Narasi

Membasmi Hoax dengan Pendekatan Spiritual

Belakangan ini,  hoax semakin menjadi-jadi di tengah kehidupan masyarakat secara umum. Kepentingan demi kepentingan mulai dihiasi dengan berbagai kedustaan. Ini adalah penyakit hati yang tidak mudah disembuhkan, kecuali  dengan kita selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, niscaya kita akan dijauhi dari perbuatan-perbuatan buruk.

Dalam ilmu Tasawuf, dijelaskan bahwa jika hati seseorang itu kotor, maka orang itu akan mudah melakukan kedustaan-kedustaan, namun jika hati itu bersih dan terang, niscaya hati itu akan memancarkan aura positif dan memengaruhi setiap perbuatan-perbuatannya.

Dari kasus Ratna sarumpaet  kita harus pahami betul bahwa, menilai seseorang, bukan dengan kita memahami sesuatu keburukan dari seseorang tersebut yang telah diperbuat dan kita mencacinya sedemikian parahnya. Melainkan kita  saling menasihati dan saling membantu satu sama lainnya untuk bersama-sama menjadi pribadi yang lebih baik.

Setiap perbuatan manusia baik dan buruk, itu ditentukan oleh hatinya yang terbingkai oleh keimanan yang paling terdalam.. Seyogianya, jika ada keimanan dalam diri setiap orang walaupun sedikit, maka ketika dia melakukan keburukan, niscaya dia akan menyesali apa yang telah diperbuat.

Kita harus sadar bahwa pada suatu titik kita akan berhadapan dengan sesuatu yang kita harus memilih dalam bertindak. Namun, karena kita sebagai manusia spiritual, kita dituntun ke jalan yang benar.

Imam Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa “Kebohongan dalam diri manusia itu karena sebuah penyakit dalam hatinya yang harus diobati dengan kontinuitas dalam  mendekatkan diri kepada Allah SWT.  Ini adalah bukti bahwa perbuatan seseorang disesuaikan dengan kondisi keimanan dan hati yang bersih dari segala dosa.

Seandainya dalam diri manusia itu  terdapat hati yang bersih, niscaya tidak akan pernah ada keburukan-keburukan yang akan dilakukannya. Hati adalah software manusia yang akan mentransformasikan suatu perbuatan. Karena apa yang telah kita lakukan dan apa yang telah kita ucapkan, itu yang menentukan adalah hati kita.

Jika hati kita selalu disucikan dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka niscaya setiap tindakan kita adalah cahaya suci yang akan mengantarkan kita kepada kebaikan. Namun sebaliknya jika hati kita dipenuhi dengan racun-racun dan berbagai macam keburukan, niscaya kita akan semakin ringan dalam melakukan keburukan bahkan sekalipun itu akan merugikan dirinya.

Indonesia adalah bangsa mempunyai ragam berbudaya mengedepankan  etika dan norma yang berlaku. Apalah dayanya seandainya suatu negara yang mempunyai banyak ragam budaya dilumuri dengan budaya penyebar fitnah dan kedustaan, sedangkan negara kita terkenal akan kultur dan budaya yang membuat orang luar tertarik untuk mengunjunginya.

Hoax saat ini menjadi hobi baru di Indonesia. Mereka sudah mulai tidak kenal dengan kebudayaan sendiri, mulai tidak paham moral, etika, dan norma yang berlaku. Hati mereka seakan-akan sudah keras dan tidak bisa di lunakkan.

Ini tidak lain adalah penyakit batin yang memang kita harus menyucikan nya dengan mendekatkan diri kepada-Nya.  Karena seseorang yang kotor hatinya dan jauh dengan Allah SWT maka niscaya setiap perbuatan-perbuatannya akan selalu dekat dengan berbagai keburukan-keburukan.

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa, ketika seseorang terjebak dalam perbuatan-perbuatan buruk, maka itu salah satu bukti bahwa orang tersebut mengalami pergeseran nilai spiritual dalam dirinya. Karena seseorang yang dihiasi dalam dirinya dengan nilai-nilai spiritual, niscaya  orang tersebut tidak akan melakukan keburukan-keburukan.

Negara Indonesia terdiri dari ragam kepercayaan. Jika keanekaragaman itu kita saling menasihati, saling menghormati, dan mampu saling menjunjung tinggi keyakinannya dan beriman dengan baik kepada setiap keyakinannya, niscaya pola pikir kita akan terbentuk dengan berbagai kebaikan-kebaikan. Karena kepercayaan apa pun tidak akan pernah mengajarkan kita keburukan, melainkan itu adalah problem kita sendiri.

Saiful Bahri

Recent Posts

Tiga Nilai Maulid ala Nusantara; Religiusitas, Kreativitas, Solidaritas

Menurut catatan sejarah, perayaan Maulid Nabi Muhammad secara besar-besaran muncul pertama kali di Mesir pada…

18 jam ago

Muhammad dan Kehidupan

Konon, al-Ghazali adalah salah satu ulama yang memandang sosok Muhammad dengan dua perspektif, sebagai sosok…

20 jam ago

Meneladani Nabi Muhammad SAW secara Kaffah, Bukan Sekedar Tampilan Semata

Meneladani Nabi adalah sebuah komitmen yang jauh melampaui sekadar tampilan fisik. Sayangnya, sebagian kelompok sering…

21 jam ago

Warisan Toleransi Nabi SAW; Dari Tanah Suci ke Bumi NKRI

Toleransi beragama adalah energi lembut yang dapat menyatukan perbedaan. Itulah kiranya, salah satu ajaran mulia…

2 hari ago

Walima, Tradisi Maulid ala Masyarakat Gorontalo yang Mempersatukan

Walima, dalam konteks tradisi Maulid Nabi, adalah salah satu momen yang sangat dinanti dan dihormati…

2 hari ago

Darul Mitsaq; Legacy Rasulullah yang Diadaptasi ke Nusantara

Salah satu fase atau bagian paling menarik dalam keseluruhan kisah hidup Rasulullah adalah sepak terjang…

2 hari ago