Pada tahun 2024 ini, para pengasong khilafah semakin menegaskan bahwa inilah saatnya mereka untuk menegakkan kembali khilafah dalam rangka seabad keruntuhannya Kekhilafahan Turki Usmani 1924. Mereka percaya bahwa sudah saatnya kejayaan Khilafah di masa lalu harus dibangkitkan kembali di era kontemporer. Oleh karena itu, melalui platform media sosial, mereka gencar mengkonstruksikan narasi bagaimana tahun 2024 ini sudah waktunya untuk menegakkan khilafah Indonesia dan di seluruh dunia.
Bahkan dalam konteks dunia internasional, Al-Qaeda tengah mempersiapkan segala hal untuk membangkitkan kembali ideologi Khilafah yang telah mati suri ini. Pasca ISIS kalah telak di Timur Tengah sewindu yang lalu, Suriah kemudian menjadi target Al-Qaeda. Meskipun belakangan organisasi ini seolah-olah hidup segan mati tak mau, ternyata mereka justru melakukan aktivitas terorisme secara klandestin dan menyebar di berbagai negara. Dalam hal ini, agenda utamanya, kekhalifahan global. Pada Minggu (31/1/21) misalnya, sedikitnya tiga orang tewas usai teroris Al-Qaeda serbu hotel mewah di Mogadishu, Somalia.
2024 menjadi tahun yang sakral bagi mereka, karena sudah saatnya mumi khilafahisme dibangkitkan kembali sebagai bentuk perlawanan terhadap segala sistem toghut yang sudah eksis dan berkembang pada masa nation-state seperti dewasa ini. Mereka justru lupa, bahwa masih eksisnya sistem demokrasi, monarki dan sebagainya merupakan realitas sosial politik dan geopolitik dunia, karena secara sosiologis mereka telah menang tanding dalam pertarungan ideologi dunia. Namun sistem demokrasi masih saja dianggap tidak relevan oleh mereka.
Sejatinya menguatnya sistem demokrasi bukan karena dirinya an sich, tetapi sistem ketatanegaraan ini telah menang tanding melawan sistem ketatanegaraan yang lain dan tentunya karena demokrasi relevan dengan realitas masyarakat kontemporer. Sedangkan khilafahisme sendiri sudah kalah tanding secara ideologis dengan sekularisme Turki yang dikomandoi oleh Mustafa Kemal Ataturk pada tahun 1924.
Ilusi Kebangkitan Khilafah
Ilusi kebangkitan khilafah senantiasa diwacanakan di ruang publik. Melalui Platform media sosial, kelompok HTI misalnya sejak lama sudah menginisiasi beberapa opini publik untuk mendulang simpati massa, yang sebelumnya mereka konstruksi sendiri (Akhiyat & Usuluddin, 2019). Isu-isu wacana yang menjadi fokus HTI bahkan sering menguasai perbincangan publik di beberapa platform media sosial, khususnya twitter. Isu-isu yang dimaksud sebetulnya tidak jauh dari ciri khas agenda mereka seperti tagar #WeNeedKhilafah #DemokrasiSistemKufur dan #KhilafahAjaranIslam.
Di media sosial twitter, tagar #WeNeedKhilafah menjadi tagar yang sengaja dibuat dengan tujuan menjawab berbagai konflik yang melanda dunia Islam seperti konflik Israel-Palestina yang masih saja terus terjadi hingga kini. Kondisi Muslim Rohingya di Myanmar dan Bangladesh yang kini banyak mengungsi ke berbagai negara, salah satunya ke Indonesia karena perang etnis dan agama di negaranya dan juga kondisi Muslim Uighur di China yang juga masih belum tuntas diredam. Dengan demikian, melalui tagar tersebut ada pesan mengenai pentingnya kebangkitan khilafah yang bagi mereka menjadi solusi alternatif untuk dunia saat ini.
Sedangkan tagar #DemokrasiSistemKufur juga kerap menghiasi trending topik di Twitter sebagai isu yang digaungkan dan biasanya tidak jauh dari sikap penolakan mereka terhadap pengadaan pemilu dan demokrasi secara umum, apalagi di momen politik seperti saat ini. Sementara, #KhilafahAjaranIslam merupakan suatu doktrin dari mereka untuk mengafirmasi bahwa Khilafah merupakan sebuah kewajiban syariah islam yang harus ditunaikan.
Kerancuan Historis
Pada momen ini, penting untuk meluruskan narasi yang muncul di media sosial bahwasanya khilafah tahun 2024 harus bangkit dan sudah saatnya untuk dibumikan di Indonesia. Perlu disadari bahwa hal adalah suatu ilusi yang harus disadari oleh masyarakat, bahwa ini ternyata merupakan kerancuan historis yang harus dibuang jauh-jauh dari alam pikiran masyarakat.
Hal ini penting karena setidaknya dua alasan. Pertama, sebagai sebuah ideologi ketika ingin dijadikan sebuah sistem negara harus terlebih dahulu dijadikan konsensus bersama oleh masyarakat. Realitanya, khilafah banyak ditolak oleh sebagian besar masyarakat dunia, karena dasar ideologi yang mereka bawa tidak sesuai dengan realitas sosial masyarakat kontemporer yang majemuk.
Kedua, tidak bisa sebuah ideologi yang ingin dijadikan sebuah sistem ketatanegaraan dunia, tiba-tiba (ujug-ujug) bangkit di saat secara sosiologis dan politis ideologi ini tidak berpengaruh, lebih-lebih masyarakat tjuga idak banyak yang menghendakinya. Apalagi sebagai sebuah sistem politik, khilafah tidak mampu melewati proses politik yang prosedural. Oleh karena itu, narasi ilusi kebangkitan Khilafah tahun 2024 harus dikoreksi dan diluruskan agar tidak menjadi benturan konflik di masyarakat, apalagi di tahun politik seperti ini sangat mudah terjadi polarisasi yang potensial menimbulkan konflik di masyarakat.
This post was last modified on 11 Januari 2024 3:33 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…