Narasi

Pancasila “Bukan” Ideologi Kafir

Ketika kita membaca pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945, maka di situ kita akan menemukan bahwa posisi Pancasila ialah sebagai dasar negara. Dasar ini kemudian dijadikan sebagai ideologi dari setiap gerakan yang ada di Indonesia, baik itu gerakan keagamaan, perekonomian, pendidikan, dan kebudayaan. Ideologi Pancasila dirumuskan oleh para pendiri Indonesia bukan untuk menjauhkan umat Islam atau organisasi Islam dari jati diri Islam, bukan pula untuk mendikotomikan agama dengan negara. Tetapi Pancasila disusun untuk mengukuhkan umat Islam agar lebih cinta terhadap agama dan negara Indonesia, karena Pancasila dirumuskan berdasarkan pertimbangan nilai-nilai agama dan nilai-nilai lokal.

Pro dan kontra mengenai Pancasila  hingga kini masih mengiringinya dengan intens. Bagi pihak yang kontra, biasanya dilakukan oleh kelompok radikal, mereka tidak akan menerima Pancasila. Mereka akan mengkritik sekaligus memberikan klaim negatif terhadap Pancasila beserta para pendukungnya. Salah satu klaim yang sering viral ialah klaim “Ideologi Kafir”. Klaim tersebut muncul kerena Pancasila dianggap tidak pantas dan tidak cocok dijadikan sebagai ideologi umat Islam.

Pandangan tersebut berbuntut panjang dalam kehidupan di Indonesia. Dari klaim ideologi kafir, maka kelompok radikal melarang keras untuk tunduk dan mengamalkan Pancasila dalam kesehariannya, karena Pancasila dianggap hanya ciptaan manusia dan ajaran yang datang dari luar agama Islam. Larangan tersebut bukan saja berlaku kepada Pancasila, tetapi juga ideologi lain seperti sosialisme, kapitalisme, liberalisme, dan lain sebagainya. Bagi kelompok radikal, umat Islam harus tunduk hanya kepada syariat Islam.

Pancasila tidak Mengenal Kafir

Kafir adalah orang yang tidak percaya bahwa Allah adalah Tuhan dan Muhammad adalah rasulullah. Kafir merupakan orang yang menutupi kebenaran tersebut dengan berbagai dalih. Jika Pancasila diklaim sebagai ideologi kafir, maka seluruh pendukungnya tentu akan berjalan dalam kekafiran dan jauh dari agama. Namun yang terjadi justru sebaliknya, perumus dan pendukung Pancasila terdiri dari ulama yang sangat paham mengenai agama Islam dan negara Indonesia. Beliau berpancasila dan tetap menjadi muslim sejati yang memegang teguh al-Qur’an dan hadis. Pancasila yang terdiri dari lima sila, sesungguhnya tidak menunjukkan adanya pengarahan kepada kekafiran seseorang. Justru sila pertama mengarahkan umat Islam untuk tetap bertuhan yang Esa, yaitu Allah. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan kalimat yang diambil dari ajaran Islam, yang harus bersaksi dan mengakui bahwa tiada tuhan kecuali Allah. Ajaran tersebut mengarahkan umat Islam untuk tidak menyekutukan Allah.

Dalam praktiknya, gerakan-gerakan masyarakat yang berbasis agama dan mencantumkan Pancasila sebagai dasar organisasi, tidak menjauhkan diri dari agama. Bahkan mereka tetap tunduk dan patuh kepada syariat Islam dan gerakan-gerakannya sesuai cita-cita negara dan Islam, yaitu tercapainya kemaslahatan sosial. Sungguh Pancasila bukanlah ideologi kafir seperti klaim kelompok-kelompok radikal, tetapi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka dan mendukung umat Islam untuk terus menjadi muslim yang sejati.

Pancasila dan Islam memiliki keselarasan yang dalam dan tidak bisa dipisahkan. Posisi Pancasila dan Islam yang sudah selaras ini jangan sampai dipisahkan apalagi didikotomikan. Pendikotomian Pancasila dan Islam hanya akan memunculkan gerakan-gerakan yang sinis terhadap salah satunya. Bahkan, bisa merusak tatanan bangsa Indonesia, baik dari segi pendidikan, keagamaan, politik, maupun kebudayaan. Oleh karena itu, kesadaran berpancasila dan berislam harus terus diviralkan di Indonesia, agar Pancasila sakti tidak diklaim sebagai ideologi kafir.

Arief Rifkiawan Hamzah

Menyelesaikan pendidikan jenjang magister di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Al-Hikmah 1 Benda, Sirampog, Brebes dan Ponpes Darul Falah Pare, Kediri. Saat ini ia sebagai Tutor di Universitas Terbuka.

Recent Posts

Makna Jumat Agung dan Relevansinya dalam Mengakhiri Penjajahan di Palestina

Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…

22 jam ago

Jumat Agung dan Harapan bagi Dunia yang Terluka

Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…

22 jam ago

Refleksi Jumat Agung : Derita Palestina yang Melahirkan Harapan

Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…

22 jam ago

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

2 hari ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

2 hari ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

2 hari ago