Narasi

Pahlawan Zaman Now: Mengakhiri Kebencian, Menguatkan Perdamaian

“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.”(QS. Ali Imran 12)

Ayat ini menjadi refleksi sangat penting untuk pahlawan zaman now, yakni Islam sangat menjaga segala hal dengan seimbang, aspek ibadah/spiritual dan aspek sosial. Mereka yang hanya sibuk dengan aspek ibadah, melalaikan aspek sosial, maka keimanannya belumlah sempurna. Keseimbangan ini ditekankan dalam berbagai ayat dalam al-Quran. Bahkan kalau sampai mengkhianati aspek sosial, seperti tidak peduli dengan nasib anak yatim dan orang miskin, mereka bisa disebut sebagai pendusta agama.

Prof Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menegaskan makna “pendusta agama” adalah meskipun ia rajin shalat, ia rajin puasa dan ia rajin melaksanakan ibadah lainnya, namun apabila ia yang tidak peduli terhadap nasib anak yatim dan  orang miskin maka keimanannya perlu dipertanyakan. Islam menekankan manusia harus baik pada aspek spiritual (ibadah mahdhah) dan baik pula aspek sosial (ibadah ghair mahdhah).  Dalam Al Qur’an dijelaskan kewajiban untuk “hablum minallah” (bersikap dan berprilaku baik terhadap Allah) dan “hablum minan naas” (bersikap dan berprilaku baik terhadap sesama manusia).

Membangun perdamaian adalah bentuk sikap dan perilaku baik kepada sesama. Ini juga sangat tegas dinyatakan dalam QS An-Nisa, ayat 114, “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari kerelaan Allah, maka kelak Kami memberinya pahala yang besar.” Penegasan yang sama juga dinyatakan dalam QS Al-Hujurat ayat 10, “Sesungguhnya orang muslim itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”

Mengakhiri Kebencian

Firman Allah ini sekarang banyak didustakan. Mereka yang sibuk mendesain radikalisme dan terorisme sejatinya mereka membajak ayat agama, mereka dustakan, dan kemudian gunakan untuk legitimasi kejahatan. Mereka tidak mengenal kerjasama dengan sesama, karena orang lain di luar kelompok mereka dijustifisikasi sebagai kafir. Kebencian antar sesama sangat kuat dalam jati diri mereka. Ini jelas sangat naif, karena ajaran agama justru menjadi alat pelanggaran hak-hak kemanusiaan. Kerjasama berubah menjadi pemaksaan kehendak dan kuasa mereka, sehingga kalau ada menolak, maka kekerasan menjadi pilihan pertama. Ironi peradaban yang dibangun kaum radikal ini, sebagai ditegaskan Buya Hamka, telah  menjauhkan umat Islam untuk saling peduli dan berbagi dengan sesama. Mereka bukan saja tidak peduli, karena sudah melampaui itu. Mereka bahkan tega membunuh saudara sendiri.

Kenapa mereka menebar kebencian? Karena gagal paham memahami ajaran agama. Ini yang paling pokok. Ajaran agama dipahami sesuai kepentingan mereka. Ini dusta atas ajaran agama dan perdamaian manusia. Padahal, damai adalah kebutuhan dasar manusia. Ibnu Khaldun dalam Muqoddimahnya menegaskan bahwa setiap manusia harus menjalin hubungan baik dengan sesama, karena manusia pada hakekatnya adalah makhluq yang senantiasi melakukan interaksi. Manusia tak bisa hidup tanpa interaksi dengan sesama. Wahiduddin Khan dalam The Ideology of Peace juga menegaskan bahwa perdamian adalah tanda dari eksistensi manusia.

Untuk itu, pahlawan zaman now bukanlah dengan mengangat senjata. Mereka adalah manusia yang memutus habis kebencian dengan sesama. Jangan sampai sedikitpun merasuk jiwa benci, apalagi di era teknologi yang dibanjiri wabah kebencian tanpa henti. Media sosial sejatinya hanya sebatas alat, kalau digunakan untuk membangun jalan perdamaian maka menjadi rahmat bagi semua. Tapi kalau menjadi alat kebencian, maka akan menjadi bencana bagi semua. Pahlawan zaman now adalah mereka anak muda yang tenang dan jeli memangkas habis jaringan ujaran kebencian, sembari mengkampanyekan tanpa henti kerjasama dan perdamaian.

Pemuda zaman now harus didorong menjadi agen perdamaian, karena mereka akan menjadi ujung tombang bangsa ini di masa depan. Pemuda zaman now adalah para pahlawan yang sangat ditunggu peran dan kerja kerasnya dalam membangun bangsa ini.

Menguatkan Perdamaian

Zuhairi Misrawi (2005) menegaskan bahwa Islam adalah agama perdamaian. Ini dibuktikan dengan tiga hal. Pertama, Tuhan adalah Maha Damai, karena salah satu nama-nama Tuhan di dalam al-asma al-husna, yaitu al-sallam (Yang Maha Damai). Kedua, perdamaian merupakan keteladanan yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad. Ketiga, perdamaian merupakan salah satu bentuk ukuran tingginya peradaban manusia. Selain itu, sebenarnya dari kata Islam itu sendiri berarti kepatuhan diri (submission) kepada Tuhan dan perdamaian (peace). Oleh karena itu, perdamaian sebenarnya merupakan inti dari agama dan relasi sosial. Menolak perdamaian merupakan sikap yang bisa dikategorikan sebagai menolak esensi agama dan kemanusiaan.

Terkait hal ini, simaklah dengan seksama hadits ini.

Rasulullah SAW bersabda: “Maukah aku kabarkan kepada kalian amal yang lebih utama daripada derajat puasa, shalat dan sedekah?”

Mereka (para sahabat) berkata: “Tentu saja.”

Beliau lalu bersabda: “Yaitu mendamaikan antara dua golongan, karena sesungguhnya rusaknya perhubungan antara dua golongan itu ialah menggunting.” (HR. Turmudzi).

Menurut Imam Mundziri, yang dimaksud menggunting di sini bukanlah menggunting rambut, tetapi menggunting agama.

Muhammadun

Pengurus Takmir Masjid Zahrotun Wonocatur Banguntapan Bantul. Pernah belajar di Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari, Yogyakarta.

Recent Posts

Tiga Nilai Maulid ala Nusantara; Religiusitas, Kreativitas, Solidaritas

Menurut catatan sejarah, perayaan Maulid Nabi Muhammad secara besar-besaran muncul pertama kali di Mesir pada…

19 jam ago

Muhammad dan Kehidupan

Konon, al-Ghazali adalah salah satu ulama yang memandang sosok Muhammad dengan dua perspektif, sebagai sosok…

21 jam ago

Meneladani Nabi Muhammad SAW secara Kaffah, Bukan Sekedar Tampilan Semata

Meneladani Nabi adalah sebuah komitmen yang jauh melampaui sekadar tampilan fisik. Sayangnya, sebagian kelompok sering…

21 jam ago

Warisan Toleransi Nabi SAW; Dari Tanah Suci ke Bumi NKRI

Toleransi beragama adalah energi lembut yang dapat menyatukan perbedaan. Itulah kiranya, salah satu ajaran mulia…

2 hari ago

Walima, Tradisi Maulid ala Masyarakat Gorontalo yang Mempersatukan

Walima, dalam konteks tradisi Maulid Nabi, adalah salah satu momen yang sangat dinanti dan dihormati…

2 hari ago

Darul Mitsaq; Legacy Rasulullah yang Diadaptasi ke Nusantara

Salah satu fase atau bagian paling menarik dalam keseluruhan kisah hidup Rasulullah adalah sepak terjang…

2 hari ago