Narasi

Membumikan Nilai Agama Sebagai Rahmat bagi Semua Bangsa

Di era perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang semakin pesat ini, berbagai bentuk radikalisme, termasuk radikalisme berkedok agama malah justru terus berlangsung. Bahkan, dengan menggunakan cara-cara yang canggih pula. Buktinya, belakangan ini berita-berita tentang radikalisme selalu memenuhi pemberitaan baik media cetak maupun elektronik. Bahkan, pelaku dan korbannya pun sudah masuk ke kalangan anak di bawah umur. Kaum millenial yang lekat dengan media digital kerap menyebarkan konten-konten radikalisme di media sosial (medsos) yang seringkali menyerempet SARA. Padahal agama Islam tak mengajarkan hal demikian.

Patut dipahami bahwa agenda besar kehidupan berbangsa dan bernegara ini ialah menjaga kedamaian, persatuan, dan kesatuan bangsa serta membangun kesejahteraan bagi seluruh rakyat tanpa adanya radikalisme. Cukup berat memang mewujudkan agenda suci nan mulia ini. Mengingat masih ada residu persoalan, seperti maraknya kasus radikalisme dan konflik antar umat beragama. Agama yang sejatinya membawa arus kedamaian dan solidaritas sesama, malah justru dimaknai keliru oleh segelintir oknum yang ingin memecah belah umat, demi kepentingan individu ataupun golongannya.

Kerinduan untuk hidup damai dan mencegah berbagai tindak radikalisme bisa menjadi tali pengikat persaudaraan yang kuat dan kokoh guna membangun peradaban umat. Segala bentuk radikalisme baik berupa kekerasan verbal, psikis, maupun fisik harus kita hindari dan cegah.

Bukankah dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim berbunyi “Bahwa seorang muslim yang paling utama adalah seorang muslim yang dapat menjaga lisan dan tanganya”.

Hadits tersebut dapat dipakai sebagai cerminan hidup untuk selalu berhati-hati dalam bertutur kata dan bertindak. Kasus kekerasan baik lisan (verbal) berupa bullying, ejekan, ujaran kebencian, fitnah, dan adu mulut harus kita hindari dalam pergaulan sehari-hari baik di dunia nyata maupun maya (medsos). Begitu pun dengan kekerasan fisik seperti memukul, melukai, dan membunuh harus dicegah. Apalagi, radikalisme atau kekerasan berkedok agama, sudah seharusnya kita bumihanguskan baik di dunia nyata maupun di ruang-ruang virtual.

Baca juga : Karena Kau Manusia, Sayangi Manusia

Perlu diwaspadai, menjelang Pilpres dan Pileg 2019 kran berbagai bentuk radikalisme berpotensi kian terbuka lebar. Persoalannya ambisi politik yang berlebihan seringkali menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan politik. Di tahun politik ini kerap muncul berbagai bentuk ujaran kebencian, persekusi, dan radikalisme berkedok agama guna mendulang suara atau menggerus suara lawan politiknya. Machiavelisme menumbalkan moralitas publik dan mencoreng etika politik yang selaras dengan nilai-nilai luhur agama.

Jangan sampai ada oknum bakal calon yang menjadikan agama sebagai alat provokasi untuk melancarkan berbagai aksi radikalisme. Kita harus bumikan politik akal sehat dan hati jernih. Kita gemakan bahwa setiap agama mengajarkan nilai-nilai kedamaian tanpa kekerasan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam etika berpolitik harus kita junjung nilai-nilai agama yang rahmat bagi semesta alam. Kita juga bisa meneladani etika politik yang ditampilkan pada kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di Periode Madinah yang mana ukhuwah Islamiah, musyawarah, dan ta’awun atau saling tolong menolong dalam kebaikan, serta keadilan menjadi basis utama dalam berpolitik.

Oleh karena itu, marilah kita jadikan kebhinekaan sebagai jalan untuk merajut kerukunan tanpa adanya kekerasan dalam bentuk apapun. Semakin tinggi keimanan seseorang kepada Allah SWT, maka seharusnya semakin menghargai dan menghormati orang lain. Mengingat akhlak yang baik merupakan cermin dari kehormatan, ketinggian, dan kemuliaan seseorang, bukan pangkat, harta, dan  jabatan. Karena kedamaian ialah esensi dari ajaran agama Islam itu sendiri.

This post was last modified on 26 Desember 2018 6:01 PM

Suwanto

Penulis merupakan Peneliti Multiple-Representation Learning di PPs Pend.Kimia UNY, Interdisciplinary Islamic Studies di Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, dan Culture Studies di UGM

View Comments

Recent Posts

Masjid Rasa Kelenteng; Akulturasi Arsitektural Islam dan Tionghoa

Menarik untuk mengamati fenomena keberadaan masjid yang desain arsitekturnya mirip atau malah sama dengan kelenteng.…

2 bulan ago

Jatuh Bangun Konghucu Meraih Pengakuan

Hari Raya Imlek menjadi momentum untuk mendefinisikan kembali relasi harmonis antara umat Muslim dengan masyarakat…

2 bulan ago

Peran yang Tersisihkan : Kontribusi dan Peminggiran Etnis Tionghoa dalam Sejarah

Siapapun sepakat bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia tidak didominasi oleh satu kelompok berdasarkan…

2 bulan ago

Yang Diskriminatif adalah yang Jahiliyah

Islam melarang sikap diskriminasi, hal ini tercermin dalam firman Allah pada ayat ke-13 surat al-Hujurat:…

2 bulan ago

Memahami Makna QS. Al-Hujurat [49] 13, Menghilangkan Pola Pikir Sektarian dalam Kehidupan Berbangsa

Keberagaman merupakan salah satu realitas paling mendasar dalam kehidupan manusia. Allah SWT dengan tegas menyatakan…

2 bulan ago

Ketahanan Pangan dan Ketahanan Ideologi : Pilar Mereduksi Ekstremisme Kekerasan

Dalam visi Presiden Prabowo, ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas utama untuk mewujudkan kemandirian bangsa.…

2 bulan ago