Jean Jacques Rousseau pernah suatu ketika ditanya, apa penyebab Imperium Romawi runtuh ?. Rousseau menjawab, bahwa “demokrasi itu ibarat buah yanng bagus untuk pencernaan, tapi hanya lambung yang sehat yang mampu mencernanya”. Tontonan demokrasi kita hari-hari ini tampaknya masih menggambarkan bahwa keberadaan lambung yang sehat sebagai pra syarat hadirnya demokrasi yang baik belum sepenuhnya terwujud. Logika berpikirnya tentu sederhana yakni seberapa berkualitaskah literasi politik kita ?, yang menandakan bangsa ini sudah ‘melek politik’ dengan benar. Jika kemudian berbicara mengetahui literasi politik setidaknya ada tiga subyek yang harus bermain yakni negara, partai politik, dan masyarakat sendiri.
Kita tentunya sangat berharap prosesi politik lokal Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan di 171 daerah meliputi provinsi, kabupaten, dan kota, berjalan dengan lancar dan damai, sehingga menghadirkan iklim demokrasi yang aman dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi politik secara cerdas.
Dalam alam demokrasi, masyarakat merupakan subyek utama yang memainkan peranan penting untuk menjaga keseimbangan agar demokrasi berjalan dengan baik, seperti ungkapan latin Vox Populi Vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Adapun salah satu siklus demokrasi yang harus mendapat pengawasan dari masyarakat yakni kehadiran kontestasi politik atau yang lebih familier kita kenal dengan istilah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yakni satu kontestasi politik lokal untuk memilih Kepala Daerah beserta wakilnya. Masyarakat atau publik harus benar-benar mendorong terciptanya situasi kontestasi politk yang dinamis, beradab, dan jauh dari pertarungan politik identitas yang berbasis pada isu SARA.
Partisipasi Publik
Tidak bisa dipungkiri, tidak banyak partai politik yang mampu menjalankan fungsi politiknya dengan baik, salah satunya berkaitan dengan literasi (pendidikan) politik. Kegagalan partai politik mengemban misi tersebut pada akhirnya harus dibayar dengan kegaduhan politik di ruang publik, baik dalam makna sebenarnya secara fisik maupun dalam ruang media sosial. Maka tidaklah mengejutkan jika nuansa demokrasi yang harusnya menyiratkan model kontestasi politik lokal yang santun, mencerdaskan, dan beradab, berubah menjadi arena saling serang menyebar berita bohong (hoak) dan kampanye hitam. Terlebih lagi jika masyarakat tidak melek politik, maka sangat mudah sekali diframing ke dalam isu-isu politik berbau sentimen SARA.
Kondisi ini tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja, masyarakat harus segera melakukan pencerdasan politik secara mandiri, dalam artian jangan hanya tergantung pada institusi politik anscih. Adanya kesadaran untuk berpartisipasi dalam Pilkada harus didukung dengan kesadaran untuk memiliki literasi politik yang baik. Bacaan politik yang memadai dan benar inilah yang akan mengarahkan masyarakat untuk melek politik, dan salah satu tanda bahwa masyarakat sudah melek politik adalah keterlibatan mereka untuk dalam Pilkada dengan menggunakan hak politiknya dan preferensi (pilihan) politik yang didasarkan pada indikator-indikator rasional seperti: memilih calon Kepala Daerah yang sudah jelas track recordnya dengan menyelami visi-misi serta kiprahnya selama ini.
Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, pada tahun 2016 yang lalu ada 10 (sepuluh) daerah yang mendapat penghargaan dalam peluncuran Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). IDI disusun sebagai instrumen pengukur yang secara objektif dan empiris melihat perkembangan demokrasi di tingkat provinsi. Indeks tersebut dibangun atas perkembangan sosial politik yang berciri khas Indonesia. Adapun aspek-aspek yang diukur dalam indeks tersebut meliputi: kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi yang terbagi dalam sejumlah variabel.
Indikator IDI tersebut setidaknya memberikan gambaran bahwa kebebasan sipil dan penggunaan hak-hak politik yang dilakukan dengan baik akan mendorong terciptanya iklim Pilkada atau kontestasi politik lokal menjadi lebih dinamis dan damai, tanpa perlu khawatir munculnya kegaduhan-kegaduhan yang justru kontraproduktif dengan semangat demokrasi.
Politik Damai
Sebagaimana Rosseau katakan, bahwa demokrasi hanya akan berjalan di dalam lambung yang sehat, dan masyarakat beserta instrumen politik lainnya merupakan prasyarat kunci bagi hadirnya lambung yang sehat dengan catatan mereka merupakan subyek-subyek politik yang benar benar memiliki literasi (pendidikan) politik yang baik. Kecerdasan masyarakat dalam berpolitik merupakan inventasi demokrasi yang sangat penting bagi bangsa ini. Perhelatan politik Pilkada yang damai hanya akan hadir jika masyarakat mampu bersinergi dengan negara dan partai politik, sehingga secara berkelanjutan dapat dibangun mekanisme demokrasi yang beradab, tanpa saling menjatuhkan.
Adapun ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh masyarakat agar kontestasi politik lokal tidak sekedar menjadi ajang perebutan kursi kepala daerah, namun juga menjadi ajang pembuktian demokrasi yang bermoral
Pertama, masyarakat harus menjadi subyek politik sehingga memiliki bargaining position dalam kontestasi politik. Kedua, mendorong kondisi politik yang kondusif dan dinamis, sehingga panggung politik lokal menjadi ajang pembelajaran (literasi) politik bagi publik, bukan sekedar adu kuat antar partai politik
Ketiga, menolak segala bentuk model kampanye politik yang tidak mendidik dan mengesampingkan aspek moralitas seperti: kampanye hitam. Keempat, melihat dengan seksama visi-misi setiap kontestan politik sehingga pilihan yang dijatuhkan nantinya merupakan pilihan rasional berdasarkan pemahaman dan telaah track record kontestan. Kelima, tolak segala bentuk framing politik yang berbau SARA, ujaran kebencian, dan informasi hoax sehingga masyarakat mampu menciptakan ruang politik yang sehat dan bermartabat.
Jika keempat hal tersebut dapat dilakukan dengan baik oleh masyarakat niscaya hajatan politik lokal Pilkada akan berlangsung secara damai, khidmat, dan membawa iklim demokrasi yang mencerdaskan nir kampanye kotor (hitam).
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…