Narasi

Menyegerakan Zakat Fitrah di Tengah Pandemi Covid-19

Tak seperti Ramadhan biasanya, Ramadhan tahun ini umat Islam harus menjalaninya dengan penjarakan sosial dan penjarakan fisik. Ibadah-ibadah komunal seperti tarawih berjamaah, buka bersama, dst. mesti dikurangi bahkan ditiadakan demi memutus mata rantai persebaran korona. Namun, meskipun Ramadhan kali ini fisik dan sosial umat Islam berjarak, bukan berarti empati dan kepedulian sosial umat Islam harus mengalami penjarakan serupa. Di tengah masa sulit akibat pandemi Covid-19 ini, justru semestinya umat Islam harus semakin menggalakkan sikap solidaritas sosial. Bukankah ibadah puasa itu pada prinsipnya adalah latihan merasakan kelaparan yang dialami kalangan miskin?

Salah satu hal yang patut untuk dilakukan oleh umat Islam dalam rangka menggalakkan sikap solidaritas sosial diantaranya adalah dengan menyegerakan atau mengawalkan pembayaran zakat. Ajaran normatif dalam tradisi Islam atas mekanisme pembayaran zakat fitrah itu memang lebih mengutamakan pembayaran zakat itu di waktu akhir Ramadhan atau sebelum solat idul fitri. Namun, dengan memperhatikan konteks krisis akibat pandemi Covid-19 ini, agaknya tidak salah jika zakat fitrah itu segera dibayarkan, tidak perlu menunggu menjelang Idul Fitri.

Pekan lalu Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa tentang zakat ini. Dalam fatwa yang tertuang dalam Fatwa nomor 23 tahun 2020 tentang Pemanfaatan Harta Zakat, Infak, dan Shadaqah untuk Penanggulangan Covid-19 dan Dampaknya, MUI mengatakan bahwa pembayaran dan penyaluran zakat fitrah sejak awal Ramadhan itu boleh.

Fatwa MUI ini tentu harus didukung bersama oleh seluruh umat Islam. Lembaga Amil Zakat dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LazisNU), Lazismu, dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sudah menyambut baik fatwa tersebut. Mereka sudah memerintahkan anggota-anggota mereka di daerah untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam proses penerimaan zakat fitrah ini. LazizsNU bahkan bergerak secara aktif dengan melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh seperti Deddy Corbuzier dan Ari Lasso untuk turut serta mengampanyekan penyegeraan bayar zakat fitrah ini.

Lakah sigap, LazisNU, Lazismu, dan Baznas ini tentu akan semakin efektif jika juga diikuti oleh panitia-panitia zakat fitrah yang ada di masjid-masjid dan tokoh-tokoh masyarakat (Kiyai) di seluruh Indonesia. Pada umumnya, selain lembaga-lembaga amil zakat itu, masyarakat Islam Indonesia juga biasanya menyalurkan zakat melalui panitia-panitia lokal masjid terdekat dan beberapa pemuka agama setempat. Oleh karena itu, sudah semestinya masjid-masjid dan tokoh-tokoh masyarakat juga mendukung fatwa MUI tersebut.

Baca Juga : Puasa, Covid-19 dan Empati Sosial

Selain itu, berhubung di bulan Ramadhan ini tengah berlaku aturan penjarakan sosial dan penjarakan fisik, maka para panitia zakat itu juga harus menyesuaikan mekanisme pembayaran zakat itu dengan kondisi pandemi. Pembayaran zakat fitrah tidak harus berupa makanan pokok. Ia bisa berupa uang tunai atau uang elektronik. Tentang hal ini, MUI melalui fatwa tadi, juga menyebutkan bahwa pemanfaatan harta zakat di masa pandemi Covid-19 ini, boleh bersifat uang tunai, makanan pokok, hingga kegiatan produktif. MUI juga menyebutkan bahwa penyaluran zakat ini bisa digunakan untuk kemaslahatan umum seperti, penyediaan alat pelindung diri, disinfektan, hingga kebutuhan relawan.

Berpijak pada fatwa MUI tersebut, maka sangat mungkin bagi panitia penerimaan zakat untuk memakai metode online dalam pembayaran zakat. Panitia-panitia penerimaan zakat bisa membuat konter pembayaran zakat virtual, sehingga umat Islam yang akan membayar zakat tidak harus datang ke kantor panitia dan tidak melanggar aturan penjarakan sosial dan fisik.

Penyegeraan dan virtualisasi pembayaran zakat fitrah ini, tentu akan sangat membantu pemerintah yang saat ini tengah berupaya menanggulangi pandemi Covid-19 dan dampaknya. Secara spesifik, penyegeraan pembayaran dan penyaluran zakat fitrah ini juga akan sangat membantu pemerintah dalam menutupi problem bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah.

 Saat ini pemerintah sudah mulai menyalurkan bantuan-bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Namun, masih banyak masyarakat yang mengeluh bahwa bantuan sosial pemerintah itu banyak yang salah sasaran. Dalam kondisi ini, maka penyegeraan pembayaran dan penyaluran zakat fitrah tentu akan sangat membantu menutupi celah program bantuan sosial pemerintah. Salah satu problem bantuan sosial pemerintah adalah data penerima bantuan yang tidak akurat dan rentan diselewengkan (disunat) oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Guna menutupi kekurang ini, panitia penerima zakat harus menyesuaikan data Mustahik (orang yang berhak menerima zakat) dengan memrioritaskan pada mereka yang terdampak pandemi Covid-19 dan belum tersentuh bantuan sosial pemerintah. Prioritas ini juga harus dilakukan dengan tanpa mempertimbangkan apakah Mustahik itu penduduk asli atau perantau, mengingat perantau (ibnu sabil) itu juga termasuk salah satu golongan dari delapan golongan Mustahik. Tentang hal ini, panitia penerima zakat tampaknya bisa memiliki data yang lebih akurat karena mereka kebanyakan secara langsung berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Selain itu, kerentanan untuk menyelewengkan dana zakat itu juga tak separah kerentanan penyelewengan dana bantuan sosial. Dalam kepercayaan banyak orang, dana zakat atau dana yang berbasis religius ini menyimpan mitos kualat yang seringkali lebih ditakuti daripada penjara.

This post was last modified on 29 April 2020 4:30 PM

Muhammad Arif

Alumnus Pondok Pesantren al-Falah Jember yang saat ini dipercaya menjadi anggota majelis pembina Rayon PMII Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

3 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

4 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

4 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

4 hari ago