Keagamaan

Miqdarul Haq: Ide Negara Islam yang Dipaksakan!

Ada sebuah buku berjudul Miqdarul Haq yang menjadi akar pedoman kelompok NII-JI yang ingin menegakkan negara Islam di Indonesia. Buku tersebut berisikan tafsiran-tafsiran (Qs. Ibrahim:14-25) yang “dipaksakan” memaknai sebuah negara Islam yang dianggap berasaskan pada kalimat la ilaha ‘ilallah.

Cobalah pahami ayat ini:  “Tidaklah kamu memerhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan (kalimat yang baik seperti pohon yang baik), akarnya kuat dan cabangnya (menjulang ke langit), (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat” (Qs. Ibrahim:14-25).

Di dalam buku tersebut, mereka mencoba mengambil sebuah kesimpulan dalam potongan ayat “matsalan kalimatan thayibatan kasyajarating” bahwa kalimat yang baik seperti pohon yang baik dipahami sebagai simbol negara. Istilah  “Akar menghujam ke dalam bumi” “Batangnya menjulang ke langit” “Buahnya dapat dipetik tiap-tiap musim”. Itu dianggap eksistensi (kalimat thayyibah) yang harus tegak menjadi sebuah negara.

Mereka terus memaksakan sebuah pemahaman tentang kalimat thayyibah (la ilaha illallah) harus punya akar, batang dan buah. Kalimat thayyibah di atas semakin dipaksakan sebagai (sebuah negara Islam) yang harus tegak. Dengan pemahaman, “tidak ada akar, batang dan buah kecuali buahnya Allah” yang merujuk pada (sebuah negara) Islam yang mereka pahami.

Mencabut Akar Tegaknya Negara Islam di Indonesia dengan Meluruskan Kekeliruan Tafsir Qs. Ibrahim:14-25

Mereka yang ingin menegakkan negara Islam di Indonesia layaknya kelompok NII dan JI. Mereka jelas memaksakan diri untuk menafsirkan (Qs. Ibrahim:14-25) sebagai sebuah negara Islam. Padahal, secara subtansial ayat tersebut bukan berbicara tentang negara, tetapi berbicara tentang ucapan-ucapan kita yang harus dijaga dengan baik, seperti tidak memecah-belah atau penuh intoleransi.

Dalam (Qs. Ibrahim: 24-25), Tuhan memberi semacam kebenaran, bahwa kalimat thayyibah seperti pohon mengacu pada (perumpamaan). Bagaimana, manusia dalam berucap yang baik, akan menentukan (buah) atau pengaruh yang baik pula. Sebagaimana, pohon yang baik akan memberikan buah yang baik kepada manusia.

Maka, dalam mendapatkan (buah yang baik) tentu perlu yang namanya perawatan-perawatan. Baik dari segi batang dan akar sebagai (yang harus kita rawat). Secara representatif, ini berkaitan dengan cara kita (merawat diri) baik mengucapkan kata-kata yang tidak penuh kebencian, tidak penuh intolerant dan tidak memunculkan konflik.

Jadi, ucapan yang baik layaknya pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik. Itu secara akar, adalah (sikap kita) dalam menyampaikan sesuatu atau bahkan dalam bertindak sesuatu. Ucapan yang baik adalah ucapan yang (mendamaikan) sebagaimana kalimat thayyibah (la illaha illallaah) sebagai sebuah kalimat suci yang harus membawa rahmat, sebagaimana janji Allah dalam ajaran-Nya Inna arshalnakah illa rahmatan lil alamin.

Ada sebuah hadits yang berkaitan dengan pohon yang baik dalam Qs. Ibrahim 24-25) , dari Abdullah bin Umar, r.a. ia berkata “Rasulullah SAW bersabda “Di antara jenis pohon, ada satu pohon yang tidak pernah gugur daunnya. Pohon itu adalah perumpamaan orang Islam. Beritahukan aku, pohon apa itu?” kata Abdullah pohon itu adalah pohon Kurma, tetapi dia malu mengatakan hal itu. Lalu para Sahabat meminta agar Rasulullah menjawab. Lalu Rasulullah menjaga, “Pohon itu adalah pohon Kurma”, dalam (HR Bukhari).

Ini adalah tentang perilaku umat Islam, bukan tentang (sebuah negara). Ini tentang etika umat Islam dalam berucap layaknya pohon kurma yang membawa kebaikan, selain buahnya yang bisa dinikmati, pohonnya juga bisa untuk berteduh. Jadi, ucapan yang baik harus dibangun, seperti ucapan yang bisa membawa kemaslahatan bagi tatanan yang akan membawa buah kebaikan kedamaian dan keamanan dalam sebuah tatanan.

Sebagaimana, sebuah pohon yang baik, rindangnya begitu terbuka kepada siapa-pun yang ingin singgah untuk berteduh di bawahnya. Apalagi memanfaatkan buahnya. Dia akan memberikan kenyamanan dan manfaat kepada siapa-pun dan tidak pernah dikhususkan kepada siapa-pun. Pohon itu ialah NKRI yang harus kita jaga dengan baik dengan memperbaiki perkataan-perkataan kita yang buruk penuh kebencian dan intoleransi yang harus diganti dengan ucapan yang baik layaknya pohon yang buahnya membawa manfaat dan kebaikan.

This post was last modified on 21 Desember 2023 2:47 PM

Nur Samsi

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

5 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

5 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

5 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago