Categories: Kebangsaan

“Tugas Elearning”: Indonesia adalah Khilafah

Pada pembelajaran online melalui edmodo di topik Belajar Islam, saya diminta untuk memberikan pikiran kritis saya pada topik yang ketiga, yaitu Catatan Kritis atas Argumentasi Pendirian Khilafah Islamiyah. Pada tulisan ini, saya akan berbicara tentang khilafah Islamiyah dalam konteks keindonesiaan.

Al-mawardi menyatakan bahwa “imamah (kepemimpinan) itu diletakkan untuk mengganti tugas kenabian dalam menjaga agama dan mengatur urusan dunia”. Pernyataan tersebut memberikan arahan bahwa mengangkat imam atau Khilafah itu adalah sebuah kewajiban bagi umat Islam. Karena dengan adanya seorang Khilafah, ia akan menganti peran nabi dalam menjalankan pemerintahan secara Islam dan menjaga agama Islam.

Di Indonesia, terdapat beberapa organisasi masyarakat (ormas) yang terus menyuarakan paham untuk menegakkan paham Khilafah Islamiyah. Namun, secara logika paham tersebut begitu sangat tidak mungkin dapat terlaksana di Indonesia, karena dalam internal umat Islam sendiri terdapat ragam pemahaman yang berbeda-beda. Ada Nadhatul Ulama, Muhamadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan ada pula Salafi, di mana semua kelompok tersebut mengklaim dirinya sebagai Ahlus sunnah, yakni ajarannya sesuai dengan tuntunan al-quran dan sunnah. Kendati mengklaim sama-sama Ahlus sunnah, masing-masing dari mereka memiliki cara pandang dan pemahaman keislaman yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Contohnya adalah acara Tahlilan yang kerap dilaksanakan oleh masyarakat yang berpegang pada organisasi Islam Nadhatul Ulama (NU). Bagi kaum nahdiyin (pengikut NU), tahlilan tersebut merupakan bentuk doa untuk memperingati atau untuk mendoakan anggota keluarga yang telah meninggal. Namun kelompok Islam yang berpaham Salafi beranggapan acara tersebut sebagai perbuatan bid’ah yang tidak pernah diajarkan oleh nabi dan tidak sesuai dengan al-Quran dan hadits, sehingga termasuk dalam perbuatan dosa dan sia-sia.

Dalam konteks inilah ketidakmungkinan menerapkan khilafah Islamiyah di Indonesia. Pertanyaan besarnya, bagaimana umat Islam di Indonesia dapat bersetuju dalam menentukan satu pemimpin (khilafah) untuk umat Islam seluruh Indonesia?

Paham Khilafah Islamiyah yang hendak menerapkan syariat islam dalam kehidupan manusia, sangat sulit tercipta dalam Negara Indonesia saat ini, karena berbeda dengan Khilafah awal, di mana masyarakatnya sudah menjalankan Islam secara baik dan benar, serta sangat berpegang pada ajaran al-Quran dan Sunnah. Namun, lihat dengan keadaan agama Islam pada saat ini, khususnya Indonesia, di mana umat Islam yang masih banyak melanggar batas-batas ajaran Islam. Pelanggaran akan batas-batas ajaran Islam terjadi bukan karena tidak diterapkannya Khilafah islamiyah, melainkan kedangkalan umat Islam dalam memahami dan menghayati agamanya.

Bagi saya, pada dasarya bentuk Khilafah tidak harus dalam bentuk pemerintahanya seperti di zaman nabi Muhammad saw. Namun dengan tetap menjaga nilai agama secara baik dengan tidak melenceng pada nilai agama Islam, walau dalam bentuk pemerintahan demokrasi seperti Indonesia saat ini, maka ia dapat disebut sebagai khilafah. Dalam sistem demokrasi seperti di Indonesia sekarang, nilai-nilai agama Islam tetap terjaga dan terlaksana dengan baik. Kita perlu ingat bahwa tujuan syariat Islam adalah untuk terciptanya keadilan dan kesejahteraan rakyat serta pemerintahan yang bersih. Maka, walaupun dalam sistem demokrasi Indonesia dapat dikategorikan sebagai khilafah Islamiyah jika sistemnya diorientasikan pada kesejahteraan rakyat.

Bukti historisnya adalah khilafah Islamiyah pada zaman Nabi Muhammad SAW yang dapat menyatukan kelompok-kelompok yang berbeda, seperti ahli kitab, Yahudi dan Nasrani. Mereka dapat merasa nyaman berada dalam khilafah Islamiyah karena syariat Islam yang diterapkan berorientasi pada keadilan. Ini menandakan betapa tinggi kepercayaan kaum non muslim di zaman nabi Muhammad saw terhadap ajaran islam, walau mereka tidak ada hidayah untuk memeluk islam.

Namun, lihatlah kondisi Islam yang sekarang. Alih-alih memberi kedamaian dan nuansa keindahan dalam bumi Indonesia, akibat ulah segelintir umat Islam yang tidak mencerminkan akhlak seorang muslim, image Islam menjadi tercoreng.

Hal kedua yang menyebabkan sulitnya khilafah Islamiyah adalah kemajemukan keyakinan. Bila gagasan Khilafah Islamiyah terbentuk, semisalnya banyak penduduk non-muslim yang menolak bentuk pemerintahan tersebut, maka akan timbul kekerasan yang sangat kompleks. Contoh: bila kaum non muslim menolak syariat islam, maka 2 pilihanya, sesuai dengan ketentuan aturan di zaman nabi saw yakni: tetap tunduk pada pemerintahan Khlilafah Islamiyah dengan membayar denda, atau perang.

Kepemimpinan yang bersih dan benar, bekerja untuk rakyat, memberantas korupsi, melayani masyarakat dengan baik, dan menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera, merupakan nilai-nilai yang sebenarnya terkandung dalam konsep pemimpin seorang Khalifah. Hadits Nabi mewajibkan kita untuk tunduk dan taat kepada pemimpin, selagi pemimpin tersebut mengikuti al-Quran dan Sunnah Nabi SAW. Nah, bila pemimpin Indonesia jelas bersih dari korupsi dan kerjanya nyata, maka wajib bagi kita untuk patuh pada segala bentuk kebijakannya, selama kebijakan tersebut tidak lari dari nilai-nilai Islam

Kesimpulan yang dapat penulis tuangkan ialah bentuk nilai-nilai Khilafah Islamiyah tidak harus penerapanya secara Daulah Islam (negara Islam).

This post was last modified on 28 Agustus 2015 9:01 AM

Imam Malik

Adalah seorang akademisi dan aktifis untuk isu perdamaian dan dialog antara iman. ia mulai aktif melakukan kampanye perdamaian sejak tahun 2003, ketika ia masih menjadi mahasiswa di Center for Religious and Sross-cultural Studies, UGM. Ia juga pernah menjadi koordinator untuk south east Asia Youth Coordination di Thailand pada 2006 untuk isu new media and youth. ia sempat pula menjadi manajer untuk program perdamaian dan tekhnologi di Wahid Institute, Jakarta. saat ini ia adalah direktur untuk center for religious studies and nationalism di Surya University. ia melakukan penelitian dan kerjasama untuk menangkal terorisme bersama dengan BNPT.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

12 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

12 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

12 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago