Dewasa ini masyarakat Indonesia digempur dengan berbagai macam isu serta huru-hara yang timbul akibat pemilihan presiden tahun (pilpres) 2019 mendatang. Mereka saling menjagokan pemimpin mereka masing-masing, bahkan beberapa diantaranya gencar membuat konten ujaran kebencian di media sosial sejak tahun 2017 lalu.
Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber, Kombes Irwan Anwar, mengatakan bahwa tiga orang kelopok Saracen yang ditangkap oleh pihaknya mempunyai agenda besar dalam pilpres 2019 nanti dengan membuat puluhan ribu akun palsu facebook. Ia menjeaskan bahwa akun tersebut nantinya akan digunakan untuk menyebar ujaran kebencian serta kepentingan kelompok dalam pilpres (Tribunnews, Rabu (23/08/17).
Sebagai negara dengan mayoritas muslim di Indonesia, kajadian adu domba serta ujaran kebencian yang terjadi akibat pilres 2019 mendatang seharusnya tidak terjadi. Terlebih, sering dikatakan bahwa muslim satu dengan muslim yang lainnya adalah saudara. Apabila satu dari mereka terluka, maka saudara yang lain akan ikur merasakan kepedihannya.
Namun, yang terjadi sekarang, sesama saudara muslim dan masyarakat Indonesia saling menyerang dan menjatuhkan. Indonesia yang dicanangkan sebegai masyarakat yang ramah dan menjunjung tinggi nilai persatuan seakan hilang seketika. Haruskah masyarakat selalu menjadi korban adu domba dalam ajang perpolitikan bangsa? Tidak adakah cara bijak lain untuk mengatasi hal ini?
Semangat Tahun Baru Hijriah
Tanggal 11 September mendatang merupakan babak baru untuk umat muslim. Di mana, seluruh masyarakat muslim di dunia akan merayakan hal itu sebagai tahun baru mereka.
Dalam sejarahnhya, umat Islam pada waktu itu merasa kebingungan untuk menetukan kapan tahun baru Islam akan peringati. Terlebih, masyarakat Arab pada waktu itu, tidak terbiasa memperingati atau menandai momet tertentu menurut hitungan bulan,
Salah satu sahabat Rasul Ali bin Abi Thalib, mengusulkan untuk menetapkan tahun baru hijriah pada tanggal satu Muharram. Hal berdasarkan waktu hijranya nabi dari Makkah ke Madinah. Usulan itu akhirnya disetujui dan ditetapkanlah tahun baru umat Islam pada tanggal satu Muharram.
Merefleksikan Tahun Baru Hijriah
Sejarah penetapan tahun baru Hijriah atas dasar hijaranya nabi dari Makkah ke Madinah tentu bukan tanpa alasan. Hijrah yang berarti secara harfiyah berpindah dari satu tempat ke tempat lain juga bisa diartikan sebagai babak baru dalam kehidupan. Di mana, masyarakat muslim khususnya, harus meninggalkan hal-hal buruk pada tahun sebelumnya dan harus menuai kebaikan setelah moment hijrah tersebut.
Hal tersebut juga patut kiranya direfleksikan oleh seluruh masyarakat muslim yang ada di Indonesia. Meninggalkan ujaran kebencian satu sama lain, meninggalkan kepentingan kelompok untuk kepentingan bangsa dan negara, serta meninggalkan segala perilaku buruk yang bisa memcah belah persaudaraan antara masyarakat berbangsa dan beragama di Indonesia.
Semoga tahun baru Hijariah kali ini tidak sebatas selebrasi dan hanya menjadi euphoria semata.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…