Kita tentu tidak asing dengan istilah dar al-Islam, untuk siapakah sebenarnya predikat itu ditujukan dan dalam konteks bagaimana? Karena slogan ini sering digunakan oleh kelompok radikalisme dan terorisme dalam menyampaikan ajaran dan narasi propagandanya. Karena sekarang ini, kita harus mewaspadai maraknya berita hoax, yang di dalamnya terbungkus agenda radikalisme. Seperti sering kita lihat, dengan jargon khilafah, berita palsu, saling menghasut dan mencoba melemparkan isu kebencian terhadap negara. Itu semua merupakan embrio atau benih radikalisme yang harus kita antisipasi.
Apabila ditelan mentah-mentah dar al-Islam memang artinya negara Islam. Narasi itulah yang mereka bangun untuk mengelabuhi imajinasi publik, seolah slogan di atas benar dan menjadi alat legitimasi dalam merongrong dan melawan negara.
Tetapi jika kita telisik lebih dalam dar al-Islam yang lawannya adalah dar al-Harb (negeri perang atau kawasan peperangan), maka dar al-Islam lebih tepat diartikan sebagai negeri damai, atau kawasan damai. Ini tentu dengan logika bahwa jika negeri Islam tentu harus damai, lebih-lebih secara etimologis dan semantis perkataan “islam” dan ‘salam” adalah satu dan sama.
Berkenaan dengan istilah dar al-Islam dan dar al-Harb memang tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Tetapi istilah yang mirip dengan dar al-Islam itu ialah dar al-salam, yang bermakna negeri damai. Dalam makna seperti itu, maka dar al-salam sama artinya dengan al-balad al-amin yang merupakan nama lain untuk kota Makkah, juga sama artinya dengan Yerussalem. Kesemuanya mengacu kawasan dan cita-cita perdamaian, dari situ dapat dipandang bahwa ungkapan itu merupakan simbolisasi tentang pola kehidupan masyarakat yang diidamkan, yaitu masyarakat yang aman, tentram dan dan damai penuh keharmonisan.
Kalau kita kontekstualisasikan lebih dalam, Indonesia juga merupakan negara damai (dar al-salam), karena kita semua hidup dalam alam perdamaian, bukan kondisi perang. Di Indonesia kita juga hidup saling menghormati dan damai dengan Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila, maka tidak ada dasar bagi kelompok terorisme untuk menjadikan negara Indonesia menjadi negara kawasan perang.
Dari sudut etimologi sudah jelas bahwa dar al-salam sangat kuat bersangkutan dengan ajaran tentang Islam. Sebagai mashdar (kata benda abstrak) dari kata kerja aslama, perkataan islam memiliki arti ‘mencari salam’, yakni ‘kedamaian’, ‘berdamai’ dan semua itu juga menghasilkan pengertian tunduk, menyerah dan pasrah, secara tulus hanya kepada Allah.
Sejalan dengan itu semua , istilah dar al-salam dalam al-Qur’an bisa kita jumpai sebagai berikut: dalam surat al-An’am/ 6:125-127). Ayat ini menjelaskan tentang kehidupan surga, yaitu kehidupan yang penuh bahagia di sisi Allah.
Juga terdapat dalam al-Qur’an surat al-Waqi’ah/ 56: 25-26. Yang intinya bahwa kehidupan surgawi itu tidak ada ucapan kotor, melainkan salam-salam atau damai-damai.
Terdapat juga dalam al-Baqarah/2:208. Di sini diterangkan bahwa agar kaum beriman masuk ke dalam perdamaian secara menyeluruh, tidak setengah-setengah, dan jangan sampai mereka mengikuti jejak setan untuk menumbuhkan rasa permusuhan antara sesama manusia, karena kita tahu bahwa setan merupakan musuh yang nyata bagi manusia.
Begitu juga dalam surat Muhammad/47: 35. Kandungan ayatnya ialah, karena Allah mengajak kepada perdamaian, maka semua orang yang menerima ajaran-Nya, yaitu kaum beriman, harus mengajak kepada perdamaian. Sehingga secara khusus dipesankan agar mereka yang berjuang untuk perdamaian itu tidak merasa hina atau rendah diri.
Juga terdapat dalam al-Anfal/8: 61 yang kandunganya sebagai berikut; ajaran peramaian juga sangat kuat, termasuk kepada pihak yang saling bermusuhan, tetapi jika musuh mengajak berdamai, maka Nabi diperintahkan untuk menerima ajakan damai itu. Tetapi jika ajakan damai itu menipu, maka bagi Nabi (kaum beriman) cukuplah bersandar kepada Allah.
Ada hadis Nabi juga yang berbunyi sebagai berikut;
Nabi saw bersabda; “seorang muslim ialah yang orang-orang muslim lainnya selamat dari lidah dan tangannya, dan Islam yang paling utama ialah, engkau memberi makan dan mengucapkan salam kepada yang kau kenal dan tidak kau kenal”.
Itu semua sudah dicontohkan oleh Nabi, salah satunya ketika Nabi sukses menjalankan misi fath Makkah, maka Nabi mengampuni begitu saja dan memberi penghormatan yang layak kepada musuhnya yaitu Abu Sufyan.
Dari pemaparan di atas jelas bahwa narasi dar al-Islam itu memiliki makna yaitu dar al-salam, yakni negeri yang damai, termasuk Indonesia ini. Begitulah kesejatian Islam, yakni ajaran penuh kesejukan, cinta perdamaian terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan. Maka kita semua dituntut untuk beragama secara mendalam dan kritis, sehingga tidak mudah terkecoh dengan narasi propaganda kelompok radikal-terorisme yang sudah membanjiri dunia maya kita. Mari kita cerdas di dunia maya, dengan mengedepankan rasionalitas dan ketajaman berpikir. Semoga kita semua bisa menjaga kebhinnekaan dan persatuan bangsa, untuk menopang tegaknya NKRI. Wallahu a’lam
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…