Ramadan sebagai sarana latihan menahan hawa nafsu dengan tujuan mendidik seseorang lebih bertakwa. Takwa mudah diucapkan, namun tidak mudah dalam prakteknya. Karena itu, takwa selalu diwasiatkan dalam setiap khutbah, baik khutbah Jum’at maupun khutbah shalat-shalat sunnah. Wasiat untuk bertakwa malah menjadi rukun khutbah.
Secara bahasa takwa bermakna “tidak banyak bicara”, atau “sekat penghalang antara dua hal”. Sedangkan menurut istilah adalah tunduk kepada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Pengertian bahasa dan istilah ini memberikan penjelasan, ketaatan untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan berarti menghilangkan sekat penghalang antara seseorang dengan Tuhan-Nya.
Dalam al Qur’an penyebutan takwa memberikan beberapa arti: pertama, memelihara diri dari azab yang sifatnya abadi dengan cara mengakui keesaan Allah dan menghindari perbuatan syirik atau menyekutukan Allah (Al Fath: 26).
Kedua, menjauhkan diri dari larangan Allah. Berusaha sekuat hati melaksanakan perintah Allah dan menjauhi semua yang dilarang-Nya (al A’raf: 96).
Ketiga, mengosongkan diri dari segala aktifitas yang dilarang oleh Allah. Segala aktifitasnya hanya dalam rangka ketundukan kepada Allah. Inilah hakikat takwa (Ali Imran: 102).
Puasa Ramadan mendidik manusia supaya menjadi insan bertakwa seperti disebutkan. Berhasil tidaknya bisa dilihat pasca Ramadan. Kalau latihan melakukan kebaikan selama Ramadan menjiwai aspek kehidupan pasca Ramadan, hal itu menjadi indikator keberhasilan puasa. Sebaliknya, kalau pasca Ramadan kontradiktif dengan semangat ibadah di bulan Ramadan, itu menjadi tanda tertolaknya puasa seseorang.
Bulan Ramadan adalah bulan pemurnian. Memurnikan dan mensucikan jiwa. Kotoran-kotoran hati akibat perbuatan dosa dihapus oleh puasa Ramadan. Sehingga di hari Idul Fitri disebut manusia fitrah atau kembali suci. Puasa ibarat api yang menghancurkan kedengkian, kesombongan, ketamakan, ke aku an dan segala ego-ego sentimental yang bersarang di hati.
Puasa Ramadan mampu membakar hawa nafsu buruk sehingga memurnikan jiwa dari segala penyakit hati dan belenggu nafsu hewani. Seperti sifat sombong dan merasa benar sendiri. Salah satu jejak puasa Ramadan tersebut adalah sikap yang menyejukkan suasan. Latihan puasa Ramadan salah satunya adalah menahan nafsu untuk tidak melakukan kebohongan, provokasi, fitnah dan ujaran kebencian.
Ironi Darah Halal Gegara Beda Tanggal Hari Raya
Rukyat dan hisab adalah dua metode untuk menentukan awal bulan Hijriah. Keduanya sama-sama memiliki legalitas dalil sebagai hujjah. Sekalipun rukyah diamini oleh mayoritas ulama, namun tidak berarti hisab harus dianulir. Sebagai hasil ijtihad keduanya masing-masing memiliki sifat probabilitas, mungkin benar dan bisa salah.
Tegas kata, keduanya sama-sama ajaran al Qur’an dan merupakan sunnah Nabi. Dengan demikian, mengecam kelompok yang mengikuti prosedur hisab dalam penentuan awal bulan Syawal berarti mengingkari al Qur’an, juga membangkang sunnah. Tindakan paling bijak adalah sikap toleransi kalau kedua kelompok antara yang pro rukyah dan hisab tidak bisa dipertemukan.
Memang, idealnya keputusan akhir penentuan awal bulan Syawal atau hari raya Idul Fitri diserahkan kepada pemerintah, selanjutnya seluruh umat Islam apapun background organisasinya maupun metode apa yang dipakai dalam penentuan awal bulan Syawal, harus taat kepada keputusan pemerintah.
Sehingga perbedaan penentuan tanggal hari raya Idul Fitri bisa sama. Hal itu akan semakin mengokohkan persatuan umat Islam sendiri. Disamping itu, kaidah fikih “Hukmul Hakim Yarfa’u al Khilaf”, artinya keputusan hakim (pemerintah) menghilangkan perbedaan pendapat, sejatinya menjadi pemersatu menyelesaikan perbedaan penentuan hari raya Idul Fitri.
Namun begitu, bila tetap terjadi perbedaan pendapat, sekalipun terkesan tidak patuh kepada keputusan pemerintah, tidak sewajarnya melakukan klaim kebenaran dengan menyalakan orang atau kelompok yang tidak taat kepada keputusan pemerintah. Lebih-lebih sampai mengeluarkan statemen halal darahnya orang atau kelompok yang tidak mengikuti keputusan pemerintah.
Hal itu tidak sejalan dengan ruh atau nilai-nilai universal puasa Ramadan. Kebencian dan permusuhan merupakan sifat yang harus dihilangkan. Sikap seperti itu merupakan tabiat buruk dorongan hawa nafsu yang semestinya telah sirna di bulan Ramadan. Ramadan melatih seseorang untuk tidak mengumpat, berbohong, memfitnah dan menyebarkan kebencian terhadap sesama.
“Sari” dari buah puasa Ramadan adalah terciptanya suasana yang tenang, tentram dan damai. Maka, tidak selayaknya selaku tokoh agama, pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat melakukan hal-hal yang kontraproduktif dengan tujuan asasi bulan puasa. Disamping menjadi indikator kegagalan puasa, hal itu bisa menimbulkan akibat buruk terjadinya perpecahan dan pertumpahan darah.
Oleh karena itu, statemen Andi Pangerang menyimpulkan beberapa hal. Pertama, suatu sikap yang menandakan lemahnya ilmu pengetahuan agama. Baik rukyat maupun hisab keduanya merupakan metode penetapan awal bulan hijriah yang diajarkan dalam al Qur’an dan hadits.
Kedua, sebagai indikator kegagalan puasa Ramadan. Sikap menghalalkan darah orang atau kelompok yang masih konsisten dengan ikrar syahadat adalah perbuatan tercela dan mencerminkan hilangnya ketakwaan dalam diri seseorang.
Ketiga, menjadi ciri-ciri manusia yang beragama secara ghuluw atau berlebihan dalam beragama yang menimbulkan dampak mudharat fanatisme buta, kasar, arogan dan intoleran.
This post was last modified on 27 April 2023 3:10 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…