Narasi

Menemukan Tuhan dalam “Seporsi” Persaudaraan

Saya kira eksklusivitas kebenaran Tuhan yang terus diperjuangkan dengan cara membelah persaudaraan, kemanusiaan dan kebersamaan. Seperti Kita memosisikan Tuhan sebagai sesuatu yang dapat “diarahkan” untuk memenuhi hasrat “pemuas nafsu”. Bagaimana bertindak memaksakan kehendak di tengah frustrasi keterbatasan kita kasyfulhijab untuk mengenali-Nya. Over-imajinatif dan di luar porsi kehambaan. Dengan melanggar hak prerogatif Tuhan untuk mengadili dan membuat keputusan sendiri sesuai hasrat dan nafsunya.

Menemukan kebenaran-Nya dengan cara membuka lebar kejahatan. Melepas tali persaudaraan dan merusak tatanan serta melanggar kemanusiaan. Kecumawaan teologis yang berkecamuk dalam paksaan. Menimbun esensi Tuhan ke dalam dirinya yang terbatas. Sehingga menjadi racun yang mengakibatkan “ketidaksadaran teologis”. Tentu pada ranah keterbatasan dan ketidakmampuan seseorang di dalam meng-cover sesuatu yang di luar rasionalitas dan akal murni untuk mencapai kebenaran-Nya.

Maka sejatinya (jalan terang) untuk menemukan titik potensial untuk merangsang kembali diri kita sebagai pemegang mandat (khalifah) adalah dengan menemukan kebenaran-Nya dengan menuai manifestasi ketuhanan sesuai porsi kesadaran etik dengan tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Merawat persaudaraan, gotong-royong dalam kemanusiaan seperti halnya Rasulullah SAW melakukan perjanjian dengan non-muslim membangun (civil society) agar terhindar dari pertumpahan darah serta merawat tatanan sosial kemanusiaan tersebut.

Baca Juga : Dilema Identitas, Problematika Keagamaan dan Titik Temu Kebangsaan

Saya kira pada ranah inilah manifestasi esensial ketuhanan tampak sebagai kebenaran yang harus dijaga dan dijalani sebagai kesadaran akhir. Bahwa Tuhan dapat dijangkau melalui jalan kebaikan dalam diri kita. Layaknya seorang sufi yang memilih jalur “cinta” untuk mengenali-Nya. Karena setiap hamba memiliki jalur yang berbeda di dalam mencapai keridhaan-Nya. Tetapi satu-satunya jalan yang dibenci adalah berbuat kerusakan dan mengadili hamba-Nya yang lain. Karena perbuatan itu di luar tugas kita sebagai hamba yang seharusnya berjuang berbuat kebaikan, merawat persaudaraan dan menjaga kemanusiaan di muka bumi ini.

Karena persoalan ketuhanan dalam porsi keimanan seseorang merupakan sesuatu yang sensitif dan sakral. Menyentuh aspek mental dan kesadaran personal (lakum-dinukum-waliyadin) Maka tidak wajar jika pertumpahan darah akan terjadi jika menyentuh sesuatu yang bersifat sakral ini. Sehingga titik temu dalam ranah ketuhanan dalam porsi keimanan yang semacam ini adalah dengan “bersaudara” sesama penyembah Tuhan. Saling menghargai dan menciptakan tatanan sosial yang berkeluarga dan saling mendukung tanpa menyentuh sesuatu yang bersifat sensitif dan sakral tadi. Seperti halnya mencaci, melakukan kekerasan dan perbuatan kerusakan lainnya yang berujung pada pertumpahan darah.

Porsi ketuhanan dalam wadah (persaudaraan) merupakan inklusifitas seseorang yang benar-benar beriman untuk menunjukkan ke luar permukaan sebagai kesadaran yang positif. Sebagai nilai-nilai kebaikan manusia satu dengan manusia lainnya. Artinya kesadaran ketuhanan dengan menampakkan sifat-sifat kebaikan Tuhan adalah jalan terang bahwa manusia diciptakan bukan untuk berbuat kerusakan. Tetapi merawat segala aspek yang berkaitan dengan aktivitas umat manusia di muka bumi ini sebagai pemegang peradaban Tuhan di muka bumi ini yang ditunjuk sebagai khalifah.

Kita menyembah sesuatu yang di luar akal pikiran kita. Sesuatu yang di luar kasat mata (tak terlihat) tetapi kita mudah membuat kehancuran di muka bumi ini. Bahwa sebetulnya dunia yang etis, penuh kebaikan dan merawat kemanusiaan itu merupakan manifestasi Tuhan yang paling nyata untuk kita jaga dengan baik. Tuhan menciptakan umat manusia berbeda-beda. Maka layaknya perbedaan itu dijaga dengan baik. Tuhan menciptakan umat manusia dengan segenap kekurangan dan kelebihan. Maka layaknya kekurangan dan kelebihan tersebut kita gunakan untuk saling melengkapi. Tolong-menolong dan berlomba-lomba menebar kebaikan. Karena ini merupakan manifestasi ketuhanan yang paling nyata.

This post was last modified on 23 Juli 2020 12:16 PM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Pembubaran Doa Rosario: Etika Sosial atau Egoisme Beragama?

Sejumlah mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (Unpam) yang sedang berdoa Rosario dibubarkan paksa oleh massa yang diduga diprovokasi…

4 jam ago

Pasang Surut Relasi Komitmen Kebangsaan dan Keagamaan

Perdebatan mengenai relasi antara komitmen kebangsaan dan keagamaan telah menjadi inti perdebatan yang berkelanjutan dalam…

4 jam ago

Cyberterrorism: Menelisik Eksistensi dan Gerilya Kaum Radikal di Dunia Daring

Identitas Buku Penulis               : Marsekal Muda TNI (Purn.) Prof. Asep Adang Supriadi Judul Buku        :…

4 jam ago

Meluruskan Konsep Al Wala’ wal Bara’ yang Disimplifikasi Kelompok Radikal

Konsep Al Wala' wal Bara' adalah konsep yang penting dalam pemahaman Islam tentang hubungan antara…

1 hari ago

Ironi Kebebasan Beragama dan Reformulasi Hubungan Agama-Negara dalam Bingkai NKRI

Di media sosial, tengah viral video pembubaran paksa disertai kekerasan yang terjadi pada sekelompok orang…

1 hari ago

Penyelewengan Surat Al-Maidah Ayat 3 dan Korelasinya dengan Semangat Kebangsaan Kita

Konsep negara bangsa sebagai anak kandung modernitas selalu mendapat pertentangan dari kelompok radikal konservatif dalam…

1 hari ago