Narasi

Menyemai Jurnalisme Damai di Era Big Data

Era digital menyeret penetrasi pengguna internet semakin melonjak tinggi. Tengok saja rilis laporan “State of Connectivity 2015: A report on Global Internet Access” melaporkan bahwa jumlah pengguna internet di dunia telah mencapai 3,2 miliar. Bahkan dalam Global Digital Snapshot (2017), lebih dari 3,8 milyar orang di seluruh dunia menggunakan internet atau meningkat 38 juta orang sejak awal 2017. Kenaikan ini mengindikasikan bahwa penetrasi pengguna internet di dunia mencapai 51 persen. Angka yang bisa dibilang besar dan fantastis.

Fenomena ini tentu berdampak pada ledakan data informasi yang tumpah ruah. Mengingat dari jumlah user internet yang besar itu, tentu mereka tak hanya sebagai konsumen data informasi saja, melainkan memproduksi dan menyebarkan juga. Bisa dibayangkan, betapa besar data di jagat maya itu. Dan ini kalau tidak diolah dengan baik, maka cepat atau lambat bisa menjadi sumber mala petaka konflik karena maraknya hoax, isu SARA, ujaran kebencian, dan adu domba.

Ledakan informasi yang demikian cepat ini memunculkan fase baru era big data yang dimaknai sebagai himpunan data yang muncul dengan jumlah sangat besar sehingga dapat diolah kemudian dianalisis sesuai dengan keperluan tertentu. Dengan pendekatan big data, tumpukan data yang demikian melimpah bisa diolah untuk dianalisis dalam berbagai keperluan. Dan big data ini ibarat dua sisi koin, yang bisa berdampak ganda. Berdampak buruk jika yang menyetir ialah orang tak bertanggung jawab. Namun sebaliknya, positif jika yang memanfaatkan adalah orang yang baik.

Dengan big data  kita mampu membaca sebuah trend, melakukan prediksi, mengamati tingkah laku, dan juga membuat keputusan. Berkaitan dengan industri media, penulisan jurnalistik akan lebih rinci, valid,  menarik, dan dapat dipercaya jika disertai dengan analisis big data yang kuat. Ini dinamakan denga jurnalisme data (data-driven-journalism). Pendekatan baru ini juga bisa dimanfaatkan untuk mensintesa jurnalisme damai berbasis big data. Mengingat saat ini di dunia maya banyak hadir konten-konten berbahaya, pemecah belah bangsa.

Dengan adanya jurnalisme data tentu bisa diolah untuk megkikis konten-konten adu domba, kekerasan, ujaran kebencian, hoax, dan manuver permusuhan. Dapat disimpulkan, ada simbiosis di antara big data dengan jurnalisme damai ini. Kehadiran big data akan memberikan sejumlah data yang begitu besar bagi jurnalisme yang dapat digunakan untuk memproduksi dan menyebarkan pesan-pesan damai serta konten-konten pemersatu bangsa yang akurat.

H.O. Maycotte, CEO Umbel dalam salah satu artikel yang ditulisnya di niemanlab.org sangat optimis terhadap potensi big data bagi jurnalisme. Dari asumsi ini, jurnalisme damai pun perlu menggunakan pendekatan big data dalam membuat informasi damai di jagat maya. Di samping itu, pemberitaan mengenai peristiwa konflik menuntut jurnalis untuk membuat jurnalisme damai, bukan lagi jurnalisme perang yang mengandung unsur adu domba atau balas dendam.

Memang tumpah ruahnya informasi sempat memberikan tantangan dan manuver yang menghawatirkan bagi perkembangan industri media dalam proses produksi informasi. Apalagi adanya transformasi besar-besaran beralihnya media cetak (konvensional) ke digital, lebih-lebih melalui internet. Bermunculnya hoax ujaran kebencian, adu domba, dan propaganda yang merebak di jagat maya adalah bukti kegagalan dalam analisis data yang melimpah. Namun begitu, sudah saatnya dunia jurnalistik hadir dengan konten-konten damai.

Pemanfaatan big data dalam mekanisme proses pembuatan produk media jurnalistik damai tentu akan mampu membantu memberikan pesan-pesan damai di dunia maya yang relevan dan akurat ke pada masyarakat digital. Pasalnya, warga net saat ini masih labil yang terkadang mudah terprovokasi dan diadu domba oleh penjahat media. Kegagapannya masyarakat internet terkadang dimanfaatkan oleh oknum untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Oleh karenanya, kemunculan big data ini harus kita sikapi dengan bijak untuk bukan malah dibiarkan untuk dimanfaatkan untuk hal negatif pemecah belah bangsa. Melalui pendekatan jurnalisme damai berbasis big data ini kita bisa memutus benih-benih permusuhan anti-perdamaian dengan tanpa adanya cyber-war. Industri media jurnalistik, khususnya media online pun akan berkembang pesat menyuarakan konten-konten mulia pemersatu bangsa.

This post was last modified on 8 Februari 2018 10:54 AM

Suwanto

Penulis merupakan Peneliti Multiple-Representation Learning di PPs Pend.Kimia UNY, Interdisciplinary Islamic Studies di Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, dan Culture Studies di UGM

Recent Posts

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

3 hari ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

3 hari ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

3 hari ago

Mitos Kerukunan dan Pentingnya Pendekatan Kolaboratif dalam Mencegah Intoleransi

Menurut laporan Wahid Foundation tahun 2022, terdapat 190 insiden intoleransi yang dilaporkan, yang mencakup pelarangan…

3 hari ago

Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Indonesia, dengan kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan yang beragam, seharusnya menjadi contoh harmoni antar umat…

4 hari ago

Mencegah Persekusi terhadap Kelompok Minoritas Terulang Lagi

Realitas kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan di Indonesia seharusnya menjadi fondasi untuk memperkaya keberagaman, namun…

4 hari ago