Narasi

Memerangi Propaganda Viral Radikal

Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran media sosial bak pisau bermata dua. Di satu sisi, media sosial mampu menjangkau beragam berita dan informasi di berbagai belahan dunia. Dengan hitungan detik, informasi sudah berada di genggaman. Namun di sisi lain, media sosial mampu mengintimidasi, dan menjadi alat propaganda hanya untuk kebutuhan sesaat. Imbasnya, masyarakat yang tidak melek literasi informasi dengan baik sering terbius dan terhanyut oleh propaganda sesat. Bahkan, masyarakat tanpa sadar menyalahgunakan media untuk saling membenci, olok-olok, dan permusuhan. Alhasil, beragam perilaku menyimpang seperti ajaran radikal sering kali didapatkan.

Aksi inilah yang mungkin terjadi di Cikokol Tangerang Banten. Remaja dengan sadis menyerang polisi hanya gara-gara mempertahankan penempelan sticker. Konon, remaja yang masih berusia 22 tahun tersebut telah di cuci otaknya oleh jaringan radikal, yaitu ISIS. Boleh jadi, apa yang terjadi di Tangerang tersebut hanya satu dari sekian banyaknya aksi radikal yang belum tersentuh. Bisa saja ada kekuatan lebih besar yang siap mempengaruhi anak-anak bangsa yang masih labil.

Lagi-lagi, kita harus berhadapan dengan beragam aksi radikal yang terjadi di negeri ini. Beragam propaganda yang tersebar di dunia maya harus dituntaskan dan diperangi secara masif. Percaya atau tidak, model propaganda seperti ini akan terus berevolusi seiring dengan perkembangan zaman. Semakin mudah dilacak, maka mereka akan semakin mencari cara untuk menyiasati agar propaganda dan ajaran radikalnya dapat diterima.

Dalam kaitan dengan ini, ada beberapa hal evolusi propaganda. Pertama, propaganda dilakukan dengan ruang-ruang terbuka atas nama agama. Model ini biasanya dilakukan ketika ada situasi dimana negara belum mampu menyelesaikan beragam persoalan yang ada kaitannya dengan agama. Ketika itu, mereka hadir untuk melegitimasi peran negara. Artinya, ketika ada gerakan yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran mereka, kelompok radikal mengajak masyarakat untuk bergabung dan bersatu padu melawan negara.

Kedua, propaganda dilakukan di ruang-ruang tertutup. Artinya, mereka tidak melakukan propaganda di ruang-ruang terbuka. Biasanya propaganda seperti ini masif dilakukan di media sosial. Contoh yang paling faktual adalah ISIS. Konon, ISIS memiliki lebih dari 80 ribu laman sebagai alat propaganda guna menarik dukungan dunia. Propaganda tertutup dilakukan karena telah terjadi penyempitan ruang oleh publik dan pemerintah. Pada akhirnya, mereka memilih jalan lain yaitu propaganda tertutup.

Merujuk pada apa yang dikemukakan oleh Arindra Khrisna (Kompas, 2016) dalam artikelnya berjudul Kontra Propaganda Radikalisme di Media Sosial, terdapat tiga jenis propaganda, yaitu propaganda putih, abu-abu, dan hitam. Propaganda putih biasanya dilakukan demi kepentingan politik tertentu. Propaganda abu-abu bisasnya dilakukan dengan tertutup. Sedangkan propaganda hitam merupakan kegiatan yang menyebarkan informasi sesat, tujuannya untuk menghancurkan lawan.

Dalam konteks propaganda digital, bisa saja propaganda hitam acap kali dilakukan untuk menghancurkan negara dan ideologi negara. Propaganda hitam dilakukan untuk mengadu domba rakyat dan negara. Beragam isu sensitif dan fitnah dilakukan untuk meningkatkan tensi perpecahanan. Akibatnya, negara dan rakyat saling curiga apabila tidak dikendalikan dengan baik.

Karena itulah, beragam propaganda yang berpotensi menghancurkan keutuhan bangsa harus diperangi. Strategi dan formasi untuk melawan propaganda di media sosial harus digalakkan guna menekan ajaran-ajaran dan hasutan yang menyimpang. Maka, peran media menjadi sangat penting untuk memerangi propaganda di media. Media yang legal dan berpengaruh harus mampu memberikan informasi yang baik kepada masyarakat.

Di samping itu, laman dan media dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan lebih aktif memberikan dakwah. Organisasi seperti NU, Muhammadiyah harus mengoptimalkan peran media dalam berdakwah. Cara-cara ini harus terus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan.

Aminuddin

Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan aktif menulis di berbagai media massa lokal dan nasional

Recent Posts

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

13 jam ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

13 jam ago

Menghapus Dosa Pendidikan ala Pesantren

Di lembaga pendidikan pesantren, tanggung-jawab seorang Ustadz/Kiai tidak sekadar memberi ilmu kepada santri. Karena kiai/guru/ustadz…

13 jam ago

Sekolah Damai BNPT : Memutus Mata Rantai Radikalisme Sejak Dini

Bahaya intoleransi, perundungan, dan kekerasan bukan lagi hanya mengancam keamanan fisik, tetapi juga mengakibatkan konsekuensi…

2 hari ago

Dari Papan Kapur sampai Layar Sentuh: Mengurai Materialitas Intoleransi

Perubahan faktor-faktor material dalam dunia pendidikan merefleksikan pergeseran ruang-ruang temu dan arena toleransi masyarakat. Jarang…

2 hari ago

Pengajaran Agama yang Inklusif sebagai Konstruksi Sekolah Damai

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Duta Damai BNPT telah berinisiasi untuk membangun Sekolah…

2 hari ago