Narasi

Pemilu 2019; Utamakan Persatuan Daripada Kemenangan

Berlalunya tanggal 17 april 2019 mengakhiri juga pesta demokrasi di tahun ini. Suara-suara dukungan telah berlalu dan sudah saatnya kita bersatu. Sembari menunggu perhitungan surat suara berjalan, tidak ada salahnya kita berdo’a untuk kemajuan Indonesia lima tahun yang akan datang. Siapapun pemimpinnya dan siapapun yang menduduki jabatan kita harus menerima dengan hati lapang dan tangan terbuka. Setelah pengumuman pemenang, janganlah kita saling menghina dan saling menjelekkan.

Setelah berakhirnya penyelenggaraan demokrasi, kita harus senantiasa membangun dan menjaga kerukunan. Tidak lupa bendera persaudaraan dan persatuan harus kita kibarkan. Apalagi sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam yang menganut ajaran yang kental akan persaudaraan. Ajaran Ukhuwah Islamiah (persaudaraan antar umat Islam) hingga Ukhuwah wathoniah (persaudaraan sebangsa) harus kembali dihidupkan. Apabila satu orang merasakan kesakitan maka yang lainnya juga akan merasakannya. Tentu kita semua tidak ingin melihat saudara kita terluka, karena hal itu juga akan melukai diri kita.

Kita pun pernah membaca atau mendengar salah satu ayat suci Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 103, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara “(Q.S Ali Imran: 103)

Baca juga : Pasca Pemilu 2019 : Mewujudkan Kerukunan dalam Persaudaraan Berbangsa

Bagaimanapun juga pilihan setiap orang tidak bisa sama, karena pada dasarnya manusia diciptakan dengan segala perbedaan yang ada. Maka sudah menjadi tugas kita merangkai tali perbedaan menjadi sebuah kata “persatuan”. Mungkin selama tujuh bulan masa kampanye, kita sudah saling bertikai, menjelekkan, apalagi menjatuhkan. Setelah proses pencoblosan, marilah kita saling bermaaf-maafan. Kembali merajut tali persaudaraan yang telah luntur oleh fanatisme politik secara berlebihan. Bukan tugas yang ringan memang, tapi itulah tugas kita sebagai khalifah yang diciptakan oleh tuhan.

Bagaimana kita bisa menjadi khalifah yang menyebarkan kasih sayang, kalau menjaga kerukunan dan perdamaian saja kita masih kelabakan?. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah saling memaafkan. Ejekan, hinaan, hingga tuduhan pada masa kampanye harus jauh-jauh kita lupakan. Buanglah rasa dendam dan kesal  yang tersimpan dalam perasaan.

Yang kedua adalah bagi calon yang terpilih menduduki jabatan, hendaknya mereka rendah hati dan bersikap terbuka kepada semua terutama terhadap lawan politiknya. Mereka harus kembali merangkul dan mengajak untuk bersama-sama membangun Indonesia. Hindarilah sikap sombong atau angkuh untuk menunjukkan kemenangan. Prinsip kemenangan pasti akan terus berjalan, dimana tidak ada yang abadi untuk terus duduk di singgasana kebesaran. Suatu saat pasti akan lengser dan terperosok dalam jurang kekalahan. Oleh karena itu, ayo rangkullah yang kalah dan hiburlah dia. Barangkali ketika kau dalam keadaan kalah, dialah yang datang pertama kali bertamu dan menghiburmu pada waktu itu.

Yang ketiga untuk pendukung harus tetap bisa mengendalikan emosi. Jangan mudah terbawa oleh isu atau kabar bohong yang sengaja disebarkan untuk merusak kembali tatanan demokrasi. Tentu akan terasa indah jika diantara pendukung bersatu padu mengawal kepemimpinan yang telah ditetapkan dalam pemilihan. Bukankah hal itu yang harus kita lakukan?.

Pada akhirnya kata “persatuan” yang menjadi harga mati sebuah persaingan. Semua komponen harus saling berpegang erat, memaafkan, dan saling menguatkan. Rekatkan kembali tali persuadaraan yang sempat renggang. Satukan dukungan untuk pemimpin yang terpilih demi terwujudnya Indonesia maju lima tahun mendatang. Peganglah erat-erat falsafah KeBhinekaan yang telah diwariskan oleh para pahlawan “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.”

Nur Faizi

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

8 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

8 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

8 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago