Kebangsaan

Mendidik Jihad Sejak Dini

Rasanya persoalan ke depan yang akan dihadapi generasi muda teramat berat dan semakin menantang. Orang tua tidak bisa menggunakan optik tantangan hari ini sebagai pertimbangan mencetak anak dengan persoalan yang akan dihadapi di masa depan. Sungguh bijak ketika Ali Bin Abi Thalib R.A, “Jangan paksakan anakmu untuk menjadi seperti kamu, karena dia diciptakan bukan untuk zaman kamu.”

Anak sejak dini harus dipersiapkan dengan berbagai kemampuan (multi talent) yang dapat menjadi bekal mereka menghadapi dunia baru dengan problematika yang kian kompleks. Orang tua yang bijak akan sangat memahami bahwa tantangan yang akan dihadapi mereka tentu saja berbeda dengan tantangan yang dihadapi zaman ini.

Namun, orang tua tidak perlu merasa risau dengan perangkat apa saja yang perlu dipersiapkan untuk anaknya di panggung masa depan. Sejatinya, kecakapan ilmu dan pengetahuan praktis apapun bisa dipelajari. Tetapi mencetak karakter, budi pekerti dan prinsip moral merupakan benih yang harus ditanam sejak dini. Kecerdasan spiritual dan sosial merupakan infrastruktur yang harus diperkuat bagi bangunan jiwa, mental dan fisik anak.

Salah satu yang amat penting adalah memberikan pendidikan bahwa hidup adalah sebuah perjuangan demi Tuhan untuk kemaslahatan manusia. Prinsip ini semestinya menjadi pondasi dasar dalam mencetak karakter dan mental yang kuat. Inilah sebenarnya arti jihad dalam Islam yang berguna ditanamkan sebagai semangat juang hidup untuk kebaikan.

Apa salahnya mendidik jihad sejak usia dini? Ketakutan mengajari anak dengan prinsip dan semangat jihad karena kita sudah lama terkungkung dalam pengertian jihad yang teramat sempit. Jihad hanya dimaknai perang fisik. Mengenalkan jihad seolah kita hendak melatih mereka secara fisik untuk ke medan perang dan mendoktrin anak dengan pandangan kebencian dan permusuhan. Jika itu yang dilakukan kita hanya mengeksploitasi anak-anak demi kegagahan diri kita sendiri. Tugas anak bukan berperang dan angkat senujata, tetapi meneguhkan keimanan dan mempertebal ilmu pengetahuan.

Mendidik jihad sejak dini mengandung pemahaman bahwa anak anak harus diperkenalkan dengan semangat perjuangan karena Allah. Makna jihad di sini diartikan sebagai keteguhan hati, semangat juang, dan mentalitas pantang menyerah dalam berbuat kebajikan bagi kemaslahatan manusia, bukan menimbulkan kerusakan.

Mendidik jihad sejak ini juga memiliki pemahaman bahwa anak penting diperkenalkan jihad dengan beragam makna mulai dari jihad sebagai perjuangan sungguh-sungguh melawan kebodohan, melawan kemiskinan, melawan permusuhan, hingga jihad yang paling tinggi melawan hawa nafsu. Jihad mengajarkan pada keteguhan iman, keberanian mental, konsistensi tindakan, ketebalan ilmu, dan kemenangan melawan hawa nafsu.

Jihad yang terakhir menjadi sangat relevan ditekankan kepada anak kita. Mengendalikan emosi, hawa nafsu, dan keinginan berbuat buruk adalah bentuk jihad yang sangat mulia yang harus dilatih sedari kecil. Anak kita harus dilatih untuk memenangkan “perang melawan hawa nafsu”. Jihad melawan hawa nafsu menjadi sangat penting ditingkatkan ketika mereka beranjak pada fase perubahan emosi dan mental dari usia anak ke remaja. Ketika tumbuh dewasa ia akan terbebas dari nafsu permusuhan, nafsu ingin merusak, nafsu menang sendiri, nafsu konsumerisme, nafsu fanatisme, nafsu sektarianisme dan nafsu lainnya yang dapat merusak diri dan orang lain.

Akhirnya, memperkenalkan jihad sejak dini untuk memberikan perspektif yang luas sehingga mereka kelak tidak terperosok pada penyempitan makna jihad atau penyalahartian jihad yang kerap diselewengkan oleh kelompok tertentu dalam bentuk kekerasan terhadap sesama manusia. Memberikan pemahaman yang seutuhnya tentang jihad dapat menghindari pemahaman konotatif yang salah tentang makna jihad. Karena jihad sejatinya merupakan instrument membangun peradaban manusia penuh keadaban dan kedamaian.

Abdul Malik

Redaktur pelaksana Pusat Media Damai BNPT

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

6 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

6 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

6 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

6 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

1 hari ago