Narasi

Haji, Kemanusiaan, Dan Kemaslahatan Bersama

Sejak tahun 2020 yang lalu, pemberangkatan jamaah hati ke Baitullah ditunda akibat pandemi covid 19 yang berkepanjangan dan belum usai. Korban virus mematikan ini terus selalu mengalami peningkatan sangat segnifikan. Akibatnya, seluruh aktifitas masyarakat dibatasi, termasuk kegiatan keluar negeri juga dibatasi

Menjaga jarak, menghindari kerumunan, memakai masker, dan mencuci tangan pakai sabun merupakan langkah aplikatif untuk mecegah penyebaran virus corona yang sampai hari ini masih belum mereda. Virus ini dapat menyerang siapa saja yang lalai dengan protokol kesehatan (prokes).

Kenyataanya, banyak korban berjatuhan mulai dari anak kecil, remaja, pemuda, sampai orang tua. Virus corona juga tidak memandang jabatan dan status sosial seseorang. Baik itu Petani, ASN, TNI, POLRI, Kiai, Ustadz dan lain sebagainya, jika lalai dan tidak menjaga prokes akan terjangkit virus corona.

Realitas ini kemudian sejumlah kiai dan asatid meninggal dunia sepanjang tahun 2020-2021 akibat terkena virus korona. Sebut saja yang kabar duka baru-baru ini terjadi yang menimpa almarhum Ustadz Tengku Zulkarnain, seorang Dai, dan wasekjen MUI meninggal dunia gara-gara terinfeksi virus corona (Kompas.Com/10/05/21). Orang-orang penting seperti kepala daerah dan wakil kepala daerah juga terinfeksi virus corona kemudian meninggal dunia dan jumlahnya  sebanyak 11 orang sepanjang tahun 2020 hingga maret 2021 (solopos.com/08/03/21).

Merupakan langkah tepat pemerintah dalam pembatalan keberangkat jamaah haji ke Baitullah. Pembatalan jamaah haji tahun 2021 ini sesuai dengan surat Keputusan Meteri Agama Republik Indonesia Nomer 660 tahun 2021 dengan berapa pertimbangan salah satunya adalah karena alasan kesehatan dan keselamatan nyawa calon jamaah haji Indonesia dari virus corona beserta varian baru yang melanda dunia termasuk Arab Saudi.

Mencegah lebih baik dari pada mengobati.

Alasan kemanusiaan inilah kemudian menjadi dasar utama pembatalan peribadatan pemberangkatan jamaah haji ke tanah Suci Mekkah. Tentunya, agama telah memberi solusi bagi pengikutinya tentang bagaimana menghadapi permasalahan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Dalam islam misalnya, menjaga nyawa manusia (hifdz an-nafs) merupakan salah satu dari lima maqasid syariah yang menjadi pertimbangan dalam penetapan hukum. Begitu juga juga dengan pembatalan keberangkatannya ketanah Suci karena dikhawatirkan jamaah yang berangkat akan terinfeksi virus corona dan varian baru lainya. Oleh karena Covid-19 merupakan bagian dari udzur syar’i bagi orang-orang yang mampu menunaikan haji secara fisik dan materi tetapi tidak mampu dari kondisi pademi tidak memungkinkan untuk beribada haji seperti saat ini.

Kondisi wabah belum mereda ini dapat menggugurkan kewajiban seorang dalam beribadah termasuk dalam melaksanakan ibadah haji tenah suci Mekkah sebagaimana kaindah usul fiqh “ keadaan darurat dapat memperbolehkan sesuatu yang terlarang” dalam artinya bahwa walaupun secara materi kita mampu berangkat ketanah suci tetapi keadaan pademi yang tidak kunjung usai mengharuskan kita untuk tidak berangkat ketanah suci karena dikhawatirkan akan terjadi hal yang lebih buruk terhadap jamaah haji Indonesia.  

Kaidah usul fiqh lainnya menyebutkan bahwa “dar’ al-mafasid muqaddamun ala jalbi al-masalihmencegah kemudaran lebih diutamakan dari pada mengambil manfaat yang lebih kecil. Dengan kondisi saat ini kaidah ini dapat diimplentasikan dalam realtias yaitu lebih baik tidak berangkat haji agar selamat dari virus corona dari pada berangkat haji yang ujung-ujungnya membawa virus vorona dari tanah suci, kemudian menyebabkan orang lain terluar dan berdampak negatif.

Alasan ini kemudian menjadi dasar utama dalam pembatan pemberangkatan jamaah haji, karena sampai  saat ini, obat yang betul-betul mengobati virus corona belum ditemukan, vaksin tidak mengobati virus tetapi vaksi dapat membantu tubuh menjadi lebih kebal dengan adanya virus baru yang masuk kedalam tubuh manusia.

Kewajiban haji dibebankan bagi orang yang mampu. Kategori mampu pada saat ini adalah bukan hanya mempunya harta, tetapi juga jiwa dan raga harus mampu menjaga kesehatan, mempu terhindar dari virus korona, mempu menghindar dari kerumunan agar pandemi ini cepat usai dan kehidupan dunia ini menjadi normal kembali.

Oleh karena itu, sebagai bangsa yang beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa tentunya tidak mengabaikan kesahatan untuk kemaslahatan bersama demi keberlangsungan hidup dan kehidupan umat manusia yang lebih baik. Wallahua’lam bissowab.

This post was last modified on 9 Juni 2021 2:19 PM

Samsul Ar

Samsul Ar. Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Aktif di FKMSB (Forum Komunikasi Santri Mahasiswa Banyuanyar). Tinggal di Yogyakarta.

Recent Posts

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

10 jam ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

10 jam ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

12 jam ago

Mewaspadai Penumpang Gelap Perjuangan “Jihad” Palestina

Perjuangan rakyat Palestina merupakan salah satu simbol terpenting dalam panggung kemanusiaan global. Selama puluhan tahun,…

12 jam ago

Residu Fatwa Jihad IUMS; Dari Instabilitas Nasional ke Gejolak Geopolitik

Keluarnya fatwa jihad melawan Israel oleh International Union of Muslim Scholars kiranya dapat dipahami dari…

1 hari ago

Membaca Nakba dan Komitmen Internasional terhadap Palestina

Persis dua tahun lalu, untuk pertama kalinya dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin 15…

1 hari ago