjata berbiaya murah merupakan ancamam halus yang sepintas tak tampak. Oleh karena itu, Soekarno sebagai Bapak Bangsa mewaspadai  gelagat ancaman perang yang bakal merongrong meski Indonesia telah merdeka dengan menghidupkan toleransi dan keharmonisan. Indonesia, negeri yang berada di lintasan garis khatulistiwa ini memang menggiurkan bagi negara bermental penjajah.

Ancaman serangan proksi yang mengusung paham intoleransi harus diwaspadai dengan sungguh-sungguh. Terlebih, intoleransi yang banyak digaungkan justru memberikan pemahaman yang tidak fair mengenai cara ber-Islam. Kelompok intoleran bahkan menanamkan pemahaman bahwa jihad dan beramar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan dengan tangan (mengandalkan kekuatan fisik). Kelompok intoleran juga menutupi pemahaman bahwa bermuamalah dengan orang lain harus dilakukan dengan cara yang lemah-lembut.

Intoleransi sebagai bagian ‘proxy war’harus dilawan dengan ketegaran sikap toleransi dalam menyikapi berbagai perbedaan.

Dalam menyebar paham intoleransi, kelompok tertentu menampilkan wajah Islam yang pro terhadap kekerasan. Padahal, Rasulullah SAW menyampaikan dakwah dengan lemah lembut. Beliau pun menganjurkan pada umatnya untuk berdakwah dengan cara yang ma’ruf. Dalam berdakwah, Rasulullah SAW juga mengedepankan sikap memaafkan dan toleransi. Toleransi ialah sikap mengayomi orang-orang yang berbeda keyakinan dan pandangan tanpa menebar permusuhan.

Sebagai figur yang memiliki kedudukan tinggi, Nabi Muhammad SAW tidak memanfaatkan kedudukannya untuk bersikap kasar, keras, dan sewenang-wenang.  Nabi Muhammad SAW mengedepankan sikap toleransi. Sikap toleransi beliau curahkan dengan memaafkan kejahatan dan aksi kekerasan yang menentang dakwah. Rasullah SAW bahkan mendoakan kaum yang bersikap kasar. Bahkan, terhadap para musuh yang hendak membunuh Nabi Muhammad SAW, beliau bersikap menahan diri dan memaafkan.

Sikap toleransi Rasulullah SAW terlihat dalam catatan sejarah, tepat pada peristiwa penaklukkan Kota Makkah (Fathu Makkah). Meski sebelum Fathu Makkah umat Islam sering mendapat penindasan dan siksaan, Rasulullah SAW justru memberikan sikap toleransi dan pemaafan. Begitulah, Rasulullah SAW merupakan sosok yang senantiasa mengedepankan sikap toleransi.

Sepantasnya, umat Islam meneladani sikap toleransi yang telah diwariskan  para nabi. Intoleransi merupakan sikap yang dapat menimbulkan kekacauan dan melukai rasa aman. Mudah menyalahkan, menghakimi dengan kekerasan fisik, dan mengganggap diri sendiri paling benar merupakan akar dari sikap yang tidak dewasa. Doktrin intoleransi yang bermunculan harus diwaspadai. Islam yang rahmatan lil ‘alamin semestinya menjadi the way of life bagi umat Islam. Jangan sampai, doktrin intoleransi semakin menyebar dan mengancam keharmonisan bangsa.

Melawan doktrin intoleransi dapat dilakukan melalui penguatan doktrin toleransi secara kolektif dan massal.  Intoleransi harus mendapat perhatian serius dari semua pihak. Selain memerlukan ketegasan dari pemerintah, sikap toleransi harus dipastikan terpupuk pada anak sejak usia dini. Sejak usia dini, anak-anak perlu dikenalkan dengan keteladanan toleransi para nabi. Harapannya, generasi Indonesia akan terhindar dari doktrin intoleransi yang dapat merusak keharmonisan dalam kemajemukan.

Nurul Lathiffah

Konsultan Psikologi pada Lembaga Pendidikan dan Psikologi Terapan (LPPT) Persona, Yogyakarta.

Recent Posts

Agama Cinta Sebagai Energi Kebangsaan Menjinakkan Intoleransi

Segala tindakan yang membuat kerusakan adalah tidak dibenarkan dan bukan ajaran agama manapun. Kita hidup…

2 minggu ago

Bagaimana Menjalin Hubungan Antar-Agama dalam Konteks Negara-Bangsa? Belajar dari Rasulullah Sewaktu di Madinah

Ketika wacana hubungan antar-agama kembali menghangat, utamanya di tengah menguatnya tuduhan sinkretisme yang dialamatkan pada…

2 minggu ago

Menggagas Konsep Beragama yang Inklusif di Indonesia

Dalam kehidupan beragama di Indonesia, terdapat banyak perbedaan yang seringkali menimbulkan gesekan dan perdebatan, khususnya…

2 minggu ago

Islam Kasih dan Pluralitas Agama dalam Republik

Islam, sejak wahyu pertamanya turun, telah menegaskan dirinya sebagai agama kasih, agama yang menempatkan cinta,…

2 minggu ago

Natal sebagai Manifestasi Kasih Sayang dan Kedamaian

Sifat Rahman dan Rahim, dua sifat Allah yang begitu mendalam dan luas, mengandung makna kasih…

2 minggu ago

Ketika Umat Muslim Ikut Mensukseskan Perayaan Natal, Salahkah?

Setiap memasuki bulan Desember, ruang publik Indonesia selalu diselimuti perdebatan klasik tak berujung: bolehkah umat…

2 minggu ago