Faktual

Solidaritas Palestina dan Soliditas Kebangsaan Pasca Tragedi Di Bitung

Sabtu sore menjelang malam (25/11/23), pecah keributan yang sangat tidak diinginkan di Kota Bitung yang damai. Dua kelompok massa saling lempar kata-kata dan akhirnya saling lempar batu. Pecah konflik dan keributan yang terjadi di Bitung antara Ormas dan Massa Aksi Bela Palestina sangat disesalkan.

Namun, kesimpangsiuran atas kejadian tersebut beredar di media sosial. Berita yang muncul dan sebaran video viral telah membingkai informasi yang cepat menyulut emosi. Beberapa narasi yang muncul misalnya bentrok massa Pro Palestina dan Pro Israel. Informasi ini kemudian dimakan dengan mudah dengan narasi lainnya umat Islam siap berjihad dan siaga satu menanggapi kejadian di Bitung.

Sejak awal solidaritas masyarakat Indonesia dan kebijakan negara terhadap Palestina adalah persoalan perikemanusiaan dan anti penjajahan. Prinsip dan nilai dasar ini penting agar sebagai sebuah bangsa kita bisa menangkap dan memposisikan solidaritas Palestina sebagai gerakan kemanusiaan yang melintas batas isu agama dan sektarian lainnya. Pada akhirnya solidaritas Palestina sejalan dengan soliditas kebangsaan.

Narasi yang beredar seolah terus memanasi dan mengompori situasi dengan pilihan judul yang bombastis. Tidak hanya media sosial, beberapa media mainstream mengedepankan judul yang sangat heroik, Bentrok Pendukung Palestina dan Israel di Kota Bitung. Bukan didorong pada penyelesaian yang damai dan penegakan hukum yang jelas, berita-berita yang beredar seolah ingin membingkai emosi dan sentimen keagamaan yang akan mudah membesar.

Beruntung aparat gabungan telah diterjunkan untuk mencegah bentrok susulan. Polisi telah menyekat beberapa massa untuk tidak masuk ke wilayah Bitung dengan maksud melakukan aksi balasan. Pendekatan kekeluargaan dan kesepakatan terus dijalin antar kedua belah pihak agar tidak memperluas jangkauan konflik. Pemerintah bersama tokoh agama, tokoh masyarakat, adat dan unsur TNI/Polri telah menyelesaikan selisih paham. Wali Kota Bitung mengatakan keadaan sudah kondusif dan aman.

Masyarakat dihimbau untuk tidak menyebarkan foto dan video yang dapat memprovokasi berbagai pihak. Pasalnya, narasi-narasi yang menyertai sebaran foto dan video telah diframing menyulut api kebencian dan potensi konflik. Wajar, jika kemudian menyimpulkan ini adalah perang pendukung Palestina vs Israel atau disempitkan lagi pada konflik antara umat Islam dan non Muslim.

Narasi yang sangat provokatif akan lebih menyeramkan dan dapat menimbulkan eskalasi massa yang lebih luas. Karena itulah, menahan diri dengan tidak menyebarkan video dan foto yang membingkai dalam narasi kebencian dan potensi SARA adalah langkah utama.

Menyerahkan penyelesaian kekerasan kepada aparat penegak hukum adalah tindakan yang harus dilakukan. Kasus tersebut, tentu tidak selesai dengan persoalan damai dan kesepakatan, tetapi perlu ada pengusutan terhadap aktor dan provokator yang telah merugikan kedua belah pihak.

Menjaga ketenangan dan kerukunan pasca kejadian tersebut mutlak dilakukan. Jangan ada lagi provokasi yang bisa menyulut api emosi yang lebih meluas. Jangan ada teriakan siaga perang untuk membela kejadian tersebut yang hanya “gimmick nakal” yang bisa membangkitkan emosi masyarakat. Hukum harus dipercayakan menuntaskan kejadian tersebut.

Tentu saja, di atas hal tersebut solidaritas Palestina bagi masyarakat Indonesia adalah bagian dari konstitusi. Suara itu harus terus digalakkan dan terus dihembuskan. Namun, solidaritas Palestina harus tetap menjaga soliditas persaudaraan kebangsaan. Suara pembelaan terhadap Palestina di Indonesia bukan hanya suara umat Islam, tetapi seluruh masyarakat lintas agama. Ini tentang kemanusiaan dan anti penjajahan. Energi solidaritas Indonesia untuk Palestina bukan hanya dari umat Islam, tetapi menjadi konsen seluruh masyarakat.

This post was last modified on 27 November 2023 2:39 PM

Farhah Sholihah

Recent Posts

Memahami QS Yunus Ayat 99, Menjadi Umat yang Toleran

QS Yunus ayat 99 dan Al-An’an ayat 35 adalah salah dua ayat yang memberikan tuntunan…

10 jam ago

Bahaya “Kuasa Mayoritas” dalam Relasi Umat Beragama

Dalam relasi sosial, tidak terbantahkan ada klaim yang disadari atau tidak bernama mayoritas. Mayoritas merujuk…

10 jam ago

Mengelola “Kebisingan” Umat Beribadah

Di tengah masyarakat multikultural seperti Indonesia, keragaman budaya, etnis dan agama sudah tidak bisa dipungkiri.…

11 jam ago

Agama: Dialektika Antara Kebisingan dan Keheningan

Peristiwa 9/11 konon adalah tonggak di mana dunia global tengah didera oleh gelombang deprivatisasi agama.…

11 jam ago

Dalil Larangan Ghuluw; Egoisme Beragama yang Dikecam Islam

Islam adalah agama moderat yang menempatkan sikap tengah-tengah (tidak ekstrem) sebagai pilihan terbaik. Maka, Islam…

1 hari ago

Islam dan Tantangan Birahi Egoisme Beragama

Realita yang miris terjadi di dalam ruang keberagamaan kita akhir-akhir ini. Ruang keagamaan kian dilingkupi…

1 hari ago