Keagamaan

Ramadhan: Menebar Damai dan Cinta Kasih

Umat Islam di seluruh dunia sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadhan. Bulan suci yang selalu ditunggu karena begitu banyak kemuliaan dan keberkahan di dalamnya. Jika dicermati, bulan Ramadhan banyak mengajarkan umat Islam untuk menyebarkan perdamaian dan cinta kasih. Bahkan beberapa perintah dan anjuran, seperti berpuasa, membayar zakat, dan berbagi dengan sesama, dapat dimaknai sebagai riyadhoh (latihan) untuk menumbuhkan sifat cinta kasih terhadap sesama. Sehingga mereka yang memahami hakekat bulan Ramadhan dan menjalaninya secara benar, niscaya akan melahirkan insan-insan yang selalu menyebarkan perdamaian di muka bumi.

Perintah paling utama yang diwajibkan pada bulan Ramadhan adalah berpuasa. Secara sederhana, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang bisa membatalkannya (seperti makan dan minum).  Dari pengertian tersebut, inti puasa adalah mengontrol diri. Orang yang berpuasa harus menekan keinginan untuk sementara waktu. Ketika lapar dan haus, tetap wajib menunggu hingga saatnya berbuka puasa.  Mereka yang terlatih untuk mengendalikan diri, niscaya akan menjadi pribadi-pribadi yang dapat mengendalikan sikap dan perbuatan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sering dijumpai perilaku masyarakat yang sering emosi dan tidak terkontrol. Hal ini dapat menyebabkan retaknya kohesifitas di antara anak bangsa.

Salah satu doktrin bagi orang yang berpuasa agar dapat menahan dirinya terdapat dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Disebutkan,“Jika ada salah seorang yang mencelanya atau mengganggunya, hendaklah mengucapkan sesungguhnya, aku sedang berpuasa.” Jadi orang yang berpuasa tidak mudah emosi terhadap orang lain. Meskipun bisa jadi dirinya benar. Orang yang melawan celaan dan gangguan dengan kebaikan, akan bisa memadamkan konflik yang mungkin terjadi. Layaknya menyiram api dengan air. Sehingga api tersebut akan hilang. Sebaliknya, ketika celaan ditanggapi dengan celaan yang serupa, maka bisa menimbulkan keburukan. Seperti api yang dilawan oleh api. Bukannya membuat padam, melainkan semakin besar.

Selain anjuran untuk menahan emosi, orang yang berpuasa juga dianjurkan untuk berbagi untuk sesama. Rasulullah bahkan semakin menggencarkan perilaku berbagi untuk orang lain saat berada di bulan suci. Dalam hadist riwayat Bukhari, disebutkan “Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya lalu membacakan padanya al-Quran. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, Ibn Majah, dan  ad-Darimi, Nabi Muhammad bersabda, “Siapa yang memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa sedikit pun berkurang bagi orang yang berpuasa tersebut.”

Anjuran rasulullah untuk berbagi merupakan salah satu pintu utama untuk menyebarkan perdamaian dan kasih sayang. Sebab dengan memberi, akan timbul perasaan diperhatikan dan dicintai. Berbagi juga mempertajam kepekaan terhadap sesama. Apa yang dirasakan oleh orang lain, juga dirasakan oleh diri kita. Ketika pihak lain merasa terganggu dan terancam, maka kita pun merasakan hal yang sama. Hal yang tidak kalah penting, tindakan berbagi sangat efektif untuk meredam benih-benih konflik yang mungkin hadir di masyarakat.

Misalnya ketika ada dua kelompok masyarakat yang sedang bertikai. Maka daripada menghabiskan dana dan waktu untuk terus berperang, maka lebih baik menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk membantu kelompok yang selama ini menjadi musuhnya. Dengan begitu, maka akan mengikis konflik yang terjadi.

Sebagai penutup, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia harus menjadi prototype kesuksesan bahwa Ramadhan bisa dijadikan ajang untuk memupuk perdamaian dan cinta kasih. Jadi mereka yang telah mengikuti gemblengan selama Ramadhan, setelah keluar akan menjadi insan cinta damai yang akan menyebarkan kasih sayangnya di seluruh penjuru. Sehingga tidak ada lagi konflik besar yang akan merontokkan nama baik Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia.

Rachmanto M.A

Penulis menyelesaikan studi master di Center for Religious and Cross-cultural Studies, Sekolah Pascasarjana UGM. Jenjang S1 pada Fakultas Filsafat UGM. Bekerja sebagai peneliti.

Recent Posts

Genealogi Agama Cinta; Dari Era Yunani Klasik, Nusantara, Sampai Abad Digital

Agama cinta sebenarnya bukan gagasan baru, melainkan sebuah konsep lama yang terus-menerus diperbarui tafsirannya sesuai…

3 jam ago

Menggugat “Cinta Politis” Kaum Ekstremis dengan Kaca Mata Erich Fromm

Cinta, sebuah kata yang diklaim sebagai fitrah dan puncak aspirasi spiritual, ironisnya justru menjadi salah…

3 jam ago

Agama Lahir dari Cinta, Mengapa Umat Beragama Sering Menebar Luka?

Agama, dalam hakekat terdalamnya, lahir dari cinta. Cinta kepada Yang Maha Kuasa, cinta kepada sesama,…

3 jam ago

Polemik Bendera One Piece; Waspada Desakrasilasi Momen Hari Kemerdekaan

Belakangan ini, dalam beberapa hari media massa dan media sosial kita riuh ihwal polemik pengibaran…

1 hari ago

Mewarisi Agama Cinta dari Kearifan Nusantara

Indonesia, sebagai negeri yang kaya akan keanekaragaman budaya dan agama, memiliki akar-akar tradisi spiritual yang…

1 hari ago

Menghadirkan Agama Cinta di Tengah Krisis Empati Beragama

Rentetan kasus kekerasan atas nama agama menyiratkan satu fakta bahwa relasi antar pemeluk agama di…

1 hari ago