Media sosial menjadi ruang baru bersosialisasi dan berinteraksi. Sayangnya, ruang ini dianggap sebagai lingkungan yang seakan tanpa norma dan etika. Ajang eksistensi diri yang berlebihan. Viral dianggap tujuan utama walaupun tampak tak bermoral.
Seseorang yang sedang berselancar di media sosial seolah menjadi manusia yang memiliki keperibadian ganda. Satu sisi di alam nyata ia tampak sopan, tetapi di media sosial berwajah garang. Sebenarnya ia masih anak ingusan, tetapi di media sosial bisa mencerca orang dewasa bahkan orang yang lebih tua sekalipun. Ketika terjerat hukum air mata pun mengalir.
Media sosial seolah merubah citra diri dan lebih berbahayanya merubah keperibadian seseorang. Tak heran, jika Indonesia yang dikenal sopan santun, ramah dan toleran, nampak di media sosial sebagai warganet paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Kenapa? Media sosial menjadi pelampiasan yang seolah tanpa norma dan etika.
Agama sebenarnya masih memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Ajaran agama mestinya menjadi salah satu alat edukasi bagi masyarakat untuk berinteraksi di media sosial. Adakah ajaran agama untuk bermedia sosial?
Pada prinsipnya, pergaulan di media sosial tak ubahnya pergaulan di lingkungan sosial. Islam sejatinya telah memberikan panduan dalam berinteraksi dan bergaul dalam kehidupan sehari-hari yang dapat ditransformasikan sebagai panduan dalam bermedia sosial. Ada beberapa hal yang diajarkan Islam untuk lebih santun bermedia sosial.
Pertama, prinsip bertanggungjawab. Setiap tindakan ada resiko yang harus ditanggung. Perkataan, tulisan dan tindakan meniscayakan tanggungjawab. Dalam agama, pertanggungjawaban itu tidak hanya persoalan jeratan hukum di dunia, tetapi di akhirat.
Dalam al-Quran disebutkan : “maka celaka yang besar bagi mereka akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri” (QS: Al Baqarah 79). Apa yang kita tulis hari ini tanpa sadar bisa menjadi bencana bagi masyarakat luas. Dan mungkin kita tidak sadar apa yang kita posting, sharing, dan broadcast sejatinya dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Kedua, jika merasa anonymous dan tidak terawasi, sesungguhnya Tuhan mengawasi semua Tindakan manusia. Merasa selalu diawasi adalah kunci agar kita selalu berhati-hati. Ketika kita menulis status, mengupload dan mendownload serta men-share apapun di media sosial sejatinya adalah bukan tanpa pengawasan.
Dalam al-Quran dinyatakan secara tegas : “Sungguh banyak malaikat yang selalu mengawasi kalian, para malaikat itu selalu mencatat perbuatan perbuatan kalian mereka mengetahui semua perbuatan kalian”. (QS : al Infithar 10-12). Jika merasa kebal hukum di dunia, yakinlah anda tidak akan kebal hukuman akhirat. Jika merasa anda bisa menyembunyikan identitas dan tanpa pengawasan, yakinlah Tuhan Maha Mengetahui semua tindakan hambanya, termasuk di media sosial.
Ketiga, posting yang baik-baik dan sharing yang bermanfaat. Ada dua kata kunci agar bisa selamat dalam bermedia sosial. “Serta berkatalah yang baik kepada manusia”(QS: al Baqaarah 83) dan hadist “Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain”.
Islam memberikan panduang untuk selalu berkata-kata dalam konteks bermedia sosial adalah memposting sesuatu dengan kalimat yang baik. Perkataan buruk adalah bencana bagi diri dan manusia. Karena itulah Rasulullah menegaskan : berkatalah yang baik atau diam. Jika anda merasa tidak sedang dalam kondisi tidak baik dalam bermedia sosial, diamlah dan tinggalkan gadgetmu. Kondisi emosi justru akan memperburuk situasi. Jangan jadikan alasan akun dihack atau sedang khilaf padahal sesungguhnya anda tidak sedang bisa mengontrol diri saat memposting sesuatu di media sosial.
Prinsip selanjutnya adalah hanya sebar yang bermanfaat. Jangan ceritakan sesuatu yang tidak berguna seperti keluar rumah, makan siang karena hal tersebut membuang waktu kita dan waktu pembaca. Rasulullah bersabda : “Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317).
Keempat, jangan jadikan media sosial ajang narsis (riya’) dan kesombongan (takabbur). Hal tidak penting saja dilarang seperti setiap makan harus selfie terlebih dahulu, apalagi persoalan riya’ dan takabbur. Tidak semua hal kebaikan harus diketahui orang kecuali sebagai pelajaran bagi yang lain. Namun, memperlihatkan anda empati, simpati dan peduli dengan memberikan sesuatu harus diposting sejatinya menghilangkan keikhlasan anda.
Rasulullah bersabda : Barang siapa ingin didengar orang Allah jadikan didengar orang dan di akhirat tidak mendapatkan apa apa. Demikian pula barang siapa ingin dilihat orang , Allah mewujudkannnya dan di akhirat tidak dapat apa –apa.( Bukhori juz 5 hal 2383).
Ketika anda menghampiri pengemis dan memberikan santunan sambil berselfie mungkin anda dapat simpati dari ribuan follower dan subscriber anda dan mendapatkan AdSense, tetapi ingat semuanya tak berguna ketika anda tidak mendapatkan pahala apapun.
Kelima, verifikasi dan cek data sebelum menyebarkan. Anda jangan jadi pemalas hanya melempar informasi, tetapi tanpa disadari informasi itu akan membawa anda kejeruji besi. Prinsip dalam menyebarkan adalah berhati-hati. Al-Quran sudah mengingatkan : Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. (Alhujurat : 6)
Keenam, jauhi penyakit media sosial. Apa penyakit media sosial menurut Islam : prasangka buruk, menyalahkan orang lain, hoaks, iri, provokasi dan saling membenci. Rasulullah pernah mengingatkan berbagai penyakit itu : “Takutlah kalian akan berprasangka karena berprasangka adalah ucapan bohong besar. Janganlah kalian saling iri, saling hasut, saling membenci dan saling membelakangi dan jadilah kamu sekalian hamba Allah yang bersaudara” (HR. Bukhari).
Ketujuh, penting sekali di media sosial hari ini adalah memilih teman di media sosial. Rasulullah bersabda : “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628).
Peringatan bagi kita agar berhati-hati dalam memilih teman termasuk teman di media sosial. Teman akan menentukan manfaat dan bencana bagi kita. Jika informasi yang buruk yang anda dapatkan setiap hari dari pertemanan di media sosial, bukan tidak mungkin anda akan menjadi bagian dari dampak keburukan itu.
Terakhir dan sangat penting bagi kita semua adalah apa yang diajarkan dalam Islam bahwa : keselamatan manusia terletak pada perilaku menjaga lisan. Di media sosial hari ini keselamatan seseorang akan ditentukan oleh kehati-hatian dalam bermedia sosial. Jadilah netizen yang cerdas dan santun.
This post was last modified on 12 Desember 2022 12:32 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…