Hari ini, gawai sudah menjadi barang yang tak terpisahkan dalam keseharian. Hampir setiap orang selalu membawa gawai ke mana pun ia pergi. Terlebih, gawai canggih yang terhubung dengan internet. Apalagi, sekarang di berbagai tempat dan ruang-ruang publik, kerap kali dilengkapi dengan fasilitas wifi. Dengan gawai yang terhubung internet, orang sekarang dapat memenuhi berbagai kebutuhan, baik untuk komunikasi, informasi, juga berbagai aktivitas lain. Hal tersebut semakin membuat orang kian lekat dengan gawai.
Studi Nottingham Trent University mengungkap bahwa setiap orang rata-rata memeriksa gawai mereka 85 kali dalam sehari. Orang bisa menghabiskan waktu rata-rata lima jam per hari untuk berselancar di internet dan memakai berbagai aplikasi di gawai mereka. Bahkan, seringnya orang menggunakan gawai telah mengurangi atensi manusia terhadap lingkungan sekitarnya. Pada tahun 2000, durasi atensi manusia terhadap lingkungan sekitarnya rata-rata adalah 12 detik. Survei Microsoft menyebutkan, seringnya orang menggunakan gawai telah membuat durasi tersebut sekarang berkurang hanya menjadi 8 detik (tekno.tempo.co, 31/5/2016).
Kini orang kian intens dengan gawai. Apa-apa dicari informasinya dari internet melalui gawai. Berbagai kejadian di lingkungan sekitar juga disebarkan melalui media sosial melalui gawai. Bahkan, perhatian kita terhadap lingkungan sekitar makin berkurang karena semakin sering dan intensnya perhatian kita pada dunia maya melalui gawai. Ini memang menyimpan berbagai problem terkait hubungan dengan lingkungan sekitar yang relatif merenggang. Tapi, dengan keadaan tersebut, kita tetap harus berusaha memanfaatkannya untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik.
Meniti damai
Generasi milenial menempati posisi strategis dalam upaya penyebaran nilai-nilai perdamaian mengingat generasi ini menjadi yang paling lekat dengan internet sekaligus relatif lebih memiliki kematangan berpikir—jika dibandingkan generasi setelahnya (generasi Z atau generasi NET). Di samping itu, dengan pemikirannya yang terbuka, kreativitas, serta dimotori energinya yang masih besar, diharapkan generasi milenial bisa turut berkontribusi aktif untuk melakukan peran-peran penting dalam upaya membangun perdamaian di dunia maya.
Baca juga :Â Mendorong Influencer Mentransformasikan Budaya Edukatif dan Damai
Untuk bisa berperan aktif menciptakan perdamaian di dunia maya, generasi milenial terlebih dahulu harus menjadi teladan atau contoh bagi kalangan masyarakat yang lain. Dalam arti, milenial harus memiliki jiwa dan kesadaran bahwa setiap aktivitasnya di dunia maya harus mencerminkan sikap seorang yang memiliki kepedulian terhadap terciptanya perdamaian. Milenial harus sadar bahwa ketika ia menggunakan gawai, terlebih ketika berselancar di dunia maya atau media sosial, pada saat itu pula ia harus menjadi bagian dari proses dan upaya penyebaran nilai-nilai perdamaian.
Ketika memegang gawai, membuka berbagai aplikasi, dan berselancar di internet, terutama media sosial, detik itu juga harus ada kesadaran bahwa setiap postingan, unggahan, share, cuitan, caption, komentar, dan lain sebagainya, akan berkonsekuensi dua hal; apakah akan turut mendorong terciptanya perdamaian, atau justru sebaliknya: malah menimbulkan masalah yang kontraproduktif dengan upaya menciptakan perdamaian tersebut?
Pertanyaan tersebut penting untuk selalu didengungkan dalam diri setiap generasi milenial yang setiap hari akrab dengan gawai dan internet. Dengan begitu, milenial akan selalu punya kendali diri dalam beraktivitas di dunia maya. Ketika milenial memiliki kesadaran dan kendali tersebut, diharapkan akan terbangun atmosfer yang sejuk dan damai di internet atau media sosial.
Kita tahu, di Indonesia, populasi generasi milenial tidak kurang dari 34,45% atau lebih dari sepertiga jumlah penduduk negeri ini. Ini menjadikan generasi milenial menjadi generasi yang paling mendominasi dibandingkan yang lain. Saat milenial benar-benar melakukan gerakan besar-besaran untuk lebih bijak dalam menggunakan gawai, jelas akan memberikan dampak signifikan.
Jika milenial sudah bergerak menciptakan perdamaian di dunia maya, keadaan pasti akan berubah. Linimasa yang awalnya sesak dan panas oleh perdebatan dan pertikaian, pelan-pelan akan mereda. Orang-orang yang mulanya bersitegang, pelan-pelan akan kembali mencair, saling sapa dengan ramah. Ikatan persaudaraan dan persatuan yang awalnya mengendur, pelan-pelan akan kembali menguat. Inilah keadaan yang harus dibangun dan selalu diupayakan oleh generasi milenial di Indonesia; berupaya untuk membangun dan meniti perdamaian di dunia maya dengan gawai.
Dorongan untuk turut berjuang dan berkontribusi secara aktif dalam menyebarkan nila-nilai perdamaian di dunia maya merupakan sesuatu yang mulia dan bisa dikatakan menjadi bagian dari perjuangan kemanusiaan. Memang, di tengah ritme kehidupan modern yang serba sibuk sekarang, tak semua orang punya kesadaran dan kemauan untuk melakukannya. Dalam arti, dibutuhkan orang-orang yang secara sukarela, yang didorong rasa kemanusiaan, untuk mau berjuang untuk menciptakan perdamaian di dunia maya. Dan di sini, generasi milenial menempati posisi strategis untuk menjalankan peran mulia tersebut. Mari menjadi relawan milenial yang berjuang meniti perdamaian dari gawai!
Pilkada serentak 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024 merupakan momentum penting bagi masyarakat…
Dalam menghadapi Pilkada serentak, bangsa Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan atmosfer damai yang…
Tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Peringatan ini sangat penting lantaran guru merupakan…
Hari Guru Nasional adalah momen yang tepat untuk merenungkan peran penting guru sebagai motor penggerak…
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
View Comments