Narasi

Tafsir Quraish Shihab dalam Membingkai Persaudaraan Berbangsa

Persaudaraan bisa dikatakan menjadi sesuatu yang paling sakral dalam kehidupan bersosial. Dalam al-Quran sendiri disebutkan, ada dua poin penting dalam membahas persaudaraan, yaitu persaudaraan seagama atau seiman dan persaudaraan sesama manusia. Dalam hal ini Quraish Shihab memberikan sebuah penjelasan bahwa persaudaraan seagama ialah mengakui keesaan Allah, kerasulan Muhammad, Melaksanakan Shalat, dan menunaikan zakat. Bagi mereka yang tidak mengakui keempat hal di atas, maka dia adalah saudara sekemanusiaan.

Lebih jauh Quraish Shihab memberikan sebuah wejangan, bahwasanya persaudaraan sekemanusiaan memberikan sebuah pengakuan serta eksistensi pihak lain sebagai bentuk penghormatan. Penghormatan yang dimaksudkan di sini bukan berarti menerima ide, apalagi agama pihak lain. Tapi yang termaktub di sini ialah hidup berdampingan demi meraih kemaslahatan bersama , agar masing-masing mengajarkan ajaran agama tanpa mengganggu dan diganggu. Sebab, tujuan dari setiap ajaran agama tersebut salah satunya ialah menjunjung martabat manusia atau memanusiakan manusia.

Secara tidak sadar juga harus diakui persaudaraan sesama umat manusia mempunyai motivasi dalam menciptakan iklim persaudaraan yang hakiki, yang berkembang atas dasar rasa kemanusiaan yang bersifat universal. Karena pada prinsipnya semua manusia adalah bersaudara. Hal ini sejalan dengan apa yang terkandung dalam al-Quran surat Al-Hujuraat ayat 10 yang mengatakan bahwa orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapatkan rahmat. Bahkan, sebelum ayat 10 ini, Al-Quran juga memerintahkan agar setiap manusia saling mengenal dan memperkuat hubungan persaudaraan di antara manusia.

Dari sini kemudian dapat dipahami bahwa tata hubungan dalam persaudaraan sesama manusia menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan martabat  kemanusiaan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera, adil, dan damai dalam bersosial dengan masyarakat. Sepihak dengan itu, Quraish Shihab  juga memberikan sebuah pemahaman yang luas, bagaimana al-Quran menggarisbawahi bahwa perbedaan adalah hukum yang berlaku dalam kehidupan. Sesuai dengan yang terkandung dalam surat al-Madinah ayat 48 yang mengatakan, sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.

Baca Juga : Menemukan Tuhan dalam “Seporsi” Persaudaraan

Ayat ini menuntun seorang muslim hendaknya memahami adanya pandangan atau bahkan pendapat yang berbeda dengan pandangan agamanya. J. Suyuti Pulungan dengan karyanya Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah; Ditinjau dari Pandangan Al-Quran, menyatakan bahwa indikasi ukhuwah kebangsaan dapat pula dilihat dalam ketetapan Piagam Madinah yang bertujuan mewujudkan segenap persatuan sesama warga masyarakat Madinah, yakni persatuan dalam bentuk persaudaraan segenap penduduk Madinah sebagaimana pasal 24 pada piagam Madinah tersebut, yakni (orang-orang mukmin dan Yahudi bekerja sama menanggung pembiayaan selama mereka berperang). Jadi di antara mereka harus terjalin kerjasama dan tolong-menolong dalam menghadapi orang yang menyerang terhadap negara mereka di Madinah.

Keteladanan yang diajarkan Nabi ini seharusnya dipraktikkan di abad sekarang ini, khususnya di Indonesia yang memang kondisi masyarakatnya multicultural. Bagaimana paham keagamaan dan ideologi kebangsaan bisa beriringan untuk menjunjung pentingnya kemanusiaan. Karena pada faktanya, suatu umat, bangsa dan negara tidak akan berdiri dengan tegak, bila di dalamnya tidak terdapat persaudaraan. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa dalam menumbuh kembangkan persaudaraan salah satunya ialah dengan mengajarkan persaudaraan sejak dari dini, yang mana kemudian akan melahirkan sebuah kebersamaan serta persatuan tanpa adanya sekat-sekat wilayah, kebangsaan atau ras, sebab setiap dari kita adalah saudara.. Itulah yang diajarkan oleh Quraish Shihab, dan sudah semestinya kita saling membingkai kerukunan, kebersamaan dalam hidup bersosial dan beragama. Sebab, tugas manusia hanya menjadi baik, selebihnya biar orang lain dan Tuhan yang menilai.

This post was last modified on 24 Juli 2020 11:36 AM

Sudiyantoro

Penulis adalah Penikmat Buku dan Pegiat Literasi Asli Rembang

Recent Posts

Makna Jumat Agung dan Relevansinya dalam Mengakhiri Penjajahan di Palestina

Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…

22 jam ago

Jumat Agung dan Harapan bagi Dunia yang Terluka

Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…

22 jam ago

Refleksi Jumat Agung : Derita Palestina yang Melahirkan Harapan

Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…

22 jam ago

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

2 hari ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

2 hari ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

2 hari ago