Keagamaan

Menjaga Keselamatan dan Keamanan non-Muslim adalah Tanggung-jawab umat Islam!

Setiap akhir tahun, selalu muncul narasi “basi” terkait pengharaman bagi umat Islam. Untuk mengucapkan selamat, ikut menyukseskan, atau-pun bahagia atas perayaan Hari Natal umat Kristiani. Bahkan, ada upaya-upaya untuk mengacaukan perayaan tersebut dengan berbagai tindakan teror mengatasnamakan perintah Islam.

Lantas, benarkah umat Islam harus berperilaku demikian? Kalau kita mengacu ke dalam bentang sejarah, umat Islam pada dasarnya memiliki tanggung-jawab untuk menjaga keselamatan dan keamanan non-Muslim. Misalnya, Nabi di era Perang Tabuk membuat dua pilihan atas kaum Ahli Kitab. Yaitu masuk agama Islam atau tetap dalam keyakinannya, namun mengakui kekuasaan umat Islam pada saat itu.

Ahli Kitab memilih opsi yang kedua, yaitu tidak beriman namun mengakui kekuasaan umat Islam, serta tidak memerangi umat Islam. Sehingga, Nabi menyepakati itu dan menjamin hak sosial, keagamaannya, mendapatkan keamanan, dijamin keselamatannya dan mendapatkan keadilan sepenuhnya.

Fakta sejarah di atas tidak hanya berlaku di era Nabi. Sebab, paradigma perdamaian antar umat beragama untuk saling menjaga keselamatan dan keamanan antar umat beragama adalah (kontrak sosial). Umat Islam harus memahami dan menyadari itu, sebab ini bukan perkara tentang keimanan tetapi perkara tentang saling menjaga keamanan agar terhindar dari konflik-pertumpahan darah yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan.

Termasuk melindungi non-muslim serta menjaga keselamatan non-muslim pada saat perayaan Hari Natal adalah hal yang sebetulnya menjadi tanggung-jawab umat Islam di era Nabi pada saat itu. Hal ini sebetulnya menjadi perkara yang harus menjadi clue penting di tengah sibuknya mempersoalkan haram tidaknya mengucapkan selamat hari natal. Dengan memiliki acuan-acuan yang dimaksud di atas.

Vaksin dari Nabi dalam Menangkal Radikalisme

Saling melindungi antar umat beragama pada dasarnya adalah sebuah kontrak sosial yang pernah dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. Jelas, ini bukan perkara mencampuradukkan iman tetapi ini di luar konteks keimanan. Yaitu membangun semacam rasa toleran/menghargai yang tidak sekadar dalam ucapan tetapi dalam perilaku/tindakan yaitu bisa saling menjaga keselamatan dan keamanan antar umat beragama satu-sama lain.

Misalnya, ketika kita mengucapkan selamat hari natal, menjalin hubungan sosial, berkomunikasi dan membangun relasi yang kokoh. Tentu, rasa curiga, takut dan kebencian tampaknya akan hilang dari kita. Ini adalah (vaksin terbaik) yang sebetulnya menjadi perilaku penting yang harus kita bangun guna menangkal radikalisme itu sendiri.

Tidak ada korelasi yang kognitif ketika kita mengucapkan selamat hari raya natal lalu membuat iman kita menjadi luntur. Sebab, ini adalah sebuah kesepakatan sosial yang pernah dibangun oleh Nabi dengan non-muslim dengan saling menjaga, melindungi dan menjamin keselamatan secara sosial, hak keagamaan, keadilan dan segalanya terjamin.

Sebagaimana, Nabi dalam peperangan Dzatur Riqa’ pernah ditodongkan pedang oleh seorang Pria pada saat Beliau sedang istirahat di bawah pohon. Namun, pedang itu diambil oleh Nabi dan ditodongkan balik kepada peria tersebut. Nabi lalu bertanya “Siapa yang melindungimu dari perbuatanku”? pria itu menjawab “Jadilah engkau sebaik-baiknya orang yang melindungiku” lalu seketika Nabi melepaskan pria tersebut karena tidak akan lagi memerangi non-muslim dan meskipun pria tersebut tetap tidak beriman.

Ini adalah satu kisah Nabi yang menjadi satu kesadaran penting untuk menjaga, melindungi dan menjamin hak keselamatan non-muslim yang berada dalam kesepakatan dan ikatan sosial. Bahkan, salah satu hadits yang diriwayatkan HR. al-Bukhari) “Barang siapa yang membunuh orang yang terikat perjanjian, maka ia tak akan mencium bau surga. Sungguh bau surga tercium dari jarak perjalanan 40 tahun”.

Dalam konteks kita hari ini, menjaga dan melindungi serta menjamin hak keselamatan non-muslim adalah kewajiban bagi umat Islam. Sebagaimana di negeri ini, kita terikat dalam sebuah kesepakatan sosial dalam prinsip Kebhinekaan. Maka, saling melindungi, mengucapkan selamat keagamaan layaknya moment hari natal dan menjamin keselamatan non-muslim adalah tanggung-jawab umat Islam yang harus dilakukan.

This post was last modified on 19 Desember 2022 7:06 PM

Sitti Faizah

Recent Posts

Membumikan Hubbul Wathan di Tengah Ancaman Ideologi Transnasional

Peringatan hari kemerdekaan Indonesia setiap 17 Agustus bukan hanya sekadar momen untuk mengenang sejarah perjuangan…

2 hari ago

Tafsir Kemerdekaan; Reimajinasi Keindonesiaan di Tengah Arus Transnasionalisasi Destruktif

Kemerdekaan itu lahir dari imajinasi. Ketika sekumpulan manusia terjajah membayangkan kebebasan, lahirlah gerakan revolusi. Ketika…

2 hari ago

Dari Iman Memancar Nasionalisme : Spirit Hubbul Wathan Minal Iman di Tengah Krisis Kebangsaan

Ada istilah indah yang lahir dari rahim perjuangan bangsa dan pesantren nusantara: hubbul wathan minal iman —…

3 hari ago

Merayakan Kemerdekaan, Menghidupkan Memori, Merajut Dialog

Setiap Agustus, lanskap Indonesia berubah. Merah putih berkibar di setiap sudut, dari gang sempit perkotaan…

3 hari ago

Menghadapi Propaganda Trans-Nasional dalam Mewujudkan Indonesia Bersatu

Sebagai bangsa yang beragam, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan persatuan di tengah globalisasi dan…

3 hari ago

Penjajahan Mental dan Ideologis: Ujian dan Tantangan Kedaulatan dan Persatuan Indonesia

Indonesia, sebagai negara yang merdeka sejak 17 Agustus 1945, telah melalui perjalanan panjang penuh tantangan.…

3 hari ago