Narasi

Resolusi Damai Tahun 2018

Luar biasa. Tahun 2017, perdamaikan kita telah banyak diuji. Sejatinya hanyalah segelintir orang yang berusaha merusak perdamaian masyarakat kita. Namun, karena virus permusuhan disebarkan secara massif dan dengan berbagai varian produk, maka dapat mewabah ke mana-mana. Hingga saat ini berita hoax di dunia maya belum dapat dibendung secara tuntas. Padahal, dengannya akan membuat persaudaraan menjadi terpecah-belah.

Di tahun 2018, pesta pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang melibatkan 171 daerah akan menjadi santapan empuk para pembuat onar. Kelompok pecinta permusuhan bisa memanfaatkan momen politik sebagai kendaraan untuk memecah-belah masyarakat. Apalagi dunia politik praktis sudah terbiasa memutar-balikkan keadaan, sesuai dengan kepentingan masing-masing. Dalam politik praktis, kawan yang memiliki perbedaan pandangan akan menjadi lawan. Sebaliknya, lawan akan menjadi kawan guna mendapatkan kue bersama.

Para politikus pun banyak yang dengan mudah “bekerja sama” dengan kelompok anti-perdamaian guna melampiaskan berahi kekuasaan. Tidak sedikit dari para politikus yang justru dengan sengaja mengorbankan kepentingan masyarakat, bahkan ‘membohongi’, dalam rangka mewujudkan cita-cita. Dan, peluang semacam ini akan dengan mudah ditangkap oleh kelompok anti-perdamaian guna memuluskan cita-citanya (juga).

Sebagai langkah antisipasi, kita dapat mengaca pada pesta demokrasi yang telah dilaksanakan di beberapa daerah. Kita telah banyak mendapatkan kabar betapa kelompok anti-perdamaian telah banyak memainkan politik sebagai kendaraan untuk memecah belah masyarakat. Tak hanya itu, mereka juga dapat dengan mudah menyerimpung orang-orang yang dianggap berbahaya bagi kelompoknya.

Ke depan, jangan sampai virus perdamaian kalah hebat dibandingkan dengan virus perpecahan yang disebarkan oleh kelompok anti-perdamaian. Jika tidak, maka bukan saja dalam dunia politik praktis saja yang dapat ditunggangi oleh kelompok anti-perdamaian. Di segala sisi kehidupan kita akan digilas habis. Tentu, hal ini tidak menjadi keinginan bersama.

Ketika virus perpecahan telah merambah ke masyarakat, maka kehancuran pun tak dapat dihindarkan. Masyarakat akan dengan mudah menyalahkan masyarakat lain yang hanya karena beda pandangan. Belum lagi mereka yang beda keyakinan agama, suku, ras, dan golongan. Jika virus perpecahan telah menggejala di masyarakat, maka perbedaan-perbedaan ini akan menjadi sumber perpecahan yang tidak dapat dipadamkan.

Masyarakat kita adalah masyarakat media. Mereka adalah “masyarakat zaman now” yang kehidupannya tak dapat dilepaskan dengan media maya. Dalam pada itulah, virus perdamaian mesti disebarluaskan di media maya sebanyak-banyaknya. Selain itu, virus perdamaian juga mesti dikemas dengan cantik sehingga memikat dan dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat. Dengan begitu, masyarakat kita akan dengan mudah mempertahankan perdamaian yang telah diteladankan oleh para founding father bangsa serta diajarkan dalam agama.

Bagi masyarakat yang tidak kenal media maya, rata-rata mereka adalah orang-orang tua yang berada di pedesaan. Meski secara intelektual termasuk katagori rendah, bahkan banyak yang tidak lulus Sekolah Dasar (SD), namun mereka tidak mudah terpengaruh oleh dunia luar. Rata-rata mereka memiliki keyakinan yang kuat. Pengalaman hidup yang sudah sangat panjang membuatnya bisa berpikir bijaksana. Sehingga, mereka cenderung mempertahankan perdamaian. Dengan kata lain, masyarakat yang tidak kenal media maya sejatinya lebih kebal terhadap virus perpecahan yang disebarkan oleh kelompok anti-perdamaian. Sehingga, mereka cukup diberikan pemahaman terbaru terkait kondisi zaman terkini, sehingga mereka dapat memilih mana yang baik dan buruk. Jangan sampai mereka mendapatkan berita buruk yang dikemas baik sehingga dianggapnya baik. Wallahu a’lam.

Anton Prasetyo

Pengurus Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta

Recent Posts

Pesta Rakyat dan Tafsir Lokalitas dalam Menjaga Imajinasi Kolektif Satu Bangsa

Setiap bulan Agustus, bangsa Indonesia seolah menemukan denyut kebersamaannya kembali. Dari istana hingga gang sempit…

2 hari ago

Sangkan-Paran, Ingsun, dan Kedaulatan

Tentang arti dari sebuah kedaulatan, barangkali Sri Sultan Hamengku Buwana I adalah salah satu sosok…

2 hari ago

Ekspresi Pengorbanan dan Cinta Tanah Air dalam Perayaan Kemerdekaan

Pesta rakyat merupakan sebuah ekspresi komunal yang tak hanya menandai perayaan, tetapi juga mencerminkan wujud…

2 hari ago

Euforia Kemerdekaan Rakyat Indonesia Sebagai Resistensi dan Resiliensi Rasa Nasionalisme

Kemerdekaan Indonesia setiap tahun selalu disambut dengan gegap gempita. Berbagai pesta rakyat, lomba tradisional, hingga…

3 hari ago

Pesta Rakyat dan Indonesia Emas 2045 dalam Lensa “Agama Bermaslahat”

Setiap Agustus tiba, kita merayakan Pesta Rakyat. Sebuah ritual tahunan yang ajaibnya mampu membuat kita…

3 hari ago

Bahaya Deepfake dan Ancaman Radikalisme Digital : Belajar dari Kasus Sri Mulyani

Beberapa hari lalu, publik dikejutkan dengan beredarnya video Menteri Keuangan Sri Mulyani yang seolah-olah menyebut…

3 hari ago