Categories: Kebangsaan

Merindukan Bela Negara

Rasanya miris sekali ketika mendengar beberapa Warga Negara Indonesia (WNI) yang berhasil dibohongi untuk memilih tinggal di wilayah penuh konflik, di Suriah. Tetapi yang lebih merisaukan ketika ada kabar yang menyebutkan bahwa Pegawai Negeri, personel polisi bahkan TNI ada yang memilih bergabung dengan ISIS.

Beberapa bulan yang lalu kita mendengar salah sorang mantan Polisi asal Jambi yang yang bergabung dengan ISIS. Ia telah dikabarkan tewas dalam pertempuran di Suriah, melawan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat. Tidak didapatkan data dengan pasti, tetapi dikabarkan ada pula seorang anggota TNI yang telah bergabung dengan ISIS.

Pada November 2015, Sebanyak 36 Warga Negara Indonesia (WNI) asal Jawa Tengah ditahan oleh kepolisian Malaysia. Mereka dicurigai akan terbang ke Suriah via Iran untuk bergabung dengan kelompok militan diduga ISIS. Beberapa di antaranya adalah PNS dan profesi Dokter.

Cerita yang lain datang dari seorang Pegawai salah satu Kementerian, sebutlah dengan inisial AMS. Pada awal 2015 ia terindikasi berangkat ke Suriah oleh ajakan seorang yang memiliki jaringan ISIS. Ia pun mengakui sangat kecewa atas kondisi yang ada di Suriah, karena tidak seperti yang ia harapkan.

Kabar-kabar tidak menyenangkan tersebut menyadarkan kita bahwa paham radikal terorisme seperti ISIS mudah menyerang siapapun tanpa kenal batas kelas sosial. Paham radikal itu mungkin mudah masuk bagi masyarakat kelas ekonomi bawah dengan janji-janji kesejahteraan. Atau bisa saja merasuk pada kalangan menengah ke atas yang haus keagamaan dengan iming-iming surga yang instan. Tetapi yang pasti paham itu sangat rentan mempengaruhi pada seseorang dengan tingkat ke-Indonesia-annya yang mulai pudar.

Sejujurnya kita baru sadar bahwa negeri ini terlihat sangat rapuh. Apa yang membuat kita rapuh dalam menahan gempuran ide-ide, paham, dan pandangan yang bertentangan dengan kepribadian bangsa tersebut adalah keroposnya “rasa kebangsaan dan kebanggaan” kita sebagai Indonesia.

Harus diakui bahwa kita tanpa disadari telah lama mengalami erosi rasa bangga dan rasa memiliki, apalagi semangat membela negara. Di saat yang bersamaan ancaman nyata keutuhan bangsa ini bukan lagi ancaman fisik, tetapi perang budaya, ideologi dan pemahaman yang lamban laun menggerogoti pandangan kebangsaan kita.

Bangga Membela Bangsa

Kisah para PNS dan beberapa aparat birkorasi kita yang telah terpedaya oleh rayuan gombal ISIS dan kelompok radikal terorisme lainnya menandai pentingnya peningkatan wawasan kebangsaan kita yang mulai pudar. Pudarnya wawasan kebangsaan kita sejalan dengan hilangnya kebanggaan untuk membela bangsa negara.

Upaya Bela Negara yang akhir-akhir ini didengungkan kembali oleh Pemerintah menjadi sangat penting disambut sebagai bagian tanggungjawab sejarah generasi saat ini dalam meneruskan perjuangan generasi emas pahlawan terdahulu. Ada keterputusan ingatan sejarah yang lamban laun semakin melebar antar generasi.

Bela Negara sejatinya bertujuan untuk terus menyambungkan ingatan sejarah antar generasi tersebut. Bahwa rasanya baru kemaren perjuangan kemerdekaan itu dideklarasikan. Bahwa rasanya baru kemaren suara membahana Bung Karno dan Bung Hatta itu membakar semangat nasionalisme anak bangsa ini. Bahwa rasanya baru kemaren para pendahulu kita mengorbankan ego sekterian mereka guna membentuk negara kesatuan.

Tantangan saat ini tentu saja berbeda dengan tantangan fisik penjajahan masa kolonialisme. Pun demikian, frekuensi dan bentuk ancaman dewasa ini tidak kalah hebat dari masa penjajahan dahulu. Gempuran senjata berbentuk paham, ideologi, pemikiran dan budaya sejatinya lebih tajam menghunus pemikiran kita. Sehingga kadang ia cukup mudahnya mencuci otak kita, bahkan menyebabkan kita saling menghunus sesama saudara.

Bela Negara, dalam kontek kekinian, merupakan sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Bela negara juga merupakan benteng diri warga negara dari berbagai gempuran paham dan pandangan yang bertentangan dengan falsafah bangsa dan upaya memecah keutuhan bangsa.

Akhirnya, Bela Negara merupakan ekspresi “bangga membela bangsa”.

Abdul Malik

Redaktur pelaksana Pusat Media Damai BNPT

Recent Posts

Pesantren, Moderasi, dan Sindikat Pembunuhan Jati Diri

Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, tetapi juga penjaga moralitas dan peradaban. Dari masa perjuangan…

2 hari ago

Dari Khilafah ke Psywar; Pergeseran Propaganda ISIS yang Harus Diwaspadai

Gelombang propaganda kelompok teror ISIS tampaknya belum benar-benar surut. Meski kekuasaan teritorial mereka di Suriah…

2 hari ago

Framing Jahat Media terhdap Pesantren : Upaya Adu Domba dan Melemahkan Karakter Islam Nusantara

Islam di Indonesia, yang sering kali disebut sebagai Islam Nusantara, memiliki ciri khas yang sangat…

2 hari ago

Belajar dari ISIS-chan dan Peluang Kontra Radikalisasi neo-ISIS melalui Meme

Pada Januari 2015, sebuah respons menarik muncul di dunia maya sebagai tanggapan atas penyanderaan dan…

3 hari ago

Esensi Islam Kaffah: Menghadirkan Islam sebagai Rahmat

Istilah Islam kaffah kerap melintas dalam wacana publik, namun sering direduksi menjadi sekadar proyek simbolik:…

3 hari ago

Kejawen, Kasarira, dan Pudarnya Otentisitas Keberagamaan

Menggah dunungipun iman wonten eneng Dunungipun tauhid wonten ening Ma’rifat wonten eling —Serat Pengracutan, Sultan…

3 hari ago