Narasi

Bola dan Pancasila

Usainya pesta olahraga besar Asian Games 2018 yang sukses diselenggarakan oleh Indonesia, tak menyurutkan antusiasme masyarakat untuk tetap mendukung atlet pada berbagai cabang olahraga. Sepak bola menjadi salah satu yang memiliki tempat cukup besar di hati masyarakat. Dimulainya Liga 1 (satu) menjadi momentum klub-klub di tanah air untuk unjuk gigi menunjukkan skill dan permainan kerjasama yang cantik di lapangan bersama si kulit bundar.

Tak hanya kemampuan pemain sebagai kekuatan sebuah tim, suporter sepak bola menjadi salah satu pilar kekuatan bagi klub-klub yang berlaga. Di tengah lapangan para pemain berjibaku untuk mencetak gol, suporter selalu mendukung dengan nyayian, tarian yang membakar semangat para pemain. Tak dapat dipungkiri, suporter memiliki peran besar bagi kokohnya sebuah klub. Namun terkadang sikap para suporter yang acap kali menimbulkan masalah. Bentrokan antar suporter menjadi hal yang tak pernah lepas dari sebuah laga. Seakan kericuhan antar suporter menjadi hal wajib, padahal membawa dampak negatif berupa kerusakan fasilitas umum, korban luka-luka bahkan kehilangan nyawa. Dikutip dari Kompas.com Haringga Sirla (23) meninggal dunia saat akan menonton laga Persib Bandung kontra Persija Jakarta di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Minggu (23/9/2018).

Korban mengalami pengeroyokan oleh para oknum suporter Persib Bandung dikarenakan sang korban merupakan suporter tim lawan (Persija). Tindakan pengeroyokan yang dilakukan sejumlah oknum tersebut tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Terlebih pengeroyokan dilakukakan sebelum laga antara Persib Bandung melawan Persija Jakarta. Peristiwa ini dapat menjadi contoh bahwa  belakangan ini terjadi kemerosotan moral, rendahnya norma dan rasa kemanusiaan antar sesama. Masalah ini sudah diluar konteks kompetisi sepak bola melainkan masuk pada tindak pidana yang dapat menjerat para pelakunya.

Indonesia sebagai negara hukum dengan berdasar pada Pancasila berwenang untuk menjerat para pelanggar peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Pasal 170 ayat (1) dan (2) KUH Pidana dapat menjadi dasar hukum bagi tindakan yang telah dilakukan para pelaku pengeroyokan. Ganjaran yang setimpal patut diberikan kepada para pelaku yang telah bertindak diluar peri kemanusiaan.

Berbagai peristiwa belakangan ini dapat menjadi cerminan bagi kita untuk menghidupkan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila yang telah dibentuk dari berbagai nilai sosio-kultural-historis bangsa Indonesia sendiri, menjadi dasar yang ideal bagi bergeraknya roda kehidupan dalam berbangsa. Menuai intisari dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari menjadikan Pancasila bukan hanya sekedar teks yang tergantung di dinding kelas tiap sekolah. Melainkan menjadikan Pancasila hidup dalam setiap pribadi (masyarakat) Indonesia.

Edukasi Pancasila tidak boleh berhenti hanya di bangku sekolah saja, tetapi harus tetap diajarkan bagi setiap individu kapan pun dan dimana pun. Penanaman nilai-nilai Pancasila pun harus dilakukan sejak dini. Melalui media literasi, video, film, musik dan contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari adalah cara yang dapat ditempuh guna menanamkan nilai-nilai Pancasila. Penyebaran pesan moral, toleransi, saling menghargai untuk memperkokoh persatuan dapat juga dilakukan melalui media sosial. Tentunya hal ini akan berdampak massive yang positif bagi seluruh pengguna media sosial dan mampu merawat nilai-nilai yang telah ditanamkan.

Pengamalan Pancasila akan berdampak pada sikap tiap-tiap individu untuk berlaku sesuai dengan norma yang ada. Para suporter yang juga bagian dari individu tersebut mampu bersikap bijak, menghargai perbedaan dan mengembangkan sikap sportivitas. Sikap positif yang terbangun dalam diri suporter sepak bola menjadi spirit persatuan dalam perbedaan, dan secara tidak langsung juga menguatkan semboyan bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika.

Sepak bola telah menjadi salah satu bagian penting bagi Indonesia. Mendukung dan terus berbenah diri adalah hal yang wajib dilakukan pemerintah selaku pemegang tampuk kekuasaan. Berpedoman pada Pancasila juga merupakan hal yang tidak boleh dilepaskan dalam setiap tindakan, baik dalam berbangsa maupun bersepak bola.

This post was last modified on 26 September 2018 1:33 PM

Valiant Aby

Recent Posts

Islamic State dan Kekacauan Kelompok Khilafah Menafsirkan Konsep Imamah

Konsep imamah adalah salah satu aspek sentral dalam pemikiran politik Islam, yang mengacu pada kepemimpinan…

3 jam ago

Menelaah Ayat-Ayat “Nation State” dalam Al Qur’an

Mencermati dinamika politik dunia Islam adalah hal yang menarik. Bagaimana tidak? Awalnya, dunia Islam menganut…

3 jam ago

Menghindari Hasutan Kebencian dalam Praktik Demokrasi Beragama Kita

Masyarakat Indonesia sudah selesai melaksanakan pemilihan presiden bulan lalu, akan tetapi perdebatan tentang hasilnya seakan…

3 jam ago

Negara dalam Pandangan Islam : Apakah Sistem Khilafah Tujuan atau Sarana?

Di dalam fikih klasik tidak pernah dibahas soal penegakan sistem khilafah, yang banyak dibahas adalah…

1 hari ago

Disintegritas Khilafah dan Inkonsistensi Politik Kaum Kanan

Pencabutan izin terhadap Hizbut Tahrir Indonesia dan Front Pembela Islam ternyata tidak serta merta meredam propaganda khilafah dan wacana…

1 hari ago

Kritik Kebudayaan di Tengah Pluralisasi dan Multikulturalisasi yang Murah Meriah

Filsafat adalah sebuah disiplin ilmu yang konon mampu menciptakan pribadi-pribadi yang terkesan “songong.” Tempatkan, seumpamanya,…

1 hari ago