Narasi

Merdeka dari Hoaks

Tujuh puluh lima tahun yang lalu, proklamasi kemerdekaan diikrarkan oleh Ir. Soekarno mengatasnamakan seluruh bangsa Indonesia. Sejak itu, kita bersama-sama berjuang mewujudkan cita-cita kemerdekaan sebagaimana mimpi para Founding Fathers. Namun, meskipun kemerdekaan NKRI sudah tujuh dekade diraih, kondisi kenegaraan kita masih jauh dari apa yang dicita-citakan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

Berita bohong atau hoaks menjadi salah satu problem besar di era sekarang, karena selain dapat mengarahkan publik kepada pembodohan, menyebabkan kerusakan dan permusuhan, juga menghambat tercapainya cita-cita kemerdekaan. Ironinya, di era pandemi seperti sekarang, dimana seharusnya orang saling menyebarkan informasi benar dan menentramkan, justru berbondong-bondong menyebarkan hoaks terkait konspirasi Covid-19 tanpa data yang jelas.

Baru-baru ini, sederet artis bahkan terjerat kasus penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di beberapa platform media sosial atas unggahannya terkait Covid-19. Mereka dijerat dengan UU ITE. Sebagai influencer sekaligus tokoh publik, sebaran tersebut sangat tidak bisa dibenarkan karena dapat mempengaruhi pikiran jutaan follower-nya. Bisa menyebabkan social awareness masyarakat untuk bersama-bersama memerangi virus Covid-19 dengan mentataati protokol kesehatan akan semakin surut. Akibatnya, pandemi justru akan semakin berlarut-larut serta menyebabkan semakin terseok-seoknya ekonomi masyarakat.

Baca juga : Merdeka Beragama

Dalam konteks ini, perlawanan terhadap hoaks benar-benar harus dilakukan secara semesta di media sosial. Prinsip verifikasi informasi semestinya diterapkan dalam penyebaran informasi di website dan media sosial. Prinsip ini penting karena bagaimana pun informasi yang disampaikan di media massa maupun media sosial akan dapat mempengaruhi pembacanya melalui proses pembingkaian berita (framing), pengemasan dan penggambaran fakta, pemilihan sudut pandang, serta penempatan foto ataupun gambar. Hal ini karena baik media sosial maupun pers yang mainstream, keduanya memungkinkan menjadi peruncing konflik atau sebagai mediator untuk mengakhiri konflik. Media bisa menjadi alat propaganda dan alat perdamaian. Semua itu tergantung pada pihak yang memberitakan.

Langkah Strategis

Dalam konteks perlawanan terhadap berita hoaks, kita perlu saling bahu-membahu dalam memeranginya. Semua pihak pengguna media sosial harus terlibat di dalamnya. terdapat beberapa cara yang dapat kita lakukan. Pertama, cek dan ricek (verifikasi) kebenaran informasi yang mau dikirim/ dibagi ke teman atau grup medsos, terutama si pembuat berita dan isi beritanya, untuk memastikan kebenaran informasi dan sumber pengirimnya.

Umumnya hoaks dan ujaran kebencian berwujud informasi yang terlalu sempurna atau mustahil menjadi kenyataan, cenderung mempermainkan emosi, dan menggiring pembacanya pada kesimpulan tertentu (lazimnya tidak masuk akal). Karena itu hindari hoaks maupun ujaran kebencian, dan jika mendapat berita yang terindikasi bohong langsung dihapus saja, dan senantiasalah berupaya menyebar berita yang terpercaya, menarik, dan bermanfaat. Jangan pernah segan dan ragu-ragu memberikan informasi yang benar dan menegur penyebar berita bohong dan ujaran kebencian.

Selanjutnya, hindari pula berbagi informasi yang kurang bermanfaat secara berlebihan (spam). Sebab, meskipun salah satu fungsi medsos adalah sebagai sarana berbagi kabar, namun terlalu sering membagikan informasi bukanlah tindakan yang baik karena akan mengganggu orang lain dalam memanfaatkan sosmed, apalagi kalau berita yang disebar itu adalah berita bohong dan hal-hal yang tidak bermanfaat lainnya.

Ketiga, penuh sesaki media sosial dengan sebaran narasi sejuk, bermanfaat, dan tidak anti keberagaman sebagai kontra propaganda kebohongan dan ujaran kebencian. Terakhir, apabila ditemukan konten-konten yang berisi hoaks dan mengancam keberagaman, segera laporkan ke pihak berwenang di kanal yang dikelola oleh Kominfo, Polisi siber, ataupun BNPT. Lakukan screenshoot dan kirim ke aduankonten.id, atau bisa juga melalui laman https://trustpositif.kominfo.go.id/ dan http://www.polisionline.net/p/form-pengaduan.html. Selain itu, laporan via surel juga diterima melalui aduankonten@bnpt.go.id dan aduankonten@mail.kominfo.go.id

Beberapa hal di atas harus ditempuh dalam realitas penyebaran informasi, agar kita dapat merdeka dari hoaks atau provokasi SARA. Mengingat, kita juga tidak menginginkan terjadi terjatuh dalam pembodohan publik dengan pengolahan isu tanpa nalar yang tepat dan hanya mengedepankan aspek viralitas konten. Kita juga bisa menghindari perpecahan dalam tubuh NKRI karena tersulut berita-berita yang provokatif belum jelas kebenarannya. Bila ini terwujud, semakin dekatlah NKRI dengan cita-cita kemerdekaan: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan  berkepribadian dalam kebudayaan. Wallahu a’lam.

This post was last modified on 14 Agustus 2020 2:19 PM

Mohammad Sholihul Wafi

Alumni PP. Ishlahusy Syubban Kudus.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

4 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

4 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago