Jauh hari sebelum menciptakan, Allah SWT telah mempersiapkan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Khalifah sering kali diartikan sebagai pengganti, yaitu pengganti dari jenis makhluk yang lain, atau pengganti, dalam arti makhluk yang diberi wewenang oleh Allah agar melaksanakan perintah-Nya di muka bumi.
Allah SWT berfirman:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu siapa yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku me-ngetahui apa yang tidak Engkau ketahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 30).
Salah satu tugas berat menjadi khalifah di muka bumi adalah menjaga persatuan di atas perbedaan. Karena, Allah SWT menciptakan manusia dan seluruh makhluk di muka bumi dalam keadaan berbeda-beda. Bahkan, dalam diri manusia saja yang notabene merupakan keturunan Adam dan Hawa semua memiliki suku, ras, agama, bahasa yang berbeda-beda. Perbedaan itu bukan saja membuat setiap individu memiliki perbedaan pikir melainkan juga perbedaan fisik.
Baca juga : Membumikan Pancasila: Amanat Untuk Generasi Milenial
Dari perbedaan fisik, geografis, pikir, dan lain sebagainya, maka sumbu perceraian akan dengan sangat mudah tersulut. Karena perbedaan suku yang menyebabkan berbeda bahasa, warna kulit, dan karakter individu seringkali terjadi perpecahan. Hanya karena perbedaan pikiran sehingga berbeda pilihan ataupun pandangan hidup, perceraian tak dapat dihindarkan. Lebih parahnya, perpecahan demi perpecahan tersebut menyebabkan antara satu pihak dengan yang lainnya saling melakukan kekerasan sehingga melukai yang lain.
Atas kenyataan yang terjadi semacam ini, Allah SWT sebenarnya juga sudah memberikan rumus dalam menjalani hidup yang beragam. Allah SWT berfirman:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (QS Ali Imran [3]: 103).
Sejalan dengan ajaran agama, negara Indonesia juga memiliki dasar negara yang bisa dijadikan pedoman dalam menjaga persatuan di atas perbedaan. Pancasila merupakan dasar negara yang berisi lima sila yang keseluruhannya bernilai positif dalam rangka meraih kehidupan rakyat yang nyaman baik di dunia maupun di akhirat. Terhadap perbedaan yang ada, dalam dasar negara ini terdapat salah satu sila yang dengan tegas menyatakan “Persatuan Indonesia”. Kaitannya dengan “kholifah”, karena Pancasila juga memuat “Ketuhanan Yang Maha Esa”, maka dengan mengamalkan Pancasila, insyaallah warga negara Indonesia sudah dimasukkan ke dalam Khalifah sebagaimana yang dimaksud dalam agama.
Dalam pada itulah, warga negara Indonesia mesti berusaha keras untuk semakin dekat dan terus memperlajari Pancasila sehingga dapat mengamalkannya dengan baik. lebih-lebih bagi para generasi muda, jangan sampai mereka kehilangan jejak dengan sehingga mencari landasan hidup yang keliru padahal sudah disiapkan oleh para founding father bangsa dengan baik.
Wallahu a’lam.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments