Keagamaan

Memahami Logika Al-Quran dalam Memaknai Kebhinekaan

Toleransi menjadi syarat mutlak untuk harmoni hubungan masyarakat di negara yang majemuk seperti Indonesia dengan perbedaan agama, suku, etnis dan budaya. Penghayatan akan pentingnya mengedepankan sikap toleransi akan berjalan baik kalau masyarakat Indonesia memahami ajaran agamanya secara baik dan benar.

Misalnya, ajaran Islam memandang kemajemukan tersebut sebagai fitrah kehidupan yang berdasar dari al Qur’an surat Al Hujurat ayat 13. Ayat ini terang menjelaskan bagaimana manusia diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian berkembang menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Perbedaan-perbedaan kemudian menjadi warna kehidupan manusia sebagai fitrah perjalanan kehidupan manusia.

Tetapi, tak sedikit manusia yang pikirannya terkooptasi oleh syahwat ke aku an, lebih-lebih dalam ranah kehidupan beragama dengan vonis kebenaran hanya milik kita dan yang lain tidak benar, alias sesat. Padahal, hal itu merupakan doktrin ilegal yang agama manapun tidak merekomendasikannya. Pemeluk suatu agama hanya berkewajiban mengimani secara totalitas kebenaran agama yang diimani, namun juga tidak menutup diri untuk menghargai kebenaran dalam keyakinan orang lain.

Sehingga di dalam al Qur’an surat Yunus ayat 99 Allah berpesan kepada Nabi Muhammad: “Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya beriman seluruh manusia di muka bumi. Maka, apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”.

Setelah Allah mendeklarasikan agama Islam yang diembankan kepada Nabi Muhammad sebagai agama terakhir dan agama paling benar, tetapi kebenaran itu tidak boleh dipaksakan, apalagi dengan cara-cara kekerasan yang tidak memanusiakan manusia. Patokan terakhir seseorang menerima atau tidak ajaran Islam adalah hidayah Allah. Nabi sendiri dan semua umat Islam hanya memiliki kewajiban menyampaikan kebenaran tersebut secara baik.

Sampai di sini menjadi semakin jelas, moderasi beragama bukan sekadar konsep dari inisiatif pikiran manusia, namun merupakan tafsir yang sangat terang dari dalil agama khususnya dalam agama Islam. Di Indonesia sejatinya moderasi beragama berjalan baik sebab mayoritas masyarakat Indonesia pemeluk agama Islam.

Alih-alih umat mayoritas seharusnya mengedepankan harmoni hubungan masyarakat dengan mengedepankan sikap moderat, justru di antara umat Islam sendiri ada yang menampilkan corak beragama radikal negatif yang kita kenal dengan radikalisme dalam beragama dengan terorisme sebagai hulunya.

Suatu pola beragama yang menihilkan sikap “moderat” yang diajarkan dalam agama Islam. Dalam Islam kata moderat berasal dari kata “wasath”, artinya posisi tengahan antara dua hal yang saling berlawanan. Makna lainnya adalah sesuatu yang baik dan terpuji sesuai dengan objeknya.

Ummatan wasathan, gelar yang diberikan oleh Al Qur’an kepada umat Islam dalam surat al Baqarah ayat 143 merupak gelar umat terbaik, yakni umat yang posisinya di tengah, tidak liberal dan tidak pula ekstrem. Tegas kata, umat Islam harus tampil menjadi suri tauladan bagi semua manusia. Menteladankan menyampaikan kebenaran secara baik, menyikapi perbedaan secara bijak, dan akhlak terpuji.

Sehingga, tepat dan benar kalau dikatakan bahwa moderasi merupakan inti dari ajaran Islam. Umat Islam sejatinya menjadi teladan terbaik menjaga keseimbangan sehingga tercipta harmoni hubungan yang menjadi cita-cita semua manusia. Hal ini karena Islam adalah agama yang tidak hanya menyuruh umatnya untuk beribadah kepada Allah semata, tetapi juga mewajibkan harmoni hubungan dalam segala aspek kehidupan manusia.

Islam yang bersifat universal, menuntut aktualisasi nilai-nilai keislaman dalam tatanan kehidupan manusia supaya tetap indah dan berjalan alamiah. Hakikat Islam yang sebenarnya merupakan rahmat untuk semesta alam. Satu sisi ia hadir sebagai kebenaran final, namun tidak pernah melupakan sisi lain yaitu kemanusiaan.

Kesimpulannya, moderasi beragama merupakan inti dari ajaran Islam. Ia merupakan implementasi dari universalitas ajaran Islam yang masyhur dengan sebutan “Islam rahmatan lil alamin”. Melarang umatnya murtad dari Islam, tetapi juga harus menghargai fitrah perbedaan dalam kehidupan. Fleksibilitas ajaran Islam semata ditujukan supaya terjadi harmoni hubungan masyarakat, tidak untuk mengurangi kadar keimanan.

Faizatul Ummah

Recent Posts

Makna Jumat Agung dan Relevansinya dalam Mengakhiri Penjajahan di Palestina

Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…

21 jam ago

Jumat Agung dan Harapan bagi Dunia yang Terluka

Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…

21 jam ago

Refleksi Jumat Agung : Derita Palestina yang Melahirkan Harapan

Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…

21 jam ago

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

2 hari ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

2 hari ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

2 hari ago