Narasi

SARA dan Akhlak Muslim di Dunia Virtual

Produksi dan peredaran isu SARA di dunia maya makin meningkat dan sangat mengganggu. Peristiwa sekecil apapun bisa disulap, oleh orang-orang iseng dan tidak bertanggung jawab, menjadi konten SARA dan siap diviralkan. Bagi mereka yang nalarnya belum kuat, terus-menerus mengkonsumsi isu SARA yang negatif akan makin menebalkan rasa kebencian. Dalam jangka panjang, hal ini dapat berubah menjadi tindakan-tindakan intoleransi dan kekerasan. Maka menjadi kewajiban kita bersama untuk mencegah peredaran konten-konten SARA di jagat maya. Selain itu, digital native Muslim -yang menjadi pengguna internet terbesar di Indonesia- perlu cerdas dan bijak dalam merespons isu SARA di gadgetnya. Sehingga bisa mendinginkan suasana, bukan justru memprovokasi permusuhan.

Salah satu contoh isu SARA yang ramai sejak dua pekan kemarin adalah tentang posisi sholat seorang calon kepala daerah. Dalam foto yang sempat viral tersebut, nampak seorang calon kepala daerah yang sedang sholat. Posisinya sebagai imam sholat. Di samping kirinya, ada calon wakil kepala daerah. Dia menjadi makmum sholat. Gambar ini lantas menyebar tanpa henti dan memicu beragam komentar. Posisi imam dan makmum ini dianggap salah. Sebab semestinya jika ada dua orang yang sholat, posisi makmum berada di kanan imam. Bukan di sisi kiri seperti foto ini. Hasil jepretan kamera ini lantas terus-menerus memicu komentar-komentar negatif, tidak sehat, sekaligus permusuhan.

Bagi seorang Muslim, semestinya mengedepankan akhlak yang baik dalam menyikapi peristiwa ini. Misalnya menanyakan secara lengkap tentang kejadian sebenarnya. Mungkin ada hal darurat yang menyebabkan posisi imam dan makmum tidak seperti biasanya. Upaya tabayyun penting dilakukan agar tidak mudah menyalahkan sesama Muslim. Jika pun memang posisi mereka salah, semestinya dikoreksi dengan cara yang ahsan. Bukan dengan memaki-maki dan menganggap sholatnya tidak sah. Bahkan tidak boleh terus-menerus menyebarkan postingan tersebut karena termasuk aib saudaranya. Simak hadist berikut, dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad bersabda “Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak”(Shahih Muslim). Di zaman ini, sebagian masyarakat gemar sekali mencari-cari aib saudaranya. Padahal belum tentu yang dicela lebih buruk dari yang mencela. Mengomentari orang yang sedang sholat berjamaah, padahal dirinya sendiri sholat saja masih bolong-bolong. Menjelek-jelekan ulama, padahal kualitas ilmunya jauh dibawah ulama yang dihujatnya.

Akhlak lain yang wajib ditanamkan dalam diri kaum Muslim Indonesia adalah agar berhati-hati beraktivitas di dunia maya. Jangan mudah membagikan informasi-informasi yang tidak bermanfaat dan cenderung meresahkan. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari dan Muslim). Imam Syafii, seperti dikutip Al-Imam An-Nawawi, berpendapat makna hadist ini ialah jika seseorang ingin berbicara, maka hendaknya dipikirkan terlebih dahulu. Jika perkataannya jelas tidak berakitab buruk, maka dia boleh berbicara. Tetapi jika ragu atau nyata menimbulkan dampak buruk, maka tahanlah untuk tidak berbicara.

Tentu saja termasuk dalam adab yang baik adalah tidak “berbicara” hal-hal yang merusak di dunia maya (termasuk di media sosial). Tidak boleh menjelek-jelekan Muslim lainnya, mengejek penganut agama lain, memfitnah, mengorek aib, menyebar berita palsu, dsb. Sadarilah, bahwa apa yang dikerjakan di dunia maya dapat menyebar dengan cepat dan menjangkau banyak pihak. Jika yang dilakukan adalah kebaikan, maka kita akan mendapatkan pahala kebaikan. Misalnya mengajak orang berbuat baik, menghormati orang lain, dan memberikan inspirasi untuk orang lain. Sebaliknya, jika ada orang menunjukkan hal yang buruk (kebencian, permusuhan, mengolok-olok, dsb) dan ada yang mengikutinya, maka orang yang menunjukkan jalan keburukan itu akan mendapat limpahan dosa dari para penngikutnya. Adab dan akhlak di dunia maya ini perlu diperhatikan agar kaum Muslim tidak terjerumus dalam perilaku yang dapat membinasakannya.

Rachmanto M.A

Penulis menyelesaikan studi master di Center for Religious and Cross-cultural Studies, Sekolah Pascasarjana UGM. Jenjang S1 pada Fakultas Filsafat UGM. Bekerja sebagai peneliti.

Recent Posts

Jebakan Beragama di Era Simulakra

Banyak yang cemas soal inisiatif Kementerian Agama yang hendak menyelenggarakan perayaan Natal bersama bagi pegawainya,…

1 jam ago

Melampaui Nalar Dikotomistik Beragama; Toleransi Sebagai Fondasi Masyarakat Madani

Penolakan kegiatan Natal Bersama Kementerian Agama menandakan bahwa sebagian umat beragama terutama Islam masih terjebak…

1 jam ago

Menanggalkan Cara Beragama yang “Hitam-Putih”, Menuju Beragama Berbasis Cinta

Belakangan ini, lini masa kita kembali riuh. Rencana Kementerian Agama untuk menggelar perayaan Natal bersama…

1 jam ago

Beragama dengan Kawruh Atau Rahman-Rahim dalam Perspektif Kejawen

Dalam spiritualitas Islam terdapat tiga kutub yang diyakini mewakili tiga bentuk pendekatan ketuhanan yang kemudian…

1 jam ago

Natal Bersama Sebagai Ritus Kebangsaan; Bagaimana Para Ulama Moderat Membedakan Urusan Akidah dan Muamalah?

Setiap menjelang peringatan Natal, ruang publik digital kita riuh oleh perdebatan tentang boleh tidaknya umat…

23 jam ago

Bagaimana Mengaplikasikan Agama Cinta di Tengah Pluralitas Agama?

Di tengah pluralitas agama yang menjadi ciri khas Indonesia, gagasan “agama cinta” sering terdengar sebagai…

24 jam ago