Editorial

Melawan Propaganda Negatif untuk Menjaga Kebhinnekaan

Sepanjang tahun 2016 dan masih berlanjut pada tahun ini, ada dua narasi provokatif yang secara konsisten ditebar di tengah masyarakat. Narasi-narasi ini diproduksi, dikembangkan dan dimainkan untuk mengekslusi perorangan dan kelompok dan membelah masyarakat dalam bingkai saling curiga dan membenci. Dua narasi tersebut; pertama, narasi komunis dikembangkan pada aparat, pejabat dan masyarakat untuk menggolongkan mereka sebagai ancaman (the threat) dan kedua, narasi syi’ah yang diarahkan kepada tokoh agama dan kelompok masyarakat untuk menganggap mereka sebagai yang berbeda (the other).

Apabila diperhatikan, dua narasi ini diproduksi dan dijadikan alat diskursus untuk membelah masyarakat melalui penanaman rasa curiga dan saling membenci. Setiap ada kejadian dan peristiwa nasional yang berpotensi mengarah pada konflik sosial, dua isu ini muncul kepermukaan. Tanpa ada penelusuran sumber dan kebenaran, dua isu ini sengaja diproduksi massif dan masal untuk menyentuh alam bawah sadar masyarakat. Ingat, kebohongan yang diulang-ulang secara konsisten akan dianggap sebagai kebenaran.

Apa sebenarnya target pengembangan narasi-narasi provokatif tersebut? Tujuannya tidak lain adalah untuk melakukan pembelahan masyarakat. Pembelahan masyarakat berdasarkan agama dan kategori tertentu akan mudah terjadi apabila sudah tersimpan arsip kecurigaan dan kebencian yang lama terpendam di otak kita. Situasi negara yang tidak stabil akan menjadi pintu masuk bagi munculnya ekspresi kecurigaan dan kebencian yang mendorong lahirnya konflik horizontal.

Sebenarnya kita dapat melihat pola ini dari cara beberapa negara yang sedang diselimuti konflik komunal. Beberapa negara di Timur Tengah yang saat ini dilanda konflik domestik yang tak kunjung reda berhasil diperdaya dengan isu-isu sektarian. Sunni-Syiah menjadi alat propaganda untuk menghimpun oposan, kelompok kepentingan dan para penebar kekerasan melawan negara. Hasilnya, tidak jelas mana kawan dan lawan. Konflik terus bergulir tanpa ada mediator yang dipercaya untuk meredakan konflik.

Indonesia mempunyai kasus yang berbeda. Masyarakat Timur Tengah yang homogen berhasil diperdaya dengan isu sketerian berbasis keagamaan. Tanpa kuatnya identitas nasional sebagai benteng bernegara, beberapa negara timur tengah mengalami konflik bersaudara.

Indonesia dapat dikatakan unik. Pluralitas dalam berbagai dimensi baik agama, keyakinan, suku, etnik dan bangsa membawa keuntungan tetapi juga kelemahan. Isu tunggal dalam membelah ikatan kebangsaan tidak mungkin berhasil.  Setidaknya ada dua isu di Indonesia yang telah terbukti membuat goncangan keamanan bangsa. Dua isu tersebut adalah isu keagamaan dan komunisme yang telah terbukti pernah membuat goncangan kebangsaan.

Dua isu ini akan terus direproduksi untuk membelah masyarakat dalam kotak saling mencurigai, membenci, memusuhi dan akhirnya saling bertentangan. Kelompok mayoritas disentuh dengan isu-isu keagamaan sekterian, sementara kelompok non agama disentuh dengan isu komunisme.  Isu keagamaan akan terus dimainkan untuk membelah masyarakat baik antar maupun intern agama. Sedangkan komunisme akan terus digulirkan dengan terus mereproduksi trauma masa lalu sebagai bahan memupuk kebencian.

Apa instrument yang digunakan? Saat ini tidak perlu lagi menebar provokasi melalui gerilya membentuk sel-sel kecil di tengah masyarakat.  Cara ini sudah ketinggalan jaman di samping memerlukan cost yang tinggi. Dunia maya melalui penetrasi penggunaan internet yang semakin tinggi di tengah masyarakat merupakan arena efektif untuk menyebarkan provokasi tersebut.

Karena itulah, harus ada kewaspadaan dini untuk melawan berbagai agitasi dan provokasi yang dapat memecah belah bangsa ini. Sesaknya propaganda yang intensif dan konsisten di dunia maya merupakan cara bagaimana kelompok tertentu menanamkan arsip kebencian dan kecurigaan di tengah masyarakat yang plural. Mari jaga kebhinnekaan.

Redaksi

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

14 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

14 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

14 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

14 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago