Narasi

Musyawarah di Jagat Maya untuk Mufakat di Dunia Nyata

Telah kita pahami bersama, arus deras perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menyasar ke semua lini kehidupan, tak terkecuali dalam cara kita berinteraksi dengan orang lain baik dalam skala kecil melalui jaringan pribadi, maupun skala besar melalui grup atau komunitas. Paradigma baru dalam berkomunikasi ini pun diadaptasi melalui berbagai kegiatan berdemokrasi, seperti cara kita memutuskan kesepakatan (mufakat) melalui musyawarah. Semangat ruh musyawarah sudah saatnya didengungkan tak hanya di dunia nyata, akan tetapi dunia maya pun perlu menerapkan asas-asas musyawarah.

Sikap gotong royong dan musyawarah telah menjadi budaya di Indonesia sejak zaman dahulu sampai Islam masuk ke Indonesia. Islam tidak menghapus budaya tersebut tapi mengakulturasikannya dengan ajaran Islam.  Ajaran tersebut di antaranya tentang kedudukan manusia yang sama sederajat (Q.S. Ali Imran [3]: 70 dan Al-Hujurat [49]: 13). Musyawarah untuk menyelesaikan masalah bersama (Q.S. Asy-Syura [42]: 38 dan Ali-Imran [3]: 159). Menerapkan hasil musyawarah dengan perasaan senang dan penuh tanggung jawab (Q.S. Ali Imran [3]: 159), serta pertanggungjawaban secara moral terhadap keputusan (Q.S. Al-Isra’ [17]).

Musyawarah yang biasanya dilakukan dengan pertemuan, rapat, atau kontak langsung. Kini, di era teknologi rasa-rasanya perlu juga menerapkan musyawarah di jagat maya. Pasalnya, hadirnya internet dan munculnya media sosial berimbas pada persoalan kehidupan semakin pelik dan kompleks. Apalagi, kalau berbicara mengenai problem bangsa yang mudah tersulut emosinya ketika berinteraksi atau berkomunikasi di dunia maya. Makanya, musyawarah di dunia virtual perlu juga dilakukan sebagai alternatif dalam mengikis persoalan bangsa di era digital.

Musyawarah biasanya identik dengan pertemuan organisasi seperti yang ada di pedesaan melalui rapat RT/RW, rapat kelurahan, dan pertemuan lainnya yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Artinya, tujuan dari musyawarah tak lain dan tak bukan yaitu membahas program kegiatan atau menyelesaikan suatu persoalan untuk mencapai kata kesepakatan (mufakat).

Demikian juga, dalam hal kita menyelesaikan berbagai persoalan bangsa ini yang tentunya berkaitan dengan jumlah manusia yang tidak sedikit hingga jutaan manusia. Media sosial sudah saatnya digunakan untuk kegiatan-kegiatan positif, seperti musyawarah digital, bukan malah digunakan untuk meyebarkan informasi hoax, ujaran kebencian, politik adu domba, dan konflik SARA.

Merespon hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) perlu menyusun konsep aplikasi berbasi teknologi guna mewadahi musyawarah digital. Langkah ini tentu harus diimbangi dengan pemberantasan berbagai situs provokatif yang tak sesuai dengan ruh musyawarah. Masyarakat harus bisa menjadi agen pelapor atau pengawas dalam memberantas berbagai website yang membahayakan bagi keutuhan dan persqtuan bangsa.

Cara lain yang bisa dilakukan dalam mempersingkat proses musyawarah, yaitu dengan votting atau jajak pendapat netizen. Di era digital, tentunya tidak sedikit orang yang menghabiskan interaksinya melalui medsos. Dengan berbagai kesibukan, manusia jarang sekali mempunyai waktu untuk berkumpul melakukan musyawarah secara langsung. Bahkan kadang medsos membuat menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh. Misalnya saja, ketika orang berkomunikasi, tidak jarang dari mereka yang malah sibuk bermedsos melalui smartphone.

Mungkin manusia sekarang ini mulai lupa pentingnya berkumpul bersama orang lain dan berinteraksi secara langsung. Mereka lebih suka berinteraksi lewat jagat maya (medsos). Oleh karenanya sudah saatnya kita sadar, kalaupun kita tak sempat untuk sering berkumpul berinteraksi, kita juga bisa memanfaatkan medsos untuk bermusyawarah. Meskipun belum banyak, sekarang ini terdapat beberapa aplikasi yang mengadakan ruang untuk mengadakan musyawarah seperti votting. Hal ini bertujuan untuk mengambil titik temu kesepakatan tanpa harus menunggu bertemu secara langsung.

Meskipun begitu, musyawarah di jagat maya hanyalah sebuah alternatif jika memang mendesak tidak bisa bertemu secara langsung. Karena, walau bagaimana tatap muka adalah cara terbaik dalam menyelesaikan suatu perkara. Hal yang terpenting ialah spirit dari musyawarah harus kita gemakan kapanpun, dimanapu, melalui media apapun dalam meyelesaikan berbagai persoalan kehidupan.

Suwanto

Penulis merupakan Peneliti Multiple-Representation Learning di PPs Pend.Kimia UNY, Interdisciplinary Islamic Studies di Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, dan Culture Studies di UGM

View Comments

Recent Posts

Dari Papan Kapur sampai Layar Sentuh: Mengurai Materialitas Intoleransi

Perubahan faktor-faktor material dalam dunia pendidikan merefleksikan pergeseran ruang-ruang temu dan arena toleransi masyarakat. Jarang…

2 jam ago

Pengajaran Agama yang Inklusif sebagai Konstruksi Sekolah Damai

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Duta Damai BNPT telah berinisiasi untuk membangun Sekolah…

3 jam ago

Hari Pendidikan Nasional dan Upaya Membangun Sekolah yang Damai dari Intoleransi, Bullying dan Kekerasan

Hari Pendidikan Nasional yang akan diperingati pada tanggal 2 Mei 2024 menjadi momentum penting untuk…

3 jam ago

Role Model Pendidikan Karakter Anti-Kekerasan Ala Pesantren

Al-Qur’an merupakan firman Allah azza wa jalla yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya, yang…

3 jam ago

Merdeka Belajar; Merdeka dari Tiga Dosa Besar Pendidikan

Sekolah idealnya menjadi rumah kedua bagi anak-anak. Namun, ironisnya belum semua sekolah memberikan rasa aman…

1 hari ago

Fitrah Indonesia dan Urgensi Sekolah Ramah Perbedaan

Di tengah dinamika keragaman Indonesia, konsep sekolah ramah perbedaan menjadi semakin penting untuk dikedepankan guna…

1 hari ago