Lagi, pembakaran al-Quran kembali terjadi di masjid terbesar di Stockholm ibukota Swedia pada rabu siang (28/6/2023) waktu setempat. Lebih tragisnya, waktu pembakaran bertepatan ketika umat muslim di seluruh dunia sedang merayakan hari raya Idul Adha, pada Kamis (29/6) kemarin.
Terlihat seorang pria di Swedia bernama Salwan Momika (37) melakukan pelecehan dan pembakaran kitab suci al-Quran tepat di depan Medborgarplasten. Dengan alasan yang sama seperti politikus Rasmus Paludan, yang sudah melakukan aksi ini terlebih dahulu yakni dengan dalih kebebasan berekspresi yang dilindungi di Swedia.
Lantas apakah yang dimaksud dengan kebebasan berekspresi salah satunya dengan menghina dan menodai kepercayaan agama lain? Bukankah kebebasan seperti ini justru akan membuat kekacauan bukan hanya di negaranya namun di seluruh dunia?
Tentu saja kejadian tidak terpuji ini kontan memantik kemarahan umat Islam sedunia. Bahkan bukan hanya umat muslim dunia saja, namun ada beberapa kalangan yang juga ikut geram di buatnya.
Sebut saja Vladimir Putin yang merupakan presiden Rusia yang juga menyampaikan amarahnya karena aksi tersebut. Putin menegaskan bahwa penistaan terhadap al-Quran adalah bentuk kejahatan di Rusia. “Di negara kita, ini adalah kejahatan, baik menurut konstitusi maupun hukum pidana,” ujar Putin (1/7/2023).
Lantas, perlukan kita sebagai umat muslim juga ikut marah atas kejadian pembakaran al-Quran ini?
Islam adalah agama yang menghormati agama lain, termasuk tidak hanya menghormati tetapi mengakui eksistensi kitab suci agama sebelumnya. Islam menghindari tindakan yang dapat merendahkan agama lain apalagi menista agama lain. Itulah prinsip dalam Islam yang penting dipahami terlebih dahulu.
Penghinaan terhadap kitab suci adalah bentuk tindakan yang bertentangan dengan nilai agama-agama, nilai toleransi dan perdamaian. Karena itulah, tidak ada alasan menggunakan narasi kebebasan di balik tindakan yang merusak hubungan antar agama. Sikap yang dilakukan oleh para politisi Eropa yang rasis adalah bentuk tindakan teror psikologis kepada umat.
Karena itulah, harus disepakati bersama bahwa tindakan membakar al-Quran atau pun kitab suci agama lain adalah bentuk teror yang sangat keji. Lalu, bagaimana umat Islam melawannya?
Melawan Teror Pembakaran al-Quran dengan Cerdas
Penting dipahami konteks kejadian pembakaran al-Quran agar mengetahui maksud dari aksi teror tersebut. Kita bisa lihat apa yang dilakukan oleh Paludan dan Salwan Momika yang dengan sengaja membakar al-Qur’an justru di tengah komunitas muslim Swedia. Inilah sebuah strategi memancing emosi umat Islam agar bisa bertindak lebih emosional dan anarkis.
Apalagi maksudnya kalau bukan memancing emosi dan mengharapkan umat Islam melepaskan amarahnya dengan cara anarkis. Disadari atau tidak oleh kita sebenarnya kemarahan yang memunculkan sikap anarkis inilah yang justru mereka harapkan. Mereka sedang membangun Islam dan komunitas Islam sebagai orang yang pro kekerasan sehingga tidak cocok hidup di negeri Barat. Sikap rasis itulah yang menjadi ideologi pembakar al-Quran.
Karena itulah, dengan kemarahan yang anarkis justru mereka bisa membuktikan bahwa agama Islam identik dengan kekerasan. Karena itulah, umat Islam di berbagai negara harus meneladani Nabi ketika dihina dan dilecehkan agar tidak mudah terpancing emosi yang reaktif.
Mengutuk aksi pembakaran al-Quran adalah sebuah keniscayaan. Namun, penting disadari bahwa pelecehan al-Quran yang mereka lakukan tidak akan pernah mengurangi kualitas al-Qur’an itu sendiri sebagai mukjizat terbesar yang diturunkan kepada kaum muslimin. Justru aksi seperti ini mempermalukan wajah Eropa yang menyebut dirinya wajah agung peradaban, tetapi membiarkan aksi yang tidak terpuji.
Rasisme dan ekstremisme di Dunia Barat sejatinya lebih besar dan terendap dalam diri mereka sendiri. Ketidaksukaan terhadap pendatang khsususnya imigran muslim adalah salah satu sikap Barat yang tidak siap menerima dan terbuka dengan perbedaan.
Memang Barat harus diberikan cara belajar menghormati perbedaan dengan tidak selalu melihat Islam dan Timur sebagai peradaban yang barbar. Justru, sebagian masyarakat Barat sedang mengalami kejatuhan etika dan keadaban dengan virus rasisme yang sudah laten dalam diri mereka.
Sikap umat Islam adalah dengan menjaga kehormatan Islam dan umat Islam agar tidak tergiring harapan mereka untuk melakukan tindakan kekerasan, apalagi balas dendam terhadap sasaran yang tidak tepat. Menuntut keadilan menjadi penting dengan mendorong otoritas hukum atau lembaga yang berwenang untuk menindak tindakan teror tersebut.
Mendorong negara muslim dan pemimpin muslim mengutuk keras dan bersuara adalah pilihan terbaik. Menunjukkan kualitas iman dan keagungan Islam dengan citra yang lebih baik akan memukul balik mereka yang selalu benci terhadap Islam. Umat Islam tidak akan mudah terprovokasi dengan teror, apalagi ingin melakukan aksi teror balasan.
This post was last modified on 3 Juli 2023 1:32 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…