Editorial

Maulid Nabi: Meneladani Nilai Persaudaraan dan Perdamaian dalam Kehidupan Berbangsa

Sesaat setelah Beliau meninggal, karena keagungannya sebagian sahabat yang tidak percaya kematiannya hendak memuja bahkan menyembahnya. Abu Bakar, sang penerus (khalifaturrasul), memberikan satu pidato yang sangat memukau:; Jika ada di antara kalian yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa ia telah meninggal. Tapi jika Allah yang hendak kalian sembah, ketahuilah bahwa Ia hidup selamanya.’” Muhammad memang telah tiada, tetapi nilai-nilai ketuhanan, keadilan, kesetaraan, persaudaraan dan perdamaian yang diajarkannya terus dipraktekkan oleh umat Islam. Itulah cara umat Islam terus mengenang dan mencintai Muhammad.

Kesuksesan Nabi Muhammad dalam melakukan perubahan besar di jazirah Arab patut menjadi teladan. Dalam sejarah tidak ada tokoh yang paling berpengaruh besar dalam mengubah sejarah kecuali sang Nabi. Michael H Hart, menempatkan Nabi Muhammad di urutan pertama dari 100 Tokoh yang berpengaruh di dunia. Dalam pandangannya, Nabi Muhammad telah meraih kesuksesan baik dalam tataran sekuler maupun agama.

 Apa kesuksesan Nabi yang patut diteladani? Keberatan terbesar masyarakat Arab ketika mendengar ajaran Muhammad bukan sekedar ajaran baru tentang ketauhidan yang meruntuhkan sistem kepercayaan paganistik. Lebih dari itu, pengaruh besar dari ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi adalah ajaran kesetaraan antar umat manusia. Pengesaan Tuhan secara otomatis meniadakan tuhan-tuhan kecil dan para penguasa yang mengaku tuhan sekaligus menegaskan kesamaan derajat manusia di mata Tuhan.

Baca juga : Mendidik Anak Cinta Damai dengan Teladan Nabi

Selain keseteraan, Nabi juga mengajarkan prinsip persaudaraan di tengah masyarakat Arab yang sangat fanatisme kesukuan dan senang berperang. Nabi mengajarkan persaudaraan yang dilandasi kesamaan iman yang melampaui batas-batas sukuisme. “Seseorang Muslim adalah bersaudara dengan seorang Muslim yang lain. Janganlah kamu menzaliminya, jangan pula menghinanya dan juga jangan merendahkan mereka” (HR. Imam Muslim).

itulah pesan nabi yang sudah banyak dilupakan. Sesama muslim kita kadang saling menghina dan merendahkan. Karena pandangan politik, perbedaan pandangan dan pemikiran kita mudah menghinda dan mencaci maki. Potensi perpecahan menjadi semakin kuat karena keroposnya nilai persaudaraan. Bahkan sesama muslim saat ini saling mengkafirkan dan bisa saling membunuh . Nabi menyatakan dengan tegas “Setiap muslim atas muslim yang lain, haram darahnya, hartanya dan kehormatannya” (HR. Muslim).

Nilai-nilai persaudaraan yang diajarkan Nabi tidak sebatas pada persaudaraan seiman. Melalui masyarakat Madinah Nabi telah memberikan prasasti penting tentang persaudaraan lintas agama, suku, dan golongan. Piagam Madinah menjadi ikatan moral dan etik yang dapat menanguangi persaudaraan kebangsaan untuk saling melindungi dan menjamin keamanan dalam perbedaan.

Thomas Carlyle, sejarawan asal Skotlandia mengenang Muhammad “Betapa menakjubkan seorang manusia sendirian dapat mengubah suku-suku yang saling berperang dan kaum nomaden (Badui) menjadi sebuah bangsa yang paling maju dan paling berperadaban hanya dalam waktu kurang dari dua decade”. Mahatma Ghandi pun mengagumi: Saya lebih dari yakin bahwa bukan pedanglah yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya. Tapi ia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian Muhammad; serta pengabdian luar biasa kepada teman dan pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya pada Tuhan dan tugasnya.” 

Kebesaran dan keagungan Nabi Muhammad dalam merubah jazirah Arab ternyata terletak pada sikap dan perilaku beliau yang sederhana, santun, dan tidak mengedepankan kebencian. Gustave Le Bon, seorang Psikolog Sosial Perancis mengatakan  “Jika kita ingin mengukur kehebatan tokoh-tokoh besar dengan karya-karya dan hasil kerjanya, maka harus kita katakan bahwa di antara seluruh tokoh sejarah, Nabi Islam adalah manusia yang sangat agung dan ternama. Meskipun selama 20 tahun, penduduk Makkah memusuhi Nabi sedemikian kerasnya, dan tak pernah berhenti mengganggu dan menyakiti beliau, namun pada saat Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah), beliau menunjukkan puncak nilai kemanusiaan dan kepahlawanan dalam memperlakukan warga Makkah.

Jika ribuan tokoh dunia dari lintas agama mengagumi sang Nabi sudah sepatutnya umat Islam meneladani nilai-nilai dan tindakannya dalam kehidupan sehari-hari. Memperingati kelahiran Nabi Muhammad merupakan momentum merefleksikan diri umat Islam untuk mengambil spirit dari perjuangannya yang penuh kesantunan, kesederhanan dan kegigihan sehingga mampu menyatukan hati yang tercerai, suku yang terberai, dan persaudaraan yang tercerabut dalam masyarakat padang pasir.

Mari umat Islam Indonesia terus meneladani sang Nabi dengan merekatkan semangat persaudaraan dan perdamaian untuk bangsa. Umat Islam harus menjaga persatuan untuk tidak mudah terprovokasi dan tercerai berai karena kepentingan sesaat.

Redaksi

Recent Posts

Pilkada dan Urgensi Politik Santun untuk Mencegah Perpecahan

Pilkada serentak 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024 merupakan momentum penting bagi masyarakat…

13 jam ago

Pilkada Damai Dimulai dari Ruang Publik yang Toleran

Dalam menghadapi Pilkada serentak, bangsa Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan atmosfer damai yang…

13 jam ago

Tiga Peran Guru Mencegah Intoleran

Tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Peringatan ini sangat penting lantaran guru merupakan…

13 jam ago

Guru Hebat, Indonesia Kuat: Memperkokoh Ketahanan Ideologi dari Dunia Pendidikan

Hari Guru Nasional adalah momen yang tepat untuk merenungkan peran penting guru sebagai motor penggerak…

13 jam ago

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

4 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

4 hari ago