Ketika melihat fenomena pembakaran bendera pada hari santri, banyak provokasi yang muncul dari media sosial. Provokasi untuk melakukan penghakiman terhadap pelaku pembakaran bendera, hingga provokasi agar terjerumus pada kebencian terhadap kelompok agama. Bagi orang yang tidak mempunyai afiliasi terhadap kelompok agama tertentu, misalnya NU, Muhammadiyah dan lain sebagainya ia aka mudah terprovokasi terhadap propaganda untuk melakukan kebencian.
Bagi penulis, saat ini ada sebagian kelompok yang memanfaatkan simbol agama untuk merusak persatuan bangsa. Apabila argumen semacam itu dikeluarkan di publik, pastinya mereka akan bertanya, bukankah yang mulai mengusik terlebih dahulu adalah Banser? Ya, bagi penulis, sikap pembakaran bendera merupakan sikap yang sangat tidak bijak. Tapi, penulis mengajak berpikir ke belakang, kenapa Banser sampai membakar bendera tersebut, pasti ada sebab. Menurut penuturan tim pencari fakta PBNU, pengibar dan pemasangan bendera HTI di tempat Apel Hari Santri Nasional 2018 terjadi di hampir seluruh Wilayah Jawa Barat, seperti Sumedang, Kuningan, Ciamis, Banjar, Bandung, Tasikmalaya, dan lainnya. Dari data tersebut, berarti ada upaya tindakan untuk provokasi. Ketika Banser sudah terprovokasi atas tindakan sistematis tersebut, kemudian mereka mempersiapkan provokasi selanjutnya, yaitu banser menodai kalimat tauhid, kemudian terjadilah konflik.
Bagi orang yang tidak tahu menahu duduk permasalahan tersebut, dan melihat narasi yang kuat di media sosial akan mudah terbawa. Siapa yang tidak akan tergerak apabila agamanya ternodai? Begitulah kira-kira komentar bagi orang yang tidak tahu duduk permasalahan secara komprehensif suatu masalah. Mereka akan mudah tergiring narasi provokatif, dengan menggunakan sentiment agama.
Cara Terhindar Provokasi
Orang akan mudah terbawa provokasi dengan simbol agama. Apalagi ketika ada provokasi bahwa agama Islam saat ini terzhalimi. Orang awam akan mudah tersulut emosi, kemudian tidak sedikit yang menyebarkan postingan atau komentar yang bernada ujaran kebencian. Bagi penulis ada tiga cara agar kita terhindar dari provokasi yang menyebar di media sosial.
Pertama, apabila menemukan postingan yang kontroversial dan itu bernada menyudutkan satu kelompok, maka pertanyaan yang harus dilontarkan pada diri Anda sendiri, apakah postingan tersebut benar? Apabila menyangkut peristiwa, Anda bisa mencari informasi terkait kebenaran berita tersebut. Berbeda ketika Anda menemukan postingan yang berkaitan dengan peristiwa lama, maka Anda bisa mengecek kembali sejarah dari berbagai literatur.
Menanyakan kembali kebenaran suatu berita, merupakan pintu pertama agar terhindar dari narasi kebencian yang mengarah pada provokatif. Menanyakan kebenaran berarti berpikir skeptis terhadap informasi yang baru muncul. Sikap skeptis atau meragukan suatu berita baru, baik dilakukan agar tidak mudah terbawa pada provokatif kebencian dan pertikaian. Sikap skeptis juga mengajarkan kita berpikir kritis, apakah berita yang disampaikan oleh orang tersebut benar adanya, ataukah ada agenda politik praktis di belakangnya.
Kedua, apabila menemukan berita baru dan memuat kontroversial, pertanyaan kedua yang harus kamu tanyakan pada dirimu dan pembuat berita tersebut, apakah berita tersebut membawa manfaat banyak orang, atau justru sama sekali tidak membawa manfaat. Apabila berita tersebut tidak memberi manfaat, bahkan merugikan banyak orang, maka bisa jadi itu adalah berita provokasi.
Mempertanyakan kemanfaatan atas berita yang baru muncul adalah langkah yang efektif agar terhindar dari provokatif kelompok untuk mengadu domba antar kelompok. Berita yang manfaat tentunya akan memberikan pengetahuan bagi orang yang membacanya atau mendengarnya. Bahkan bisa jadi berita yang bermanfaat akan membawa perubahan bagi pembaca atau pendengarnya.
Ketiga, apabila Anda menemukan berita baru dan kontroversial, tentunya pertanyaan selanjutnya adalah apakah berita tersebut bisa menimbulkan pertikaian. Kalau menurut Anda itu dapat menimbulkan pertikaian, berarti sang pembuat berita sedang memprovokasi Anda. Kabar yang provokatif biasanya akan menimbulkan pertikaian. Apabila Anda ikut menyebarkannya, berarti Anda ikut memprovokasi atas perpecahan bangsa ini.
Tiga sikap tersebut bukan jalan utama untuk terhindar dari provokatif. Bagi orang awam, tiga cara tersebut sangat efektif untuk menangkal berita kebencian. Namun, bagi orang yang panatik terhadap kelompok tersebut, ia akan mudah menyebarkan, karena ada ikatan emosional dan kesamaan tujuan yang sedang ia capai. Setidaknya bagi masyarakat luas, ketika membaca berita baru dan memuat kontroversial harus menanyakan tiga hal tersebut, agar terhindar dari provokasi kebencian dan perpecahan antar masyarakat.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…