Narasi

Merebut Narasi Islam Damai dan Keindonesiaan di Dunia Maya

Dalam sebuah diskusi yang dilaksanakan oleh Jaringan Gusdurian di Yogyakarta pada hari Sabtu (28/Juli/2018), dan yang difasilitatori oleh Savic Ali, penulis mendapatkan data yang menarik terkait narasi Islam dan Indonesia. Narasi Islam dan keindonesiaan sangat penting untuk kita lihat, mengingat banyak agenda kelompok tertentu yang berusaha merebut narasi Islam untuk kepentingan politik. Penulis mengatakan untuk kepentingan politik, mengingat 2019 merupakan momentum politik pergantian legislatif dan presiden.

Ada data menarik yang kita diskusikan dalam forum tersebut, yaitu kita yang mayoritas mempunyai pandangan Islam yang ramah, moderat dan menghargai perbedaan dan mempunyai wawasan ke-Indonesiaan cenderung diam di sosial media. Fenomena tersebut sudah lama sebenarnya diketahui oleh banyak orang. Sehingga banyak masyarakat mengambang, atau masyarakat yang belum mempunyai wawasan keislaman dan ke-indonesiaan mudah terpengaruh narasi yang dibangun oleh sekelompok orang yang mempunyai agenda politik dengan menggunakan agama. Atau kelompok yang mempunyai kepentingan untuk mengubah dasar negara Indonesia.

Untuk melihat narasi yang sedang dibangun oleh sekelompok tersebut, Savic Ali memperlihatkan konten media Instagram yang diproduksinya. Savic Ali memperlihatkan perbandingan antara akun istagram orang yang mempunyai kepentingan agenda politik dengan menggunakan agama, atau memperlancarkan misi Khilafah dan akun yang mempunyai wawasan kebangsaan dan keislaman yang ramah dan lama mengakar di Indonesia.

Dari simulasi melihat konten narasi yang dibangun antara dua kelompok tersebut, ada perbedaan jauh produktivitas kontennya. Akun yang mempunyai kepentingan politik dengan memanfaatkan agama dan mempunyai agenda khilafah lebih produktif untuk memproduksi konten. Sedangkan akun instagram yang mempunyai pemahaman keislaman dan keindonesiaan cenderung menjadi silent majority. Memang data tersebut tidak sepenuhnya objektif, karena kita hanya membedah beberapa akun yang kita anggap termasuk dua kelompok tersebut.

Merebut Narasi Islam Damai

Penelitian yang dilakukan oleh Jaringan Gusdurian beberapa waktu yang lalu, juga mengungkap bahwa sekarang banyak kelompok yang mengatasnamakan Islam untuk menebarkan kebencian dan provokasi. Narasi yang dibangun adalah, pemerintah sedang tidak berpihak pada kelompok Islam, atau ulama Islam dikriminasiliasai, dan narasi umum bahwa Islam sedang mendapatkan ancaman. Narasi itu sedang dibangun, bahkan melalui gerakan #2019GantiPresiden untuk melancarkan gerakan khilafah, dan kepentingan politik yang menyeret agama untuk penyedap gerakannya.

Dari fenomena tersebut, sehingga harus ada kontra narasi yang mengatakan bahwa Islam sangat mencintai perdamaian dan perbedaan atau yang kita sebut Islam damai. Kita perlu banyak mengeksplorasi wawasan Keislaman yang telah lama mengakar di Indonesia yang mengarahkan pada perdamaian dan menghargai perbedaan, serta menerima dasar negara Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara yang sudah final. Adapun masalah yang ada di bangsa ini, kita bersama-sama untuk menegakkan melalui UUD dan produk hukum yang telah lama menjadi landasan berbangsa dan bernegara.

Kita perlu memperkenalkan kembali narasi Islam Indonesia, karena banyak masyarakat mengambang yang terpikat dengan gerakan kelompok radikal. Dalam sebuah teori sosial, ada yang namanya masyarakat mengambang, atau masyarakat yang belum mempunyai wawasan yang mendalam, tidak berada dalam kepentingan tertentu dan mudah terpikat dengan narasi yang sedang muncul. Apalagi narasi yang dibangun adalah narasi agama, karena banyak orang Indonesia yang dalam perjalanannya mengalami kekosongan spiritualitas. Sehingga kita pun perlu untuk menarasikan Islam Indonesia, agar masyarakat tidak mudah terprovokasi.

Narasi yang harus dibangun untuk memperlihatkan Islam Indonesia adalah memperkenalkan Islam yang telah lama menjadi budaya hidup orang Indonesia. Jaringan Gusdurian membuat konsep narasi Islam Indonesia, di antaranya adalah karakter Islam yang menyatu dengan realitas keindonesiaan. Islam Indonesia adalah menyatukan dan mendamaikan rakyat Indonesia dalam kebhinekaan, menghargai dan menjunjung tinggi keagamaan. Sedangkan Muslim Indonesia adalah muslim yang memberi manfaat kepada sesama dalam rangka mendapatkan ridha Allah, dan akhirnya masuk surga.

Nur Sholikhin

Penulis adalah alumni Fakultas Ilmu Pendidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini sedang aktif di Majalah Bangkit PW NU DIY.

Recent Posts

Dari Papan Kapur sampai Layar Sentuh: Mengurai Materialitas Intoleransi

Perubahan faktor-faktor material dalam dunia pendidikan merefleksikan pergeseran ruang-ruang temu dan arena toleransi masyarakat. Jarang…

4 jam ago

Pengajaran Agama yang Inklusif sebagai Konstruksi Sekolah Damai

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Duta Damai BNPT telah berinisiasi untuk membangun Sekolah…

5 jam ago

Hari Pendidikan Nasional dan Upaya Membangun Sekolah yang Damai dari Intoleransi, Bullying dan Kekerasan

Hari Pendidikan Nasional yang akan diperingati pada tanggal 2 Mei 2024 menjadi momentum penting untuk…

5 jam ago

Role Model Pendidikan Karakter Anti-Kekerasan Ala Pesantren

Al-Qur’an merupakan firman Allah azza wa jalla yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya, yang…

5 jam ago

Merdeka Belajar; Merdeka dari Tiga Dosa Besar Pendidikan

Sekolah idealnya menjadi rumah kedua bagi anak-anak. Namun, ironisnya belum semua sekolah memberikan rasa aman…

1 hari ago

Fitrah Indonesia dan Urgensi Sekolah Ramah Perbedaan

Di tengah dinamika keragaman Indonesia, konsep sekolah ramah perbedaan menjadi semakin penting untuk dikedepankan guna…

1 hari ago