Narasi

Rembuk sebagai Nafas Manusia Indonesia

Bemusyawarah adalah fitrah dari manusia. Aktivitas tersebut lahir sebagai upaya untuk mengkomunikasikan beragam perbedaan dan kepentingan. Tanpa musyawarah, niscaya akan terus-menerus terjadi konflik. Mereka yang memiliki kekuatan dan kekuasaan akan dengan mudahnya menekan pihak lain yang lemah dan tidak berdaya. Maka musyawarah merupakan solusi mendapatkan kesepakatan yang saling menguntungkan. Tidak ada pihak yang dizalimi dan mendapat keuntungan berlebih. Merujuk KBBI, musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah. Musyawarah juga bermakna perundingan dan perembukan. Sementara mufakat berarti mencapai persetujuan. Maka musyawarah mufakat adalah pembahasan kolektif agar dapat seia sekata.

Bangsa Indonesia pun menaruh perhatian lebih terhadap musyawarah mufakat. Bahkan dalam dasar negara Pancasila, musyawarah disebut eksplisit dalam sila ke-4. Yudi Latif, dalam  karyanya Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, menjelaskan dalam prinsip musyawarah mufakat keputusan tidak didikte oleh golongan mayoritas (mayorokrasi). Keputusan juga tidak ditentukan oleh kekuatan minoritas elite politik dan pengusaha (minokrasi). Ketetapan dihasilkan dari hikmah-kebijaksanaan yang mengagungkan daya rasional deliberatif dan kearifan masyarakat tanpa membeda-bedakan. Demokrasi –di bawah naungan orientasi etis hikmah dan kebijaksanaan- dimanifestasikan dengan cara menjunjung tinggi nilai ketuhanan berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradap yang disertai nilai-nilai persatuan (kekeluargaan) dan keadilan (2011: 486-487).

Musyawarah mufakat juga telah mengerak dalam kepribadian bangsa ini. Lapisannya terus menebal hingga mustahil untuk dihilangkan. Hikmahanto Juwana, dalam Negotiation, Mediation  and Conciliation, menjelaskan beberapa alasan mengapa masyarakat Indonesia -yang sedang berselisih- lebih memilih musyawarah mufakat untuk menyelesaikan masalah. Pertama, musyawarah mufakat adalah upaya mengurai permasalahan dengan tetap mempertahankan hubungan yang baik antar pihak yang bertikai. Bagi warga yang mendiami Ibu Pertiwi, menjaga hubungan baik adalah hal yang sangat penting.. Orang Indonesia percaya, perselisihan dapat menyebabkan retaknya hubungan baik. Merenggangnya hubungan tersebut akan memburuk jika tidak segera dilakukan penyelesaian masalah melalui musyawarah mufakat. Kedua, penyelesaian perselisihan dengan musyawarah mufakat memberikan prospek penyelesaian masalah tanpa perlu berkonfrontasi. Mekanisme formal –khususnya di pengadilan- dipandang sebagai konfrontasi secara langsung. Dan pihak-pihak yang bertikai akan berargumen berdasarkan perspektifnya masing-masing tanpa mempertingkan pihak lawannya.

Masih menurut Hikmahanto Juwana, musyawarah mufakat dipahami sebagai mekanisme yang sesuai dengan praktek tradisional yang memiliki akar kuat dalam budaya masyarakat. Musyawarah mufakat juga sangat efisien. Prosesnya tidak membutuhkan uang. Lebih lanjut, dalam musyawarah mufakat, pihak yang bertikai dapat mengontrol keputusan yang disepakati, mulai dari permohonan maaf hingga kompensasi uang. Jadi keadilan diputuskan oleh pihak-pihak yang bertikai dan bukan oleh pihak lainnya. Hal ini dianggap sebagai solusi perselisihan yang paling sesuai (2015: 327).

Jika dibedah dan diperhatikan dengan detail, konsep musyawarah mufakat merangkum beragam nilai-nilai positif. Nilai tersebut antara lain kemanusiaan, egalitarian, dan toleransi. Nilai kemanusiaan karena musyawarah mufakat menghormati manusia dengan segala keunikan dan kekhasannya. Ada pengakuan bahwa tuhan menciptakan manusia dengan beragam perbedaan. Dan perbedaan tersebut diperlakukan sebagai bagian yang harus dihargai. Nilai egalitarian karena memperlakukan manusia dengan setara. Tidak dibeda-bedakan berdasarkan pangkat, kedudukan, agama, identitas, dan  hal lainnya. Saat bermusyawarah, setiap orang dipandang sama hingga pendapatnya harus dihormati. Nilai toleransi karena saat bermusyawarah ada kemauan untuk membuka diri terhadap sikap dan pikiran yang berbeda. Masing-masing memiliki kepentingan dan aspirasi yang harus ditampung. Musyawarah akan mengakomodir hal tersebut hingga mendapatkan kata sepakat yang mengikat pihak-pihak yang bermusyawarah.

Oleh sebab itu, musyawarah mufakat perlu untuk terus dilestarikan dan dikembangkan di masyarakat. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menggelorakan kembali praktek musyawarah mufakat. Antara lain mengintensifkan kegiatan musyawarah mufakat. Di sekililing kita, masih banyak pertemuan-pertemuan dengan spirit  musyawarah mufakat. Misalnya pertemuan rutin di kampung, rapat di kantor, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dalam lingkup yang lebih luas, musyawarah mufakat dalam konteks berbangsa dan bernegara perlu diimplementasikan. Beragam tantangan bangsa ini perlu disikapi dengan semangat musyawarah mufakat. Pendekatan konflik sebagai solusi harus mulai digantikan dengan pendekatan musyawarah mufakat. Dengan cara itulah bangsa kita bisa terus melesat dan fokus pada tujuan kesejahteraan nasional.

Rachmanto M.A

Penulis menyelesaikan studi master di Center for Religious and Cross-cultural Studies, Sekolah Pascasarjana UGM. Jenjang S1 pada Fakultas Filsafat UGM. Bekerja sebagai peneliti.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

9 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

9 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

9 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago