Diperingatinya Hari Perdamaian Internasional setiap tanggal 21 September menjadi komitmen bangsa-bangsa seluruh dunia untuk keluar dari zona konflik horizontal (pasca PD II) dan bersama-sama berusaha menciptakan tatanan dunia yang damai.
Bagi Indonesia peringatan tersebut sangat urgent sebagai sumber refleksi, paling tidak untuk mengevaluasi sejauh mana kita menjaga harmonisasi bangsa ditengah realitas masyarakat yang serba berbeda ini. Karenanya menjadi penting untuk mengidentifikasi realita sosial yang berjalan.
Jika menengok realitas yang terjadi, semacam ada distabilitas sosial, dimana masyarakat cenderung tidak harmonis. Bisa dilihat dengan adanya gejala kekerasan, intoleransi, pengkubu-kubuan, dan banyak lagi gejala sosial yang berakibat semakin melunturnya semangat persatuan.
Dengan semakin berkembangnya internet, proses distabilitas sosial tidak hanya terjadi di dunia nyata saja, melainkan juga di dunia digital, khususnya melalui media sosial. Di Indonesia sendiri penetrasi masyarakat cukup tinggi dalam penggunakan internet. Direntang usia 17 tahun keatas saja penetrasi penggunaan sebesar 57.1% dan 82.5% untuk tujuan berjejaring sosial (Survey Alvara Research Center, 2016).
Dalam perkembangannya yang paling mutakhir media sosial telah menjadi alat utama yang digunakan untuk berkomunikasi dan berbagi informasi. Hal ini disebabkan karena kemudahan dalam penggunaannya dan waktu yang dibutuhkan sangat sigkat, tetapi informasi yang disampaikan dapat menyebar secara luas.
Konsekuensinya, informasi yang dibagikan bertumpah ruah dan seringkali tidak ada atau kurang filterasi dan controlling terhadap informasi yang dibagikan. Sehingga seringkali melanggar batas-batas etika,moral, dan kultur masyarakat yang menyebabkan terjadinya konflik. Belum lagi dengan adanya ujaran kebencian dan hoax yang tersebar menjadikan media sosial penuh dengan kegaduhan.
Melihat begitu besarnya pengaruh media sosial bagi kelestarian ekosistem kebangsaan kita, maka menjadi hal yang mendesak untuk mengambil sikap dan mencari solusi yang tepat untuk menjadikan media sosial digunakan sebagaimana mestinya.salah satu caranya adalah dengan adanya pendidikan perdamaian di media sosial.
Adapun pendidikan perdamaian merujuk pada pengertian James S. Page adalah suatu usaha untuk menumbuhkan prinsip dan komitmen, serta usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan, nilai, sikap, yang dapat mewujudkan perdamaian, sehingga mereka layak disebut sebagai agen-agen perdamaian (Tirsa Budiarti, JURNAL JAFFRAY, 2018).
Poin penting yang bisa diambil dari pengertian diatas adalah prinsip dan komitmen. Ketika menggunakan media sosial masyarakat tetap berpegang teguh dan menjaga persatuan dengan saling hormat menghormati dan saling menghargai antar sesama pengguna media sosial.
Adapun objek/sasarannya adalah pemuda karena keterlibatannya dengan media sosial sangat tinggi. Selain itu, untuk menuju Indonesia emas 2045, pemuda lah yang memegang andil maju tidaknya negara sehingga perlu memberikan perhatian lebih secara konsisten dan bertahap jenjang ke jenjang.
Namun, agar tercapainya perdamaian di dunia maya, menjadikan pemuda hanya menjadi objek dari pendidikan perdamaian tidaklah cukup. Seharusnya pemuda juga sebagai agen/pelopor untuk menciptakan perdamaian. Mengapa harus pemuda??
Ada beberapa alasan mengapa harus pemuda yang menjadi pelopor perdamaian di dunia maya. Pertama, realitas sejarah Indonesia melegitimasi pemuda untuk selalu ikut andil dalam setiap perubahan ataupun problem yang terjadi di masyarakat.
Kedua, peran pemuda sebagai agen of change dan agen of social control yang berarti pemuda harus selalu ikut andil dan menjadi problem solving terhadap setiap permasalahan yang terjadi dimasyarakat termasuk di dunia maya.
Ketiga, idealisme dan kemauan yang tinggi, pengetahuan yang mumpuni serta jejaring yang luas menjadi modal utama pemuda dalam usaha-usaha menyebarkan misi-misi perdamaian di dunia maya. Berangkat dari 3 alasan tersebut menjadi alternatif pilihan yang sangat tepat menjadikan pemuda sebagai pelopor perdamaian.
Kedepan kita berharap dunia maya tidak lagi menjadi ruang berbagi benci melainkan menyalurkan kasih dan cinta pada sesama. Dunia maya tidak lagi menjadi wadah menyebarkan kebohongan yang membodohkan melainkan menjadi wadah berbagi dan saling mencerdaskan. Akhirnya semua bisa dilakukan jika bersama, bersatu membangun dan menjaga negeri tercinta ini.
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…